Buruh: Upah Murah Tapi Harga-harga Kebutuhan Naik Terus

Buruh mengeluhkan kenaikan harga-harga kebutuhan masyarakat secara serempak di awal 2017.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 08 Jan 2017, 14:24 WIB
Diterbitkan 08 Jan 2017, 14:24 WIB
Ilustrasi Upah Buruh
Ilustrasi Upah Buruh (Liputan6.com/Johan Fatzry)

Liputan6.com, Jakarta - Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) mengeluhkan kenaikan harga-harga kebutuhan masyarakat secara serempak di awal 2017. Sementara pemerintah dianggap mengembalikan rezim upah murah melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan.

"Semua harga naik, makin kacau kita ini," tegas Presiden KSPI, Said Iqbal saat berbincang dengan wartawan di Jakarta, seperti ditulis Minggu (8/1/2017).

Said lebih jauh menyatakan, kenaikan harga di Januari ini meliputi, harga bahan bakar minyak (BBM) non subsidi, tarif dasar listrik golongan 900 VA, dan biaya pengurusan Surat Tanda Kendaraan Bermotor (STNK) dan Buku Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB) hingga 300 persen.

"BBM non subsidi harganya naik, kita tinggal tunggu kenaikan harga Premium. Karena mau tidak mau harga Premium bakal disesuaikan seiring kenaikan harga minyak dunia," terangnya.

Buruh meminta supaya pemerintah tidak menaikkan harga BBM Premium dan tidak mengurangi jumlahnya. "Sebab kalau harga Premium tidak naik, biasanya jumlah Premium dikurangi, akhirnya masyarakat beralih ke Pertalite yang harganya mengalami kenaikan," tegasnya.

Said melanjutkan, buruh pun menolak kenaikan biaya pengurusan STNK dan BPKB 100 persen sampai 300 persen. Penyesuaian tersebut dianggap tidak sesuai dengan pelayanan yang selama ini diterima masyarakat.

"Kita menolak biaya pengurusan SIM, STNK, BPKB naik. Itu berkali-kali lipat naiknya," katanya.

Said mengaku, penolakan tersebut karena melihat pelayanan surat-surat kendaraan bermotor yang diberikan Polri masih jauh dari kata layak‎. Sementara calo masih bebas berkeliaran, termasuk pungutan-pungutan liar.

"Alasannya karena untuk meningkatkan pelayanan. Coba lihat saja calo masih banyak, berantas dulu calo dan pungutan liarnya. Hari ini ada, besok tidak ada, lalu ada lagi. Tutup semua biro jasa karena pintu masuknya di situ sehingga pungutan liar makin hilang," ucap Said.

Menurut dia, penyesuaian harga-harga kebutuhan masyarakat tersebut berbanding terbalik dengan kenaikan upah minimum buruh. Dengan menerapkan PP 78/2015, pemerintah dianggap memberlakukan kembali rezim upah murah.  

"Daya beli turun karena upah murah, ditambah harga-harga makin naik," ucapnya.

Oleh karena itu, Said mengatakan, KSPI dan serikat pekerja lain akan melakukan judicial review atas PP 78/2015 ke Mahkamah Konstitusi (MK). Dia mengungkapkan, upah minimum Thailand dan Filipina 1,5 kali lipat dari rata-rata upah minimum Indonesia.

Sambungnya, upah minimum Indonesia hanya mengungguli Laos, Kamboja, dan Myanmar. Sehingga kata Said, inilah yang mendorong Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla untuk memformulasikan upah bersama negara-negara ASEAN.  

"Kita akan judicial review PP Nomor 78 Tahun 2015 karena mengembalikan rezim upah murah. Kita tidak akan berhenti menggelar aksi walaupun selalu dikritik," pungkas Said.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya