Liputan6.com, Pyongyang - Bandara di ibu kota Korea Utara memiliki dua mesin anjungan tunai mandiri atau ATM untuk mengambil uang tunai. Tetapi menurut pejabat-pejabat bank, kedua unit itu tak berfungsi lagi.
Pihak berwenang menyebut kondisi itu terjadi karena sanksi baru China terhadap Korea Utara atas peluncuran rudalnya.
Baca Juga
Sejatinya konsep ATM masih asing di Korea Utara, sehingga kedua mesin di bandara baru yang mengkilap itu memiliki layar video di dekat bagian atas yang menunjukkan cara pengoperasiannya.
Advertisement
Melansir dari VOA News, Senin (24/4/2017), video cara pengoperasian ATM itu dalam bahasa Korea. Tapi mesin-mesin itu utamanya ditujukan bagi pengunjung China, tidak menyediakan uang tunai dalam mata uang Korea Utara.
Jika betul sanksi baru itu penyebab tidak berfungsinya ATM tersebut, hal itu menjadi pertanda bahwa China menekan Korea Utara karena senjata nuklir dan program rudal jarak jauhnya.
China mengisolasi sumber utama ekonomi Korea Utara dan sejauh ini semakin didesak untuk mengendalikan tetangganya. Sektor keuangan dan perbankan Korea Utara merupakan sasaran utama.
Diperkirakan sekitar 85 persen perdagangan Korea Utara bergantung pada China.
Saat ini, pasukan udara China dan kapal pengebom berkemampuan peluncur misil, dilaporkan berada dalam 'kewaspadaan tinggi'. Hal tersebut disampaikan oleh pejabat pertahanan Amerika Serikat, setelah Negeri Paman Sam melihat sejumlah bukti bahwa militer Tiongkok bersiap menghadapi situasi yang menegang di Korea Utara.
Pejabat itu juga menyebut bahwa AS melihat pesawat militer China dengan jumlah tak biasa, berada dalam kesiapan penuh. Langkah yang dilakukan China tersebut dinilai sebagai bagian upaya untuk mengurangi waktu bereaksi terhadap sejumlah kemungkinan tak terduga yang bisa dilakukan Korea Utara.
Kemungkian semacam itu bisa saja termasuk pecahnya perang bersenjata karena ketegangan di semenanjung telah meningkat atas meningkatnya sejumlah uji coba misil Korea Utara.
China telah lama mengkhawatirkan tentang adanya potensi ketidakstabilan di Korea Utara jika rezim Pyongyang ambruk. Mereka mengkhawatirkan adanya gelombang pengungsi yang masuk dan kemungkinan penyatuan kembali di bawah Pemerintah Korea Selatan.