Liputan6.com, Jakarta Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia (PPSKI) meminta pemerintah mengeluarkan aturan yang lebih tinggi dari Peraturan Kementerian Pertanian (Permentan) tentang peredaran Susu Segar Dalam Negeri (SSDN).
Selama ini, ketentuan terkait hal tersebut hanya dalam Permentan Nomor 26 Tahun 2017 tentang Penyediaan dan Peredaran Susu.
Baca Juga
Sekretaris Jenderal PPSKI Rochadi Tawaf mengatakan, urusan penyediaan susu segar di dalam negeri bukan sekedar soal produksi, tetapi juga impor dan industri pengolahan susu tersebut. Sebab itu, dibutuhkan aturan yang lebih tinggi sebagai payung hukumnya.
Advertisement
"Permentan tidak ampuh, karena hanya mengatur sebatas produksi saja. Sedangkan urusan susu juga berkaitan dengan impor dan industri pengolahan secara keseluruhan, itu merupakan wilayah Kementerian Perdagangan dan Kementerian Perindustrian," ujar dia dalam keterangan tertulis di Jakarta, Jumat (16/3/2018).
Sehingga, lanjut Rochadi, perlu ada Peraturan Presiden (Perpres) yang bisa mengatur semua kementerian terkait. Dengan demikian, aturan mengenai penyerapan dan peredaran SSDN, termasuk kemitraan dengan peternak lokal bisa berjalan lebih efektif.Â
"Ada empat kementerian yang harus bekerja sama, yakni Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, Kementerian Pertanian, dan Kementerian Koperasi UKM. Tidak bisa sendiri-sendiri," kata dia.
Â
Pemberian Sanksi
Selain itu yang tidak kalah penting dari keberadaan Perpres tersebut yaitu untuk mengatur soal sanksi yang akan diberikan, jika ada Industri Pengolahan Susu (IPS) enggan bermitra dengan peternak lokal dan tak menyerap SSDN.
Menurut Rochadi, pemberian sanksi menjadi tak relevan jika regulasi tidak membawahi seluruh kementerian yang terkait dengan industri susu.Â
"Perlu kebijakan lintas sektor, karena selama ini pemerintah terlihat kurang serius memperhatikan peternak sapi perah lokal," ucap Rochadi.
Dia mengungkapkan, Indonesia sebenarnya pernah memiliki regulasi yang mendukung penuh peternak lokal dan SSDN, yaitu Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 2 Tahun 1985 tentang Koordinasi Pembinaan dan Pengembangan Persusuan Nasional.Â
Inpres tersebut mewajibkan IPS bermitra dengan peternak sapi perah lokal, dan menjadikan SSDN sebagai bahan baku utama produksi. Saat itu, lanjut dia, SSDN mampu memasok hingga 50 persen kebutuhan susu nasional.
"Sayangnya, aturan tersebut direvisi menjadi Inpres Nomor 4 Tahun 1998 untuk mengakomodir perjanjian dengan International Monetary Fund (IMF). Dalam Inpres pengganti tersebut, beberapa ketentuan terkait penyerapan SSDN dan pembatasan impor dihilangkan," tandas dia.
Advertisement