Saham RI Mayoritas, Operasi Tambang Papua Tetap di Tangan Freeport

Kontrak Karya (KK) PT Freeport Indonesia yang mengelola tambang emas dan tembaga di Papua akan berakhir pada 2021.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 14 Feb 2018, 10:45 WIB
Diterbitkan 14 Feb 2018, 10:45 WIB
Freeport Indonesia (AFP Photo)
Freeport Indonesia (AFP Photo)

Liputan6.com, Jakarta - PT Freeport Indonesia akan tetap menguasai kegiatan operasi pengelolaan tambang di Papua, meski pihak nasional telah menguasai saham mayoritas 51 persen.

Deputi bidang Usaha Pertambangan, Industri Strategis, dan Media Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Fajar Harry Sampurno mengatakan, pemerintah telah menyerahkan kegiatan operasi tambang tembaga di Papua digarap oleh Freeport, setelah perundingan selesai dilakukan.

"Operasi sudah diserahkan, yang mengoperasikan itu Freeport Indonesia," kata Fajar, di Jakarta, Rabu (12/2/2018).

Dengan adanya keputusan tersebut, maka induk usaha (holding) BUMN Tambang yang dipimpin oleh PT Indonesia Asahan Alumunium (Persero) hanya memiliki saham saja bersama pemerintah daerah.

Dia pun menegaskan, meski tetap dioperasikan Freeport, tambang tersebut bukan dikuasai induk perusahaan tambang asal Amerika Serikat tersebut, yaitu Freeport McMorant.

"Inalum hanya memiliki saham saja bersama pemerintah daerah, jadi yang operasikan freeport Indonesia, bukan Freeport McMorant bukan juga Inalum, ya normal saja," jelasnya.

Fajar melanjutkan, saat ini pihak pemerintah dan Freeport sedang menyiapkan direksi untuk memimpin perusahaan tersebut setelah‎ menjadi pemegang status Izin Usaha Pertambangan. Khusus (IUPK) paten.

"Nah itu yang sedang disiapkan, berapa mereka berapa kita, biasa lah itu," tutup Fajar‎.

 

Kontrak Karya Selesai

PT Freeport Indonesia
5 Kejadian Tragis yang Dialami Karyawan PT Freeport Indonesia

Sebelumnya, Kontrak Karya (KK) PT Freeport Indonesia yang mengelola tambang emas dan tembaga di Papua akan berakhir pada 2021. Pemerintah didesak untuk menunggu masa kontrak selesai dan bisa menguasai tambang milik perusahaan asal Amerika Serikat tersebut ketimbang membeli 51 persen sahamnya.

Namun menurut Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Ignasius Jonan apabila ingin mengambil alih pengelolaan tambang bawah tanah, seperti Grasberg dan Big Gossan dengan menyetop perpanjangan kontrak, pemerintah harus menunjuk kontraktor asing.

"Kalau tidak diperpanjang (kontrak), ada yang berpandangan bisa diserahkan ke kontraktor asing lain untuk mengelola. Tapi ada yang berpandangan diserahkan ke PT Aneka Tambang (Antam) Tbk," ujar Jonan 25 Januari lalu.

Dia pesimistis dengan kemampuan Antam mengelola tambang bawah tanah, penghasil emas dan tembaga terbesar di dunia itu.

Alasannya, Jonan mengaku Badan Usaha Milik Negara (BUMN) maupun perusahaan nasional tidak memiliki pengalaman mengelola tambang yang dinilai sangat kompleks tersebut.

"Kalau diserahkan ke Antam, saya yakin tidak bisa karena expertise-nya tidak pernah ada. Karena ini adalah tambang tembaga bawah tanah yang panjang terowongannya 700 km dan kita tidak pernah mengelola tambang sekompleks ini. Di dunia pun, ini one of the most kompleks engineering design yang pernah dibikin untuk tambang bawah tanah," tegas Jonan.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya