Listrik dan Harga BBM Tak Naik, PLN Kencangkan Ikat Pinggang

Salah satu langkah efisiensi yang dilakukan PLN terkait pengadaan energi primer, sebagai sumber bahan bakar ‎pembangkit listrik.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 27 Des 2017, 14:20 WIB
Diterbitkan 27 Des 2017, 14:20 WIB
Menteri Jonan dan Dirut PLN Ikut Meriahkan Family Day
Menteri ESDM Ignasius Jonan (kanan), bersama Direktur Utama PLN, Sofyan Basir saat menghadiri Family Day 72 PLN di Kawasan JCC di Jakarta, Minggu (3/12). Kegiatan tersebut bertemakan Kerja Bersama Terangi Indonesia. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta Keputusan pemerintah tidak mengubah harga bahan bakar minyak (BBM) jenis Premium dan Solar subsidi, serta tarif listrik pada periode Januari sampai Maret 2018, membuat PT Pertamina (Persero) dan PT PLN (Persero) mengencangkan ikat pinggang.

Direktur Utama PLN Sofyan Basyir mengatakan, ‎PLN akan terus melakukan efisiensi untuk menjaga agar arus kasnya tetap berjalan normal, ketika tarif listrik untuk golongan subsidi dan nonsubsidi tidak naik.

"Kami mencoba untuk melihat biaya-biaya yang bisa kami lakukan efisiensi kita lakukan. Cash flow-nya masih mencukupi," kata Sofyan, di Kantor Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), Jakarta, Rabu (27/12/2017).

Sofyan menyebutkan, salah satu langkah efisiensi yang dilakukan PLN adalah dalam pengadaan energi primer sebagai sumber bahan bakar ‎pembangkit listrik, yaitu dengan mencari batu bara kualitas baik dan membuat zonasi dalam pengadaan BBM.

"Itu banyak sekali, BBM zonasi, batu bara, kualitas batu bara juga kita cari yang terbaik. Pokoknya kita lakukan efisiensi yang terbaik," tutur dia.

Direktur Utama Pertamina Elia Massa Manik melanjutkan, Pertamina juga akan melakukan efisiensi dalam pengadaan minyak. Selain itu, mengubah skema pengadaan agar jauh lebih efisien.

‎"Jadi sama saya kira, kita lakukan efisiensi. kita lihat bisnis model, jadi perubahan-perubahan bisnis model yang biasa kita stok, kita enggak stok lagi. Jadi, nanti pengadaan yang lebih murah dan cash flow lebih baik, ini akan banyak kita lakukan di kilang dan sektor lain," ‎dia memaparkan.

Menurut Elia, Pertamina berusaha agar tetap mendapat laba meski harga Premium dan Solar bersubsidi tidak naik, sementara harga minyak dunia terus mengalami kenaikan.

"Kalau tahun ini secara finansial Pertamina masih membukukan laba. Kemarin per September masih ada laba US$ 1,99 miliar hampir 2 miliar. Yang sekarang lagi kita jaga itu cash flow supaya tidak ada gangguan," tutup Elia.

Tonton Video Pilihan Ini

Tak Naik, Pertamina Jual Premium dan Solar di Bawah Harga Pasar

Pemerintah telah memutuskan harga bahan bakar minyak (BBM) ‎jenis Premium dan Solar bersubsidi tidak berubah untuk periode 1 Januari sampai Maret 2018. BBM yang dijual PT Pertamina (Persero) saat ini lebih rendah dari harga pasar.

Direktur Pemasaran Pertamina M Iskandar mengatakan, atas penetapan harga Premium penugasan di luar Jawa, Madura dan Bali Rp 6.450 per liter dan Solar Subsidi Rp 5.150 per liter, maka Pertamina menjual lebih murah dari harga pasar atau yang dibeli.

‎"Masih dijual di bawah harga pasar," kata Iskandar, di Kantor Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), Jakarta, Rabu (28/12/2017).

Iskandar mengungkapkan, antara harga jual Premium penugasan yang ditetapkan pemerintah saat ini dan harga pasar ada selisih Rp 1.000 per liter‎. Adapun selisih harga Solar subsidi dengan harga pasar mencapai Rp 2.000 per liter.

"Delta Rp 1.000 lebih untuk Premium, Solar‎ Rp 2.000 lebih," tuturnya.

Sementara itu, Direktur Utama PT Pertamina ‎(Persero) Elia Massa Manik mengatakan, adanya selisih harga Premium dan Solar penetapan pemerintah dengan harga di pasar karena harga minyak dunia terus merangkak naik. Sampai November 2017, rata-rata harga minyak dunia sudah tembus US$ 50 per barel, sedangkan periode yang sama tahun lalu berada di level US$ 38 per barel.

"Kita harus bicara average, memang dia (minyak dunia) naik. Nanti kita lihat tiga bulan, apakah ini turun atau tidak. Jadi, kalau kita lihat sampai November itu harga crude rata-rata US$ 50 per barel, tahun lalu US$ 38 per barel,"‎ tutup Elia.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Live Streaming

Powered by

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya