Ada Usulan Bahas Regulasi Bitcoin di G-20, Ini Kata Sri Mulyani

Menkeu Sri Mulyani menuturkan, pertemuan G-20 juga membahas kerja sama antar negara anggota G-20 untuk jaga pertumbuhan ekonomi.

oleh Septian Deny diperbarui 18 Des 2017, 21:26 WIB
Diterbitkan 18 Des 2017, 21:26 WIB
Bitcoin
Ilustrasi bitcoin (Liputan6.com/Sangaji)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan akan melihat terlebih dulu soal inisiasi pembuatan regulasi bitcoin. Hal tersebut menyusul ada keinginan dari Menteri Keuangan Prancis Bruno Le Maire agar regulasi soal bitcoin dibahas dalam pertemuan G-20 di Buenos Aires, Argentina pada 2018.

Sri Mulyani menyatakan, sebenarnya yang dibahas dalam pertemuan tersebut, adalah soal kerja sama antar negara anggota G-20 dalam menjaga pertumbuhan ekonomi global.

‎"Kalau G-20 nanti kita lihat, pertemuan yang akan datang akan dilakukan di Argentina dan agenda yang selama ini diidentifikasikan adalah agenda yang berhubungan dengan bagaimana menjaga pertumbuhan ekonomi," ujar dia di Kantor Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Jakarta, Senin (18/12/207).

Selain itu, lanjut dia, dalam pertemuan tersebut juga akan dibahas soal perpajakan internasional dengan bergulirnya Automatic Exchange of Information (AEoI).

"Dan terutama kerja sama perpajakan internasional yang merupakan achieve sangat baik dari G-20. Jadi kita akan fokus kepada itu," lanjur dia.

Sementara terkait dengan pembahasan regulasi bitcoin, Sri Mulyani menyatakan masih akan melihat inisiatif seperti apa yang akan disampaikan oleh Menteri Keuangan Prancis.‎"Mengenai perkembangan bitcoin nanti kita lihat inisiatif dari menteri keuangan Prancis," ujar dia.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

 

BI: Pengguna Bitcoin Hari Ini Happy, Besok Nangis

Sebelumnya, Bank Indonesia (BI) menyatakan‎ Indonesia bukan satu-satunya negara yang melarang bitcoin sebagai alat transaksi yang sah. Saat ini, sejumlah negara telah menunjukkan sikapnya soal uang virtual ini. Kepala Departemen Kebijakan dan Pengawasan Sistem Pembayaran BI Eni Panggabean mengatakan, negara-negara seperti Korea Selatan, Australia, dan Selandia Baru telah secara tegas melarang bitcoin untuk menjadi alat pembayaran.

"Pada hari ini bisa dilihat di berbagai media. Korea sudah larang, Australia, Selandia Baru sudah larang PJSP (Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran) gunakan bitcoin. Jadi, kami tidak sendirian banyak negara yang melarang,"‎ ujar dia di Kantor BI, Jakarta, Kamis 14 Desember 2017.

Menurut dia, selama ini tidak ada otoritas yang mengatur soal penggunaan bitcoin. Selain itu, nilai dari bitcoin tersebut juga tidak stabil sehingga rawan menimbulkan kerugian bagi penggunanya.

‎"Sudah disampaikan beberapa kali oleh Pak Gubernur (BI) dan Menkominfo Pak Rudiantara, value-nya naik turun seperti roller coster. Kalau hari ini happy, besok bisa nangis. Ini tidak ada unsur perlindungan konsumen. Dan tidak ada otoritas yang mengatur kalau terjadi hal-hal yang tidak sesuai, konsumen tentu tidak ada pihak yang mengatur," jelas dia.

‎Oleh sebab itu, lanjut Eni, pihaknya tidak pernah mengakui bitcoin sebagai alat pembayaran yang sah. Selain itu, BI juga siap memberikan sanksi kepada PJSP yang memfasilitasi penggunaan bitcoin sebagai alat pembayaran.

"Kami juga sudah keluarkan PBI (Peraturan Bank Indonesia). Intinya, kami tidak mengakui (bitcoin) untuk masuk bahkan kalau ada yang melewati PJSP, kami kenakan sanksi karena sudah dilarang. Kami tidak memperbolehkan untuk ditransaksikan di PJSP dan tidak diakui sebagai alat pembayaran dan tidak ada otoritas yang mengatur, maka kalau berfluktuasi merugikan, tidak bermanfaat dan bisa merugikan perekonomian," tandas dia.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya