Liputan6.com, Jakarta - Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengatakan pihaknya siap mengatasi ancaman nuklir Korea Utara yang terus berlanjut dengan atau tanpa bantuan China.
Akan tetapi dia butuh bantuan China jika ingin hambat aliran pendapatan yang membuat rezim Kim Jong Un tetap bertahan. China adalah bantuan ekonomi Korea Utara yang menyumbang lebih dari 80 persen perdagangan luar negerinya.
AS dan sekutunya telah bertahun-tahun mencoba memeras pasokan uang pemerintah Korea Utara dan memotongnya dari sistem perbankan global. Semua telah dilakukan Pyongyang untuk menghindari sanksi.
Advertisement
Baca Juga
"Kami telah berkali-kali memberikan sanksi kepada rezim Korea Utara," ujar John Park, Direktur Korea Working Group di Harvard Kennedy School seperti dikutip dari laman CNN Money, yang ditulis Senin (24/4/2017).
Ia menuturkan, AS perlu meyakinkan China untuk mengatasi perdagangannya dengan Korea Utara. Adapun berikut cara Korea Utara mendapatkan uang untuk membiayai militernya:
1. Batu Bara
Ini sumber terbesar dari Korea Utara. Diperkirakan jutaan batu bara dijual ke China setiap tahun. Ekspor batu bara menyumbang sekitar sepertiga dari ekspor resmi pada 2015.
Namun hal itu diragukan ketika China mengatakan akan hentikan semua impor batu bara dari Korea Utara sepanjang sisa tahun ini.
Ahli menyatakan kalau klaim Beiking untuk menekan perdagangan sering kali terdengar lebih keras dari pada sebelumnya. China tidak ingin hancurkan ekonomi tetangganya, yang dilihatnya sebagai penyangga antara Korea Selatan, yang merupakan sekutu Amerika Serikat.
"Tujuan dari larangan batu bara ini jelas bukan untuk jatuhkan rezim Korea Utara," ujar Stephen Haggard, Dosen tamu di Peterson Institute for International Economics.
Korea Utara juga mengekspor komoditas lain yaitu bijih besih, makanan laut dan pakaian ke China.
2. Dana cadangan
Korea Utara diperkirakan memiliki "dana cadangan" yang lumayan besar dari peningkatan penjualan batu bara ke China. Hal ini terutama saat lonjakan harga komoditas dunia pada dekade sebelumnya.
Pyongyang diperkirakan telah menyimpan "dana dalam jumlah sangat besar" di China yang dapat digunakan rezim itu untuk membeli apa yang diinginkan untuk program senjatanya.
Dengan menjaga uang di China, Korea Utara dapat mudah mengelak dari sanksi yang ditujukan untuk memangkasnya dari sistem keuangan global.
Untuk membatasi akses Pyongyang terhadap uang itu, bermuara pada kemauan politik dari pemerintah China untuk menggunakan hukum domestik dalam melacak dana tersebut.
Penyelidikan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Amerika Serikat menemukan bukti kalau Korea Utara menggunakan jaringan perusahaan untuk mendapatkan akses ke bank global.
Anthony Ruggiero, Ahli di Foundation for Defense of Democracies mengemukan kalau pemerintah AS dapat mengguncang segalanya dengan mendenda sebuah bank China karena membantu Korea Utara menghindari sanksi.
"Sebuah denda besar akan mengirimkan kejutan melalui sistem keuangan China sehingga menyebabkan bank China lainnya mengevaluasi prosedur kepatuhan mereka," tulis dia.
Â
Â
Kerja Paksa
3. Cyber attack
Sejak awal tahun lalu, aliran pendapatan potensial lainnya Korea Utara datang dari hacker bank. Negara ini sekarang dikaitkan dengan serangan terhadap lembaga keuangan di 18 negara. Itu menurut sebuah laporan baru dari perusahaan keamanan dunia maya Kaspersky.
"Anda melihat situasi di mana orang Korea Utara sangat canggih. Ini sumber pendapatan besar," ujar Park.
Sebuah pencurian leway cyber di bank sentral Bangladesh menjadi berita utama pada Maret 2016. Periset Kaspersky mengatakan operasi hacking sama yang ditelusuri ke Korea Utara, dan juga digunakan ke negara lainnya antara lain Costa Rica, Polandia dan Nigeria.
Ini salah satu cara yang dilakukan Korea Utara untuk menghasilkan uang termasuk perdagangan senjata dan obat terlarang.
4. Kerja paksa
Korea Utara memiliki masyarakat kaya di ibu kota. Namun sebagian besar warganya miskin, dan menderita kelaparan pada masa lalu. Korea Utara juga memiliki ekonomi paling tertutup di dunia.
Namun rezim pemerintahan tersebut menemukan cara memeras uang dari orang-orang yang dikuasainya.
Salah satu cara mengirim ribuan pekerja Korea Utara ke luar negeri untuk bekerja keras di bawah kondisi kerja paksa antara lain di China, Rusia, dan Timur Tengah. Ini menurut sebuah laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada 2015. Mereka diyakini bekerja di industri antara lain pertambangan, penebangan kayu, tekstil dan konstruksi.
Berdasarkan penelitian Curtis Melvin, peneliti di Universitas Johns Hopkins menuturkan kalau rezim itu juga menyedot uang dari penduduknya di dalam negeri dengan mendirikan departemen dan menjual telepon genggam.
Analis menuturkan, sejumlah warga Korea Utara berhasil mengumpulkan uang melalui perdagangan pasar gelap di dalam negeri dan melintasi perbatasan dengan China.