BI Ingatkan Pemerintah Waspadai Dampak Perang Dagang AS-China

Potensi perang dagang antara China dan Amerika Serikat (AS) akan berimbas ke ekonomi global termasuk Indonesia.

oleh Merdeka.com diperbarui 27 Mar 2018, 16:55 WIB
Diterbitkan 27 Mar 2018, 16:55 WIB
20151104-Bahas-Bank-Indonesia
Bank Inodnesia (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Potensi perang dagang antara China dan Amerika Serikat (AS) akan berimbas ke ekonomi global termasuk Indonesia.

"Masalahnya begini kalau misalkan terjadi perang dagang dari China tentunya dampak terhadap Indonesia adalah langsung pada ekspor baja dan aluminium. Kebetulan kita ke Amerika untuk baja aluminium itu memang porsinya kecil," kata Calon Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI), Doddy Budi Waluyo, saat ditemui di Komisi XI, Selasa (27/3).

Meski perkembangan terakhir ekspor Indonesia terus meningkat, namun bila dilihat dari struktur impor AS ke Indonesia hanya 1,3 persen saja. Menurut Dody, pengaruhnya masih sangat kecil. Sedangkan Indonesia lebih banyak ekspor komoditas baja dan aluminium ke China.

"Eskpor kita meningkat tapi kalau dilihat di struktur impornya Amerika, Indonesia hanya 1,3 persen jadi kecil kepada pengaruhnya kepada Indonesia. Kita sendiri lebih banyak ekspor ke Tiongkok untuk kedua komoditas tadi," imbuhnya Doddy yang saat ini menjabat Asisten Gubernur Kepala Dapartemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter, Bank Indonesia.

Doddy mengatakan, Indonesia perlu waspada dampak yang terjadi akibat perang dagang oleh kedua negara tersebut. Hal itu akan berpengaruh kepada ekonomi global.

"Secara keseluruhan pengaruhnya adalah keseluruhan, karena pedagang dunia volume dagang dunia akan melambat dan itu kita harapakan tidak terjadi karena semuanya akan berpengaruh kepada semua negara itungannya adalah PDB kita juga akan terkoreksi," jelas dia.

Sementara pengaruh buruk juga dapat terjadi pada nilai ekspor baja dan aluminium Indonesia juga berpotensi semakin kecil. "Sekitar 0,2 persen itu yang terburuk karena bisa dikatakan kecil karena untuk ekspor aluminium dan baja kita bukan merupakan komoditi," ujar dia.

Diketahui, potensi perang dagang kedua negara tersebut terjadi dipicu lantaran keputusan Presiden AS, Donald Trump yang resmi menandatangani memorandum eksekutif pada Kamis waktu setempat. Memorandum tersebut menetapkan tarif sekitar USD 60 miliar atau sekitar Rp 827,34 triliun atas produk China.

Reporter; Dwi Aditya

Sumber: Merdeka.com

 

Donald Trump Naik Tarif Impor Produk China, Ini Untung Rugi buat RI

BI memperkirakan Pertumbuhan ekonomi Jakarta turun tipis ke 5,85%
Sebuah gedung yang masih dalam tahap penyelesaian di Jakarta, Senin (27/2). Berdasarkan perkiraan Bank Indonesia (BI) angka Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) DKI Jakarta pada tahun 2016 tercatat tumbuh 5,85% secara tahunan. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menandatangani memorandum yang menyatakan, AS akan memberlakukan tarif impor sekitar USD 50 miliar terhadap produk yang berasal China. Memorandum tersebut akan berlaku efektif 60 hari sejak penandatanganan, yaitu setelah daftar produk asal China dipublikasikan.

Menteri Koordinator bidang Perekonomian, Darmin Nasution mengatakan, kebijakan perang dagang ini akan memberi dampak positif dan juga negatif bagi Indonesia.

Dampak positifnya, konsumen Indonesia memperoleh pilihan harga barang yang lebih murah jika China membidik Indonesia untuk memperdagangkan produknya.

"Kenapa jadi pusing? Biar saja dia perang dagang. Itu adalah kelanjutan kebijakan yang lalu ya. Jadi kita imbasnya enggak selalu negatif. Bisa saja ada positifnya. Di satu pihak, ya dilihat dari kepentingan pemakai atau konsumen mungkin dapat barang lebih murah," ujar Darmin di Kantornya, Jakarta, Jumat 23 Maret 2018.

Sementara itu dampak negatif akibat perang dagang tersebut, pengusaha Indonesia akan mendapat banyak saingan jika barang dari China masuk ke dalam negeri. Tentu saja hal ini akan menyusahkan dunia industri.

"Dari kepentingan produsen dapat saingan yang menyusahkan. Maksudnya, pengusaha yang menghasilkan jenis barang yang sama mendapat saingan yang lebih ketat," jelasnya.

"Tapi pada dasarnya jangan buru buru melihat ke kita dulu mereka (Amerika Serikat dan China) saja dulu coba perhatikan bagaimana dampaknya. (Ke Indonesia) pasti ada imbasnya," tambahnya.

Mantan Direktur Jenderal Pajak tersebut menambahkan, terkait kemungkinan Indonesia menggantikan kebutuhan barang ke AS maupun China, masih sulit dilakukan. Sebab, barang yang dibutuhkan keduanya berbeda dengan barang hasil produksi Indonesia. "Enggak sama biasanya barangnya. Kalau sama, dari dulu kita yang berhadapan dengan AS," tandasnya.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

 

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya