RI Berpotensi Kembangkan Energi Bebas Karbon

Pemanfaatan energi terbarukan dinilai memang seharusnya menjadi fokus dalam kebijakan energi Indonesia.

oleh Nurmayanti diperbarui 30 Agu 2017, 18:29 WIB
Diterbitkan 30 Agu 2017, 18:29 WIB
20160302-Panel Surya ESDM-Jakarta- Gempur M Surya
Seorang petugas memeriksa panel surya di kantor Kementrian ESDM, Jakarta, Rabu (2/3/2016). Dalam APBN 2016, Kementerian ESDM mengalokasikan dana sebesar Rp 1,4 triliun untuk pengembangan aneka energi terbarukan. (Liputan6.com/Gempur M Surya)

Liputan6.com, Jakarta Direktur Jenderal Asosiasi Nuklir Dunia Agneta Rising berkeyakinan tenaga nuklir merupakan bagian tak terpisahkan dari sinergi energi rendah karbon. Indonesia dinilai memiliki banyak kompetensi dan peluang pengembangan sumber energi ini.

 "Dari yang saya lihat dan pelajari, Indonesia memiliki banyak kompetensi di bidang ini, apalagi karena pengalaman dan profesionalisme yang kuat,” jelas dia, dalam keterangan Rosatom, Rabu (30/8/2017).

Dia mengatakan, akses terhadap sumber energi yang murah, dapat diandalkan, berkelanjutan, dan modern, adalah salah satu poin penting yang tercantum dalam Sustainable Development Goals. Energi nuklir akan memainkan peran penting dalam kombinasi energi bebas karbon.

Dia menyatakan, mungkin ini adalah saat yang tepat untuk lebih memperhatikan fakta bahwa masa depan planet akan bergantung pada keputusan berdasarkan fakta obyektif, dan melepaskan bias lama saat berhubungan dengan tenaga nuklir dan sumber energi hijau lainnya.

Sebagai negara yang berada di khatulistiwa, Indonesia memiliki sumber energi matahari yang melimpah yang cocok untuk digunakan di pulau-pulau kecil dan daerah terpencil yang belum terhubung dengan jaringan listrik.

Nuklir dan Energi Terbarukan

Menurut para ahli, Indonesia sangat berpotensi untuk menjadi produsen panel surya terbesar di dunia. Indonesia termasuk di antara sepuluh negara dengan laju pembangunan pembangkit tenaga air tercepat.

Direktur Jenderal Energi Baru dan Terbarukan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Rida Mulyana pada Mei lalu, mengatakan, Indonesia berencana untuk mengembangkan potensi tenaga angin di 16 lokasi di Indonesia.

Hal ini merupakan upaya dari pemerintah untuk terus mengembangkan sumber-sumber alam di Indonesia yang bisa dimanfaatkan sebagai sumber energi.

Pemanfaatan energi terbarukan dinilai memang seharusnya menjadi fokus dalam kebijakan energi Indonesia. Data dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral mengungkapkan, produksi migas nasional Indonesia terus menurun seiring dengan minimnya kegiatan eksplorasi. Cadangan terbukti minyak sebesar 3,6 miliar barel dengan tingkat produksi 288 juta barel per tahun yang diperkirakan akan habis dalam 12 tahun.

Bebas dari emisi CO2, tenaga nuklir bisa menjadi pilihan untuk dikombinasikan dengan sumber tenaga hijau yang lain. Pendekatan ini didukung Daniel Verwaerde, Administrator Umum di Atomic Energy & Alternative Energies Commission, Prancis, yang mengatakan bahwa sumber energi terbarukan dan sumber energi lain bisa digabungkan tanpa perlu dibeda-bedakan.

Perdebatan tentang sumber tenaga yang lebih baik atau lebih buruk sangat tidak diperlukan, karena pada dasarnya, masing-masing sumber memiliki sifat alamiah yang berbeda.

Tenaga nuklir dan energi terbarukan tidak saling berkompetisi satu sama lain karena masing-masing memiliki kelebihan, pola implementasi, dan keterbatasannya sendiri. Keduanya lebih bersih dari pada sumber energi berbasis hidrokarbon, dan implementasi keduanya tidak saling bersaing.

Bahkan, negara yang fokus pada industri nuklir seperti Rusia kini memiliki fokus yang lebih kuat pada sumber energi hijau lainnya. Rosatom State Atomic Energy Corporation baru-baru ini memasuki sektor energi angin dengan rencana untuk memasang kapasitas 970 MW di Rusia pada tahun 2022.

Negara-negara berkembang lain seperti Banglades dan Mesir juga mulai mengeksplorasi peluang dalam energi nuklir dan mengembangkan proyek pertama mereka di bidang ini.

Tonton video menarik berikut ini:



 


POPULER

Berita Terkini Selengkapnya