Sri Mulyani Pasrah Jika PMN Djakarta Lloyd Ditolak Komisi VI DPR

Djakarta Lloyd merupakan BUMN yang bergerak d ibidang pelayanan angkutan kargo kontainer dan curah berbasis transportasi kapal laut.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 13 Jul 2017, 19:57 WIB
Diterbitkan 13 Jul 2017, 19:57 WIB
Setelah Mati Suri 15 Tahun, Djakarta Lloyd Mampu Bangkit

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati meminta persetujuan ke Komisi VI DPR untuk mengucurkan Penyertaan Modal Negara (PMN) ke PT Djakarta Lloyd (Persero) sebesar Rp 379,3 miliar dalam bentuk non tunai di Rancangan Anggaran Pemerintah dan Belanja Negara Perubahan (RAPBN-P) 2017. Namun Komisi VI mempermasalahkannya karena kinerja keuangan Djakarta Lloyd yang masih mencatatkan utang.

Sri Mulyani menjelaskan di depan Komisi VI mengenai kinerja keuangan Djakarta Lloyd yang kian membaik dalam tiga tahun terakhir sudah membukukan keuntungan.

"Pendapatan di 2017 sebesar Rp 425 miliar. Masalah gaji karyawan, pesangon, dan hak normatif sudah diselesaikan pada Mei ini. Likuiditas pun membaik 231 persen," ucap Sri Mulyani saat Raker RKA-KL dengan Komisi VI di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (13/7/2017).

Wakil Ketua Komisi VI, Bowo Sidik Pangarso mengungkapkan Djakarta Lloyd memiliki kapal yang tidak beroperasi. Ia menilai, perusahaan tersebut hanya menjadi agen dan calo, di mana mendapat kontrak kemudian dioper oleh pihak ketiga.

Djakarta Lloyd merupakan, BUMN yang bergerak d ibidang pelayanan angkutan kargo kontainer dan curah berbasis transportasi kapal laut.

"Pendapatannya hanya kurang lebih Rp 10 miliar per tahun, utangnya dengan Subsidiary Loan Agreement (SLA) Rp 1,3 triliun, tapi setelah dihitung ulang menjadi Rp 700 miliar-Rp 800 miliar," terangnya.

"Kalau ini diberikan (PMN), sama saja membeli aset dengan ekuitas, bahaya bu. Sekarang bagaimana risikonya kalau itu kita biarkan. Tidak sehat karena mereka cuma menjadi calo," ia menambahkan.

Bowo pun menyampaikan, Djakarta Lloyd melakukan restrukturisasi sampai dengan 2019. Kewajiban perusahaan membayar utang sekitar Rp 40 miliar per bulan sampai akhir 2017. "Uang dari mana, jadi kalau tidak bisa jangan dipaksakan. Ini PR kita bersama, kalau tidak bisa, tidak usah dipaksakan (PMN)," tegasnya.

Anggota Komisi VI DPR, Darmadi Durianto meminta pemberian PMN di tahu lalu harus dievaluasi. "Jangan sampai yang dijanjikan di 2016 (hasilnya) tidak ada. Yang saya lihat Debt to Equity Ratio (DER) dengan laba meleset," ujarnya.

Mendengar pendapat DPR terkait kinerja keuangan Djakarta Lloyd dan persoalan PMN yang akan disuntikkan pemerintah, Sri Mulyani mengeluarkan pernyataan tegas sebagai bendahara negara.

"Saya hanya ingin meyakinkan sebagai Menkeu, kalau memang harus ditolak Komisi VI, ya ditolak. Dalam arti, kalau secara korporasi tidak feasible dan melihat fundamental korporasi, saya akan terima kasih kalau tidak dianggap feasible," ujar Sri Mulyani.

Apabila Komisi VI ingin memperdalam PMN Djakarta Lloyd di RAPBN-P 2017, Sri Mulyani menyetujuinya. Sebab ia sebagai Menkeu bertugas untuk merancang dan menjalankan APBN secara kredibel, sehingga data ekonomi makro terus terjaga dengan baik. Jadi, bukan untuk mendalami suatu korporasi tertentu.

"Kita memberikan sepenuhnya dukungan kepada Komisi VI untuk mendalami. Karena angka yang saya bacakan dapat dari Deputi. Saya mempercayakan kepada wakil rakyat untuk melakukan pendalaman pada aset negara yang dipisahkan ini, karena sebagai Menkeu ingin terus berhati-hati dalam memberikan PMN," harapnya.

Ada Keteledoran

Komisi VI DPR RI mengaku terkejut dengan usulan Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati yang meminta restu menambah PMN sebesar Rp 2,38 triliun untuk PT Kereta Api Indonesia (Persero) dan PT Djakarta Llyod di RAPBN-P 2017. Masing-masing BUMN ini mendapat Rp 2 triliun dan Rp 379,3 miliar.

"Kita tidak mengharamkan PMN. Tapi seharusnya mematuhi mekanisme pembahasan, menyampaikan dulu ke Komisi VI dulu, sehingga kita tidak terkejut tiba-tiba minta persetujuan PMN dan sudah dibahas di Banggar kemarin sore. Harusnya tata administrasi dipatuhi dengan baik," kata Anggota Komisi VI DPR, Nasril Bahar.

Sri Mulyani menjawab pihaknya akan mengecek surat permohonan rapat pembahasan PMN dua BUMN itu belum masuk ke Komisi VI sampai sekarang ini sehingga sudah dibahas dan disetujui Banggar DPR dengan catatan.

"Saya tidak tahu kalau deputi-deputi (Kementerian BUMN) belum ngasih. Bahkan saya menanyakan ke Dirjen Kekayaan Negara yang sudah ngecek prosesnya di Kemenkeu. Nampaknya ada sedikit keteledoran karena tidak menyampaikan ke Komisi VI. Saya mohon maaf untuk hal ini," tuturnya.

"Tidak ada keinginan secara pribadi, atau secara sengaja. Karena saya jelas tidak sengaja dalam hal ini. Kalau deputi-deputi ini mengatakan tidak sengaja, tapi tetap harus ditegur. Saya mengatakan kalau ini keteledoran, harus ditegur. Kalau di Ditjen Bea Cukai, saya jemur pak. Jadi saya mohon maaf atas nama Kementerian BUMN, tidak mengkomunikasikannya," pungkas Sri Mulyani.

Tonton Video Menarik Berikut Ini:

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya