LEN Gandeng Perusahaan Bulgaria Kembangkan Teknologi PLTS

PT LEN Industri (Persero) menggandeng perusahaan infrastruktur kelistrikan Bulgaria, International Power Supply (IPS) untuk mengembangkan teknologi PLTS dengan harga murah.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 22 Feb 2018, 13:27 WIB
Diterbitkan 22 Feb 2018, 13:27 WIB
PLTS Cirata, Purwakarta, Jawa Barat.
PLTS Cirata, Purwakarta, Jawa Barat. (Foto: Pebrianto Eko/Liputan6.com)

Liputan6.com, Jakarta - PT LEN Industri (Persero) menggandeng perusahaan infrastruktur kelistrikan Bulgaria, International Power Supply (IPS) untuk mengembangkan teknologi Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) dengan harga yang murah.

Diretur Utama LEN Industri, Zaki Gamal Yasin mengatakan, perusahaan berusaha menjawab tantangan pemerintah, menyediakan listrik dengan harga terjangkau bagi masyarakat.

"Kita ingin melaksanakan seperti yang‎ pak menteri (ESDM) katakan harus terjangkau," kata Zaki, dalam acara Sustainable Off-grid Electrification and Renewable Energy Opportunities In Indonesia di Jakarta, Kamis (22/2/2018).

Menurutnya, saat ini harga komponen pembangkit listrik berbasis Energi Baru Terbarukan (EBT) masih relatif mahal. Sebab itu untuk menciptakan harga listrik yang terjangkau harus dimulai dengan mencari teknologi yang murah, sehingga dapat menurunkan biaya investasi pembangunan pembangkit.

Zaki lebih jauh mengungkapkan, untuk menciptakan teknologi yang murah, sehingga dapat memproduksi listrik dengan harga terjangkau dalam hal ini pembangunan PLTS, LEN menggandeng IPS.

Berdasarkan pengalaman ‎perusahaan infrastruktur listrik asal Bulgaria tersebut, diyakininya dapat menciptakan teknologi untuk memproduksi listrik dengan harga yang terjangkau.

"Jadi kita tempati IPS perusahaan yang lebih advance teknologinya, dengan harapan tadi sekian banyak EBT yang belum murah salah satunya PLTS menjadi terjangkau," tuturnya.

‎Untuk tahap awal, LEN dan IPS akan bekerja sama untuk pengembangan teknologi, namun tidak menutup kemungkinan kedua belah pihak menjalin kerja sama untuk membangun industri PLTS di Indonesia.

"Baru sharing teknologi (PLTS) belum sampai manufaktur. Kan LEN juga mau kembangin manufakturnya lebih banyak lagi," tandas Zaki. 

Tonton Video Pilihan di Bawah Ini:

Cerita Bos Inalum soal Rumitnya RI Rebut 51 Persen Saham Freeport

Pemda Papua Dapat 10 Persen Saham Freeport
Menteri ESDM, Ignasius Jonan saat acara penandatangan perjanjian Pengambilan Saham Divestasi PT Freeport Indonesia, Jakarta, Jumat (12/2). Holding perusahaan tambang akan mendapatkan 51% saham dari PT Freeport Indonesia. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Direktur Utama PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero), Budi Gunadi Sadikin menyatakan, untuk menguasai 51 persen saham PT Freeport Indonesia harus menghadapi proses rumit. Alasannya tidak hanya melibatkan anak usaha Freeport McMoran itu.

Budi mengungkapkan, Freeport Indonesia menjalin komitmen dengan beberapa pihak terkait kepemilikan saham. Di antaranya hak partisipasi dengan Rio Tinto sebesar 40 persen dalam pengelolaan tambang Grasberg di Papua. Karena itu untuk memiliki 51 persen saham Freeport Indonesia cukup rumit.

"Realisasi kondisi kepemilikan PT Freeport Indonesia sekarang cukup kompleks ya ternyata, karena ada keterkaitan pihak yang lain, enggak hanya Freeport Indonesia," kata Budi di Gedung DPR, Jakarta pada 29 Januari 2018. 

Menurut Budi, pemerintah harus mengurai permasalahan tersebut, dengan berkoordinasi ke pihak-pihak yang memiliki komitmen agar 51 persen saham Freeport bisa dikuasai Indonesia.

‎"Jadi kalau kita mau mengambil 51 persen, kita mesti melibatkan semua orang yang terkait dengan kepemilikan saham ini. Kalau enggak, enggak bisa tercapai target 51 persen itu," tutur mantan Dirut Bank Mandiri itu.

Namun ketika ditanyakan cara detail penyelesaian masalah tersebut, Budi belum bisa menyebutkan. Dia hanya menjamin komitmen pihak lain, terkait kepemilikan saham dengan Freeport Indonesia bisa diselesaikan sehingga 51 persen saham bisa dimiliki pihak nasional.

"Tapi untuk detailnya seperti apa, strukturnya seperti apa, aku belum bisa cerita. Karena kita masih dalam proses. Tapi itu enggak usah khawatir tujuannya kita mau ambil 51 persen saham," tandasnya.

Sebelumnya, pemerintah Indonesia akan mengakuisisi hak partisipasi perusahaan tambang Australia Rio Tinto, yang bekerja sama dengan FreeportMcMoran dalam pengelolaan tambang Grasberg Papua.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan mengatakan, untuk memiliki saham PT Freeport Indonesia sebesar 51 persen, hak partisipasi perusahaan lain yang telah bekerja sama dengan Freeport juga menjadi miliki nasional. Dalam hal ini adalah hak partisipasi Rio Tinto sebesar 40 persen.

"Untuk mencapai 51 persen, 40 persen participating interest Rio Tinto itu akan diakuisisi oleh BUMN yang ditugasi oleh Pemerintah Indonesia, bersama-sama dengan BUMD dan suku-suku besar yang terkait dengan operasi Freeport Indonesia," kata Jonan, seperti ditulis Rabu (6/12/2017).

Jonan melanjutkan, selain mencaplok hak partisipasi Rio Tinto, saham Freeport Indonesia sebesar 9 persen yang dibeli Freeport McMoran dari PT Indocopper ‎juga akan diakuisisi pihak nasional.

"Selanjutnya, kepemilikan saham FCX (Freeport McMoran) di PT Indocopper Investama sebesar 9 persen, juga akan dibeli pemerintah Indonesia sehingga totalnya kurang lebih akan mencapai 51 persen," ungkap Jonan.

Terkait proses perundingan pelepasan saham (divestasi) Freeport Indonesia sebesar 41,64 persen, untuk menggenapi menjadi 51 persen. Menurut Jonan saat ini perundingan tersebut masih berjalan.

"Sampai saat ini, negosiasi sudah dilakukan, dan mulai dibahas legal drafting soal akuisisi saham," jelasnya.

Untuk diketahui, kerja sama FreeportMcMoran dengan Rio Tinto ‎dimulai 1995 untuk mengelola tambang Grasberg di Papua. Rio Tinto memiliki hak 40 persen atas hasil produksi yang telah mencapai level tertentu. Namun setelah 2021, Rio Tinto mendapat bagian 40 persen atas produksi tambang Grasberg milik Freeport Indonesia.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya