Sebagai Negara Agraris, Petani RI Belum Nikmati Kemakmuran

Sebenarnya harga beberapa bahan pangan di Indonesia sudah lebih mahal jika dibanding dengan negara lain.

oleh Septian Deny diperbarui 23 Jan 2017, 12:41 WIB
Diterbitkan 23 Jan 2017, 12:41 WIB
20161227-Beras-Jakarta-AY
Pekerja memanggul karung Beras di pasar induk Cipinang, Jakarta, Selasa (27/12). Kecukupan kebutuhan tersebut diharapkan bisa menahan laju kenaikan harga barang pokok. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Indonesia merupakan negara agraris. Namun sayangnya, sebagai negara agraris, para petani Indonesia belum bisa menikmati kesejahteraan.

Pengamat Ekonomi Faisal Basri menjelaskan, sebenarnya harga beberapa bahan pangan di Indonesia sudah lebih mahal jika dibanding dengan negara lain. Namun sayangnya, meskipun mahal para petani belum menikmatinya.

Ia mencontohkan, rata-rata harga beras ‎di Indonesia mencapai Rp 13 ribu per kg. Sedangkan di Thailand hanya sekitar Rp 4.500 per kg. "Di Indonesia itu Rp 13 ribu per kg, tapi di Thailand cuma Rp 4.500 per kg. Jadi bedanya besar," ujar dia di acara SARA, Radikalisme dan Prospek Ekonomi Indonesia 2017 di Jakarta, Senin (23/1/2017).

Hal yang sama juga terjadi pada jenis bahan kebutuhan pokok lain, seperti daging sapi dan gula pasir. Saat ini harga daging masih bertahan pada harga Rp 120 ribu per kg, sedangkan gula Rp 14 ribu per kg. "Harga ‎daging di dunia turun, di Indonesia naik terus. Harga gula juga Rp14 ribu, di dunia Rp 5 ribu‎," lanjut dia.

Namun sayangnya, lanjut Faisal, kenaikan harga ini tidak dinikmati di tingkat petani. Mahalnya harga bahan pangan ini justru dinikmati para pedagang dan bisnis ritel.

"Harga tinggi ini tidak dinikmati petani. Kalau harga beras turun yang paling tajam di tingkat petani, penurunan paling rendah di ritel. Tapi kalau naik, kenaikan paling rendah naiknya petani, ‎‎yang paling tinggi di ritel," kata dia.

Sebelumnya pada 6 Januari 2017, Bank Indonesia (BI) akan meluncurkan sistem informasi untuk memantau harga pangan di Indonesia. Gubernur BI Agus Martowardojo mengatakan, sistem tersebut merupakan pusat informasi harga pangan strategis.

Agus menerangkan, dengan sistem tersebut maka produk pangan bisa dipantau setiap hari. Dengan sistem ini pula maka BI bisa melihat kecenderungan kenaikan harga pangan di berbagai wilayah sehingga jika ada kenaikan dapat dikendalikan. Kenaikan ahrga pangan ini sangat penting bagi BI karena terkait dengan inflasi.

"Jadi kita ada sistem di mana setiap hari komoditas atau produk pangan itu kita pantau, di 82 kota. Itu kita lakukan pemantauan dengan sistem yang sudah baik, best practice, dan itu kalau kita pantau di tipe pasar modern dan pasar basah. Dan waktunya mengambil informasinya diyakini integritasnya sehingga kita bisa mempunyai atau perkiraan tentang inflasi selama bulan berjalan," jelas dia. (Dny/Gdn)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya