Keruk Emas RI hingga 2041, Freeport Bakal Setor Rp 82 Triliun ke Negara

Freeport Indonesia akan menyetor kewajiban sebesar US$ 6 miliar ke Indonesia.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 07 Mar 2018, 20:42 WIB
Diterbitkan 07 Mar 2018, 20:42 WIB
Tambang Freeport
(Foto:Liputan6.com/Pebrianto Wicaksono)

Liputan6.com, Jakarta - PT Freeport Indonesia akan menyetor kewajiban kepada Indonesia sebesar US$ 6 miliar dari 2018 sampai 2041. Setoran itu akan masuk di pos Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Sementara tahun ini, pendapatan negara dari perusahaan tersebut sebesar US$ 756 juta. 

Executive Vice President ‎PT Freeport Indonesia Tony Wenas mengatakan, dengan adanya kepastian perpanjangan ‎masa operasi 2 x 10 tahun, maka Freeport dapat memperkirakan besaran PNBP yang disetor ke negara hingga 2041, yaitu sebesar US$ 6 miliar. Jika dihitung dengan kurs rupiah saat ini sebesar Rp 13.700 per dolar AS, maka setoran itu sekitar Rp 82,2 triliun dalam kurun waktu 24 tahun mendatang. 

"Total PNBP diperkirakan untuk 2018 sampai 2041 sampai US$ 6 miliar," kata Tony saat rapat dengan Komisi VII DPR, di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (7/3/2018).

Tony mengungkapkan, untuk realisasi total PNBP yang diterima negara dari kegiatan pertambangan Freeport selama 2017 mencapai US$ 151 juta. PNBP tersebut terdiri dari royalti sebesar US$ 150,9 juta, iuran tetap US$ 0,4 juta, PNBP lainya US$ 0,1 juta.

"Kalau realisasi total PNBP US$ 151 juta di 2017," tutur Tony.

Tony melanjutkan, sepanjang 2017,  Freeport Indonesia juga telah menyetor dividen ke pemerintah sebesar US$ 135 juta, bea keluar US$ 82 juta, PPh Badan US$ 108 juta dan penerimaan lainnya US$ 280. Jika total dengan PNBP, maka uang yang disetorkan Freeport ke negara mencapai US$ 756 juta atau Rp 10 triliun.

"Sehingga total penerimaan negara yang dibayar Freeport Indonesia mencapai US$ 756 juta atau Rp 10 triliun," ujarnya.

Sebelumnya, pemerintah Indonesia memberikan perpanjangan masa operasi ke Freeport Indonesia selama 2 x 10 tahun. Perpanjangan masa operasi tersebut berlaku setelah berakhirnya masa kontrak pada 2021.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan mengungkapkan, dari hasil negosiasi yang dilakukan, salah satu poin yang telah disetujui adalah ‎perpanjangan masa operasi 2 x 10 tahun.

‎"Presiden setuju berdasarkan UU Nomor 4 tentang Minerba. Perpanjangan operasi maksimum 2 x 10 tahun," kata Jonan.

Dengan ketetapan tersebut, setelah kontrak Freeport habis pada 2021, masa operasinya kembali diperpanjang sampai 2031. Namun, pemerintah tidak langsung memperpanjang masa operasi setelah 2031.

Jonan menuturkan, harus ada syarat yang harus dipenuhi oleh perusahaan tambang asal Amerika Serikat tersebut, jika ingin mendapat perpanjangan masa operasi untuk periode 10 tahun berikutnya hingga 2041.

‎"Nanti tergantung syaratnya, pajak misalnya. Bisalah, saya bilang ke Freeport, tentunya kita punya kepentingan yang sama besar," tutur dia.

Jonan mengungkapkan, syarat tersebut akan dicantumkan dalam ketentuan IUPK. Dengan ada kepastian ini, Freeport Indonesia bisa langsung mengusulkan perpanjangan masa operasi untuk periode 10 tahun pertama.

"Perpanjangan pertama bisa dicantumkan segera, lima tahun kedua nanti bisa diajukan 2021," tutur Jonan

Sebab Pemerintah Ingin Kuasai Saham Freeport Sebelum 2021

Pemda Papua Dapat 10 Persen Saham Freeport
Menteri ESDM, Ignasius Jonan saat acara penandatangan perjanjian Pengambilan Saham Divestasi PT Freeport Indonesia, Jakarta, Jumat (12/2). Holding perusahaan tambang akan mendapatkan 51% saham dari PT Freeport Indonesia. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan mengungkap penyebab pemerintah kukuh memiliki 51 persen saham PT Freeport Indonesia sebelum habis kontrak pada 2021.

Jonan mengatakan, jika pemerintah mengambil alih saham 51 persen setelah habis kontrak pada 2021, maka harus menempuh cara membayar nilai buku seluruh investasi yang diakukan Freeport selama beroperasi di Indonesia.‎ Hal ini telah diatur dalam Kontrak Karya (KK) antara Freeport dan pemerintah.

"Jawabannya satu bahwa kalau mislanya ditunggu 2021 ambil alih harus bayar sekurangnya nilai buku dari semua investasi Freeport dilakukan di situ," kata Jonan, di Kantor‎ Kementerian ESDM, Jakarta, Senin (5/3/2018).

‎Jonan melanjutkan, jika proses tersebut yang ditempuh tidak mudah, akan memakan banyak waktu dan biaya yang besar.

"Nanti kalau penilaiannya pengambilalihan juga bukan saya bilang tidak mudah, makan waktu dan harus bayar karena di kontrak karya gitu," ungkap dia.

Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Bambang Gatot menuturkan, dalam KK menyebutkan perusahaan berhak mengajukan perpanjangan kontrak. Poin ini multitafsir karena bisa disalahartikan dan mengakibatkan penyelesaian jalur hukum arbitrase.

"Perusahaan berhak mengajukan perpanjangan itu menjadi perhatian sendiri, kemungkinan bisa diarbitrase," tandasnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya