Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah diminta untuk tidak terburu-buru untuk membentuk holding migas. Pembentukan holding tersebut setidaknya harus menunggu rampungnya Rancangan Undang-Undang (RUU) Migas.
Anggota Komisi VII DPR, Eni Maulani Saragih mengatakan, pemerintah harusnya menunggu rampungnya pembahasan RUU migas yang sedang digodok oleh DPR. Hal ini agar tatakelola kelembagaan migas dapat diperbaiki secara holistik dan tidak terjadi kerancuan.
"Mestinya tunggu dulu penyelesaian UU, baru kemudian holding. Selain itu juga, holding perlu persetujuan DPR. Meskipun niat dan tujuan holding itu baik, kalau tidak ada pengawas dari DPR, itu bahaya," ujar dia dalam keterangan tertulis di Jakarta, Jumat (19/1/2018).
Advertisement
Baca Juga
Menurut dia, jika pembentukan holding ini tidak mampu mengkonsolidasikan nilai aset, maka tujuan holding untuk memperbesar neraca keuangan sebagai jaminan mendapatkan tambahan modal akan tidak tercapai.
"Dengan demikian ekspansi usaha yang diharapkan tidak terjadi dan bisnis perusahaan hanya berjalan seperti biasanya," kata dia.
Selain itu, DPR juga mempertanyakan pembentukan holding pertambangan yang telah resmi dibentuk. Dalam hal ini, PT Inalum menjadi induk dari holding tersebut.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi VI DPR Inas Nasrullah Zubir menyatakan pembentukan holding pertambangan yang mengalihkan saham milik pemerintah dari PT Aneka Tambang (Antam) Tbk sebesar 65 persen, PT Bukit Asam (PT BA) Tbk sebesar 65,02 persen, PT Timah Tbk sebesar 65 peren, kepada PT Inalum (Persero) berpotensi tidak bisa dikonsolidasikan.
Menurut dia, hal ini lantaran terkendala dengan saham istimewa pada anak usaha holding. Sebagaimana diketahui, setelah saham pemerintah dialihkan kepada induk holding, dalam hal ini Inalum, maka secara otomatis PT Timah, Antam dan PT BA menjadi anak perusahaan Inalum.
"Namun pemerintah tidak mengalihkan semua sahamnya dari anak holding, melainkan menyisakan sebagian kecil saham untuk mempertahankan statusnya sebagai perusahaan BUMN," kata dia.
‎Jika seperti ini, lanjut Inas, maka pemerintah telah bertindak tidak adil pada pemilik saham mayoritas. Sebab, sekecil apa pun saham pemerintah pada anak perusahaan holding (saham istimewa) akan mampu mengintervensi anak perusahaan tersebut.
"Ini tentu kesewenag-wenangan, misalkan satu persen saja saham pemerintah pada anak perusahaan holding, pemerintah bisa mengintervensi kebijakan pada anak perusahaan itu. Padahal disitu terdapat saham publik. Nah aturan itu mengacu ke mana, sebab dalam UU tidak ada," tandas Inas.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Â
Â
Jadi Anak Usaha Pertamina, PGN Segera Minta Restu Pemegang Saham
Sebelumnya, PT Perusahaan Gas Negara Tbk atau PGN berencana menggelar Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) pada 25 Januari 2018. Adapun agenda RUPSLB, salah satunya terkait perubahan anggaran dasar.
Mengutip keterbukaan Bursa Efek Indonesia (BEI), Kamis 18 Januari 2018, Sekretaris Perusahaan PGN Rachmat Hutama menjelaskan, perubahan anggaran dasar ini terkait perubahan status PGAS yang semula Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menjadi Perseroan Terbatas yang disebabkan oleh pengalihan seluruh saham Seri B milik pemerintah ke PT Pertamina (Persero).
Pemerintah sendiri menjadi pemegang mayoritas saham Seri B dengan kepemilikan sebesar 56,6 persen.
Dia melanjutkan, atas pengalihan tersebut, pemerintah tetap memiliki kontrol atas perusahaan dengan kode saham PGAS ini. Pasalnya, pemerintah menggenggam saham Seri A Dwiwarna serta 100 persen saham di Pertamina.
"Negara Republik Indonesia tetap memiliki kontrol baik secara langsung maupun tidak langsung di PGN (Perusahaan Gas Negara), melalui kepemilikan saham Seri A Dwiwarna dan kepemilikan 100 persen saham pada Pertamina, yang menjadi pemegang saham mayoritas pada PGN," jelasnya.
Sejalan dengan itu, dia menjelaskan, pembentukan holding migas masih berjalan sampai saat ini. Dia menjelaskan, pada akhirnya PGN akan mengambil alih PT Pertamina Gas yang merupakan anak usaha Pertamina.
"Pembentukan holding migas merupakan suatu rangkaian kegiatan yang pada akhirnya adalah pengambilalihan PT Pertamina Gas, anak perusahaan Pertamina, oleh PGN dalam rangka integrasi kegitan hilir gas bumi. PGN telah melakukan diskusi dan koordinasi dengan Pertamina sehubungan dengan transaksi ini," tukas dia.
Advertisement