Isi Tuntutan Pekerja Freeport dan Smelting Gresik

KSPI meminta kepada pemerintah supaya tidak mendesak Freeport Indonesia untuk mengubah status Kontrak Karya (KK).

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 07 Mar 2017, 16:01 WIB
Diterbitkan 07 Mar 2017, 16:01 WIB
Terkait Izin Kontrak, Karyawan Freeport Gelar Unjuk Rasa
Ratusan karyawan PT Freeport Indonesia (FI) berunjuk rasa di depan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jakarta, Selasa (7/3). Dalam aksinya, mereka menuntut pemerintah agar tidak memaksakan perubahan Kontrak Karya. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) meminta ketegasan pemerintah Joko Widodo (Jokowi) dalam menyelesaikan kasus PT Freeport Indonesia dan PT Smelting Gresik. Sebab, persoalan sengketa Freeport dengan pemerintah telah berujung pada Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).

Presiden KSPI, Said Iqbal mengungkapkan, sebanyak 30 ribu pekerja dan 238 ribu pekerja turunannya (sub kontraktor) Freeport Indonesia sudah dirumahkan. Sementara dari data Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI), 309 pekerja Smelting Gresik yang merupakan pabrik pengolahan mineral milik Freeport Indonesia, sudah di PHK secara sepihak.

"Pemerintah tidak bisa setengah-setengah untuk Freeport, karena nasib pekerja yang jadi taruhannya. Sebanyak 30 ribu pekerja dan 238 ribu pekerja turunannya sudah dirumahkan," ucap Said di Hotel Mega Proklamasi, Jakarta, Selasa (7/3/2017).

Iqbal menjabarkan, permasalahan Freeport Indonesia selama ini hanya pada pembangunan pabrik pengolahan dan pemurnian (smelter). Oleh karena itu, KSPI meminta kepada pemerintah supaya tidak mendesak Freeport untuk mengubah status Kontrak Karya (KK) menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK), divestasi saham 51 persen, dan konsensi lahan.

"Jangan ditarik ke persoalan IUPK, divestasi saham, maupun konsensi lahan. Persoalan utama Freeport di sini cuma di smelter. Jadi janganlah nasionalis semu, apakah dengan status IUPK, pekerja akan lebih sejahtera?" terang dia.

Said mewakili serikat pekerja menuntut lima hal ini kepada pemerintah. Pertama, hentikan retorika nasionalisme semu. Kedua, pemerintah seharusnya meminta Freeport menaati Undang-undang (UU) Minerba ketimbang berdebat soal divestasi maupun status IUPK.

"Ketiga, pemerintah harus intervensi supaya Smelting dan Freeport Indonesia tidak PHK pegawai, walaupun kenyataannya sudah ada PHK. Keempat, pemerintah harus memaksa Freeport mengolah hasil tambangnya 60 persen di Smelting, dan terakhir slime yang dihasilkan diambilalih negara," dia mengatakan.

Sementara itu, Serikat Pekerja Logam (SPL) FSPMI menuntut lima hal. Pertama, mendesak Hirokawa hengkang ke Jepang. Hirokawa memiliki nama lengkap Hideki Hirokawa. Posisinya di PT Smelting sebagai Manajer Pengembangan Bisnis.

Kedua, serikat pekerja akan melawan karena Smelting telah melanggar perjanjian kerja bersama (PKB). Ketiga, menolak Union Busting dan intimidasi. Keempat, hapus diskriminasi terhadap pekerja dan memenuhi tuntutan pekerja. Kelima, mengembalikan kenaikan gaji pekerja level V dan VI sesuai dengan PKB.

"Kami tidak meminta kenaikan gaji, tapi kami berharap pihak perusahaan berunding dengan kami untuk mencapai sebuah kesepakatan, jangan ada diskriminasi. Karena tanpa kami, perusahaan belum bisa beroperasi dengan normal, ini cuma karena arogansi perusahaan," tegas Wakil Sekretaris PUK Serikat Pekerja Logam FSPMI, M. Ibnu Shobir.

(Fik/Gdn)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya