OJK: Bank yang Pungut Biaya Top Up Uang Elektronik, Tak Akan Laku

Wimboh mengingatkan, keuntungan yang diambil perbankan dari pengenaan biaya isi ulang uang elektronik harus terukur dan wajar, namun...

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 22 Sep 2017, 14:20 WIB
Diterbitkan 22 Sep 2017, 14:20 WIB
20151104-OJK Pastikan Enam Peraturan Akan Selesai Pada 2015
Tulisan OJK terpampang di Kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Jakarta,(4/11/2015). Pengawas Pasar Modal OJK mengatakan pembahasan enam langkah sudah final karena tidak ada lagi perdebatan dari segi substansi. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menanggapi aturan Bank Indonesia (BI) yang mengenakan isi ulang (top up) uang elektronik maksimal Rp 1.500 antar bank dan pihak ketiga. OJK menilai, pungutan biaya seharusnya mengikuti mekanisme pasar, bukan BI.

"Kalau harga (pricing) kan biar industri yang menentukan, mau ada fee atau tidak fee. Biar mekanisme pasar. BI kan tidak ngatur pricing," kata Ketua Dewan Komisioner OJK, Wimboh Santoso saat ditemui di kantor Kemenko Bidang Perekonomian, Jakarta, Jumat (22/9/2017).

Wimboh mengingatkan, keuntungan yang diambil perbankan dari pengenaan biaya isi ulang uang elektronik harus terukur dan wajar. Namun, mekanisme pasarlah yang akan menentukan nasib perbankan ke depan.

"Kalau bank itu nyari profit harus terukur. Ngasih fee pun tidak boleh sembarangan, harus terukur. Ada bank yang tidak ngasih fee, tapi kalau ada bank yang ngasih fee kan tidak laku (produk uang elektronik)," terang Wimboh.

Untuk diketahui, BI telah menerbitkan peraturan Gerbang Pembayaran Nasional/National Payment Gateway (GPN) pada 20 September 2017, yang salah satunya mengatur biaya isi ulang uang elektronik antar bank dan pihak ketiga sebesar Rp 1.500. Skema harga ini mulai efektif berlaku 20 Oktober 2017.

GPN tertuang dalam Peraturan Anggota Dewan Gubernur No.19/10/PADG/2017 tanggal 20 September 2017. PADG GPN merupakan aturan pelaksanaan dari Peraturan Bank Indonesia No.19/8/PBI/2017 tentang GPN.

BI mengatur skema harga uang elektronik untuk transaksi isi ulang atau top up. Berikut rinciannya:

1) Top Up On Us, yaitu pengisian ulang yang dilakukan melalui kanal pembayaran milik penerbit kartu, untuk nilai sampai dengan Rp 200 ribu, tidak dikenakan biaya. Sementara untuk nilai di atas Rp 200 ribu dapat dikenakan biaya maksimal Rp 750

2) Top Up Off Us, yaitu pengisian ulang yang dilakukan melalui kanal pembayaran milik penerbit kartu yang berbeda/mitra/pihak ketiga, dapat dikenakan biaya maksimal sebesar Rp 1.500.

"Kebijakan skema harga ini mulai berlaku efektif 1 bulan setelah PADG GPN diterbitkan, kecuali untuk biaya Top Up On Us yang akan diberlakukan setelah penyempurnaan ketentuan uang elektronik," kata Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI, Agusman.

Itu artinya, biaya isi ulang uang elektronik dari bank yang berbeda maupun pihak ketiga, seperti minimarket maksimal sebesar Rp 1.500 atau Top Up Off Us mulai berlaku efektif per 20 Oktober 2017.

Agusman mengungkapkan, BI menetapkan batas atas biaya isi ulang uang elektronik sebesar Rp 1.500 guna melindungi konsumen. Sebab pada praktiknya, ada bank dan pihak ketiga yang memungut biaya transaksi isi ulang hingga Rp 6.500.

"Praktiknya selama ini biayanya bisa sampai Rp 6.500. Ini yang kami rapikan agar konsumen lebih terlindungi. Jadi dengan biaya maksimal Rp 1.500, kalau mitra berkenan tanpa bayar (gratis) juga boleh, karena yang diatur batas atasnya," pungkasnya kepada Liputan6.com.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya