Bea Cukai Tolak Usul Bebas Bea Barang Bawaan Senilai US$ 2.500

Ditjen Bea Cukai menegaskan ketentuan batas maksimum bebas bea masuk US$ 250 yang berlaku di Indonesia masuk rentang ICC.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 27 Sep 2017, 19:27 WIB
Diterbitkan 27 Sep 2017, 19:27 WIB
(Foto: Liputan6.com/Fiki A)
Ditjen Bea Cukai menolak usulan kenaikan pembebasan bea masuk atas barang belanjaan penumpang dari luar negeri ke Indonesia

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Keuangan melalui Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC) menolak usulan kenaikan pembebasan bea masuk atas barang bawaan penumpang dari luar negeri ke Indonesia sebesar US$ 2.500 per orang (Rp 33,3 juta) atau US$ 10.000 per keluarga (Rp 133 juta).

Usulan itu naik 10 kali lipat dari peraturan yang berlaku saat ini US$ 250 per orang (Rp 3,3 juta) atau Rp 1.000 per keluarga (Rp 13,3 juta).

Kepala Bidang Kebijakan Kepabeanan dan Cukai Kementerian Keuangan, Nasruddin Djoko Surjono mengungkapkan, ketentuan batas maksimal pembebasan bea masuk US$ 250 per orang atau US$ 1.000 per keluarga atas barang impor yang dibawa penumpang masuk ke Indonesia sudah ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 188/PMK.04/2010.

"Ini aturan sudah lama sejak 2010, bukan aturan baru. Kemudian tiba-tiba mendadak viral lagi karena media sosial. Tapi sekarang kami gencar sosialisasi dan melakukan penegakan hukum," tegas Djoko di acara Diskusi Kongkow Bisnis PASFM di Hotel Ibis, Jakarta, Rabu (27/9/2017).

Djoko menjelaskan, batas maksimum bebas bea masuk yang saat ini berlaku di Indonesia sebesar US$ 250 masih dalam rentang rekomendasi International Chamber of Commerce (ICC) sebesar US$ 200 sampai US$ 1.000 per orang.

Dia menuturkan, Amerika Serikat (AS) sebagai negara liberal pun menetapkan batas maksimum barang bawaan penumpang yang bebas bea masuk sebesar US$ 800. Angka ini naik dari sebelumnya yang sebesar US$ 500.

"Kita masih dalam range ICC, dan AS saja yang negara liberal cuma US$ 800. Jadi kalau kita tetapkan US$ 2.000 besar sekali, ini sama saja kita memberikan fasilitas kepada pelancong supaya tidak bayar pajak. Nilai itu setara impor se-kontainer lho, kan kita harus menegakkan keadilan," Djoko menjelaskan.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

 

Selanjutnya

Pernyataan ini menjawab usulan dari Pengamat Pajak sekaligus Deputi Direktur Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA), Ruben Hutabarat yang mengusulkan kenaikan 10 kali lipat atas batas bea masuk barang impor yang dibawa penumpang dari luar negeri.

"CITA usulkan naik 10 kali lipat untuk batas bebas bea masuk pribadi maupun keluarga. Kita usulkan segitu bukan tanpa alasan, ada dasar pertimbangannya," ujar dia.

Ruben menuturkan, alasan pertama karena batasan itu dianggap tidak akan mengganggu signifikan penerimaan negara dari pos bea masuk. Porsi atau kontribusi BM terhadap penerimaan negara hanya 2 persen, termasuk di daerah perbatasan.

"Jadi kalau dinaikkan 10 kali lipat pun tidak terlalu mengganggu penerimaan negara," ucapnya.

Kedua, Ia mengatakan, penyesuaian batas bebas bea masuk 10 kali lipat tidak akan serta merta membanjiri Indonesia dengan produk-produk impor. Dia mengatakan, penumpang pun saat memborong barang dari luar negeri harus menghitung biaya tambahan bagasi pesawat yang lebih mahal, mempertimbangkan untung rugi.

"Jadi kalau dinaikkan tidak ada kekhawatiran banjir impor secara mendadak. Untuk industri dalam negeri pun tidak akan terganggu, karena biasanya barang-barang yang dibawa traveler dari luar negeri merupakan barang mewah yang substitusinya jarang di Indonesia," kata Ruben.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya