JK: Hanya Indonesia yang Masih Ribut soal Garam

Sudah 72 tahun merdeka, Indonesia masih berdebat soal garam.

oleh Fauzan diperbarui 10 Agu 2017, 13:39 WIB
Diterbitkan 10 Agu 2017, 13:39 WIB
Petani Garam Jeneponto Batal Rasakan 'Bulan Madu'
Harga garam yang tinggi semanis bulan madu justru tak bisa dirasakan sama sekali oleh petani garam di Jeneponto. (Liputan6.com/Ahmad Yusran)

Liputan6.com, Jakarta - Wakil Presiden Republik Indonesia Jusuf Kalla (JK) menyesalkan perdebatan berbagai kalangan akibat kelangkaan garam yang terjadi di Tanah Air belakangan ini. Menurutnya, semakin panjang perdebatan tersebut, maka masyarakat kecil akan semakin tersiksa.

"Kita kemarin ribut soal garam, tidak ada negara yang ribut soal garam kecuali Indonesia. Tidak ada negara yang ribut gula selain Indonesia, tidak ada negara yang ribut beras selain Indonesia. Semua negara sudah selesai, kita belum selesai," kata Jusuf Kalla di acara pembukaan Hari Kebangkitan Teknologi Nasional ke-22 di Center Point of Indonesia, Makassar, Sulawesi Selatan,  Kamis, (10/8/2017). 

Jusuf Kalla menyayangkan perdebatan soal kebutuhan dasar seperti garam, gula dan beras terjadi di negara yang telah merdeka 72 tahun. "Kita berpikir, apa gunanya punya banyak universitas? Apa gunanya kita begitu banyak memberikan beasiswa? Apa gunanya kita begitu banyak mempunyai lembaga-lembaga? Kalau kebutuhan dasar itu diperdebatkan terus menerus di bangsa yang sudah merdeka 72 tahun," jelasnya.

 

Menurutnya, orang-orang yang berdebat dan berselisih soal garam adalah mereka yang menyiksa orang-orang yang memiliki taraf perekonomian di bawah rata-rata "Apa beda gula dengan garam, ini saya sampaikan semalam waktu rapat. Gula, makin kaya seseorang, makin tinggi konsumsi gula. Garam, makin miskin seseorang, makin tinggi kebutuhan garam. Jadi kalau kita berselisih soal garam, artinya kita menyiksa orang kecil," pungkas dia.

Sebelumnya, untuk menyelesaikan permasalahan garam ini, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, Luhut Binsar Pandjaitan, berencana ekstensifikasi dengan menambah luas lahan garam. Ada tiga area yang menjadi incaran pemerintah dalam program tersebut.

“Kita minta supaya dibuat segera studi kelayakan untuk persoalan garam. Jadi kita enggak mau tergantung lagi (impor). Kita ini kan semua kurang sinergi," tegas Luhut dalam keterangan resminya di Jakarta, Kamis (10/8/2017).

Menurut Luhut, ekstensifikasi lahan garam akan diprioritaskan di tiga wilayah, yakni Nusa Tenggara Timur (NTT), Sulawesi, dan Jawa Timur. Ia melanjutkan, Kupang memiliki lahan seluas 7.000 hektare (ha) yang berpotensi sebagai lahan produksi garam. Begitupun di Sulawesi seluas 2.000 ha dan di Madura.

"Jadi tiga area utama ini akan kita sinergikan demi bisa memenuhi kebutuhan garam, terutama garam konsumsi sebanyak 1,3 juta ton dan garam industri sekitar lebih dari 2 juta ton,” Luhut menerangkan.

Saat ini, diakui Luhut, proses studi sedang berlangsung dan ditargetkan selesai bulan depan dengan mengandalkan periset dalam negeri. Ia menambahkan, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) sudah memiliki teknologi pengolahan garam yang tidak tergantung cuaca.

Tonton Video Menarik Berikut Ini:


POPULER

Berita Terkini Selengkapnya