Sri Mulyani Ingin Suntik Dana ke KAI dan Lloyd, Ini Respons DPR

Sri Mulyani meminta persetujuan Komisi VI DPR untuk menambah PMN ke KAI dan Djakarta Llyod.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 13 Jul 2017, 14:00 WIB
Diterbitkan 13 Jul 2017, 14:00 WIB
20170602-Pembangunan LRT Cawang-Cibubur-Fanani
Pekerja berada di proyek Light Rail Transit (LRT) di sisi jalan Tol Jagorawi, Cibubur, Jakarta, Jumat (2/6). Pembangunan LRT Jabodebek koridor Cawang-Cibubur sudah mencapai 25 persen dan ditarget rampung pada 2019. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati meminta restu DPR untuk menambah Penyertaan Modal Negara (PMN) sebesar Rp 2,38 triliun untuk PT Kereta Api Indonesia (Persero) dan PT Djakarta Llyod pada Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (RAPBN-P) 2017. Masing-masing badan usaha milik negara (BUMN) ini diusulkan mendapat suntikan modal Rp 2 triliun dan Rp 379,3 miliar.

Ini disampaikan Sri Mulyani saat rapat kerja RKA-KL Kementerian BUMN 2017 dan 2018 dengan Komisi VI DPR. 

"Kami mohon Komisi VI untuk menyetujui tambahan PMN tunai Rp 2 triliun untuk KAI dan Llyod sebesar Rp 379,3 miliar dalam bentuk nontunai," kata Sri Mulyani, yang menggantikan Menteri BUMN Rini Soemarno, di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (13/7/2017).

Suntikan modal untuk KAI sebesar Rp 2 triliun secara tunai rencananya akan digunakan untuk membangun Light Rapid Transit (LRT) Jabodebek. Suntikan modal tersebut sudah melalui koordinasi dengan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan dan menteri-menteri terkait.

"PMN ini diberikan supaya KAI bisa membangun LRT Jabodebek sesuai dengan target 2018-2019. Karena keterbatasan belanja negara, maka akan dilakukan kombinasi antara PMN KAI, ditambah dengan Public Service Obligation (PSO) dalam pelaksanaan pengelolaan LRT Jabodebek," kata dia.

Sementara PMN nontunai untuk Djakarta Llyod sebesar Rp 379,3 miliar, kata Sri Mulyani, berasal dari konversi utang Subsidiary Loan Agreement (SLA) menjadi ekuitas. "Pembahasan tambahan PMN untuk KAI dan Llyod sudah dilakukan pemerintah di Banggar DPR RI, kemarin (12/7/2017)," tutur Sri Mulyani.

Atas permohonan persetujuan ini, Anggota Komisi VI DPR, Nasril Bahar, terkejut. "Kita tidak mengharamkan PMN. Tapi seharusnya mematuhi mekanisme pembahasan, menyampaikan dulu ke Komisi VI dulu, sehingga kita tidak terkejut tiba-tiba minta persetujuan PMN dan sudah dibahas di Banggar kemarin sore. Harusnya tata administrasi dipatuhi dengan baik," terangnya.

Sementara itu, anggota Komisi VI lainnya, Bambang Haryo Soekartono, secara tegas menolak tambahan PMN kepada KAI, khususnya untuk pembangunan LRT.

"Saya orang paling tidak setuju untuk PMN LRT. Angkutan tidak efisien, karena di Jepang banyak kecelakaan akibat LRT, ini bahaya. Pembangunan LRT Palembang saja butuh anggaran Rp 10 triliun. Ini bisa dipakai buat beli 100 rangkaian kereta karena satu rangkaian kereta saja hanya Rp 70 miliar," tegasnya.

"Saya tidak setuju buat LRT. Ini pembuangan uang negara," kata Bambang.

Komisi VI DPR belum menyetujui tambahan PMN sebesar Rp 2,38 triliun untuk KAI dan Llyod pada rapat kerja kali ini. Rencananya pendalaman mengenai suntikan modal tersebut akan dibahas secara khusus pada pekan depan.

"Kita tidak mungkin memutuskan PMN dalam rapat kerja hari ini. Komisi VI menyepakati minggu depan dibahas lagi karena saat ini tidak cukup memadai informasi untuk kita sampai pada kesimpulan," pungkas Ketua Komisi VI, Teguh Juwarno.

Tonton video menarik berikut ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya