Hindari Perang Dagang, AS dan China Negosiasi Tarif Impor

Amerika Serikat dan China negosiasi untuk mencapai kesepakatan sehingga dapat kurangi defisit perdagangan antar kedua negara.

oleh Agustina Melani diperbarui 27 Mar 2018, 12:26 WIB
Diterbitkan 27 Mar 2018, 12:26 WIB
Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin
Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin (Foto:AP)

Liputan6.com, Jakarta - Amerika Serikat (AS) dan China kelihatan saling membalas terkait pengenaan tarif impor barang yang dapat memicu perang dagang. Namun, di sisi lain, kedua negara tersebut juga sibuk untuk menghentikan situasi tak terkendali.

Pada pekan lalu, Presiden Amerika Serikat Donald Trump meningkatkan ketegangan dengan rencana mengenakan tarif impor barang dari China hingga mencapai USD 50 miliar. Langkah tersebut dilakukan usai Trump mengenakan tarif impor baja dan aluminium China.

Pemerintahan China pun menanggapi dengan rencana tersebut dengan menargetkan tarif impor produk AS senilai USD 3 miliar. Pemerintahan China pun memperingatkan kalau dapat membalas lebih jauh terhadap AS. Langkah itu memicu kekhawatiran yang dapat meningkat menjadi perang dagang antara China dan AS.

Namun, Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin menuturkan, kalau dirinya telah berbicara dengan pejabat China untuk mencegah hal tersebut.

“Kami tidak takut perang dagang, tapi itu bukan tujuan kami,” ujar dia dalam wawancara di Fox News yang dikutip dari laman CNN Money, Selasa (27/3/2018).

“Kami akan melanjutkan kebijakan penerapan tarif kami. Kami juga membatasi investasi. Tapi kami secara bersamaan melakukan negosiasi dengan China untuk melihat apakah kami dapat mencapai kesepakatan,” kata dia.

Pemerintah AS ingin China lebih banyak membuka peluang ekonomi lebih luas buat bisnis AS. Selain itu menurunkan defisit perdagangan besar antar kedua negara. Trump menetapkan target pemotongan defisit barang dengan China sebesar USD 100 miliar. Pengurangan defisit tersebut melonjak menjadi USD 375 miliar.

Mnuchin menuturkan, AS ingin China menghapus aturan yang mengharuskan perusahaan asing untuk mendirikan usaha patungan dengan perusahaan China di banyak industri seperti mobil.

Selain itu, menghentikan memaksa pelaku usaha AS menyerahkan kekayaan intelektual yang berharga untuk beroperasi di China. Pencurian kekayaan intelektual adalah alasan yang diberikan oleh pemerintahan Trump buat tarif impor USD 50 miliar yang direncanakan atas barang-barang China.

Selanjutnya

Ekonomi China
Foto: npr.org

Menurut Wall Street Journal, Mnuchin dan Penasihat Perdagangan Trump, yaitu Robert Lighthizer merinci permintaan AS tersebut dalam sebuah surat kepada pejabat ekonomi China pada akhir pekan lalu.

Mereka meminta pemerintahan China untuk mengurangi tarif mobil-mobil AS, meningkatkan pengeluaran semikonduktor AS dan memberikan akses lebih besar untuk sektor keuangan AS. “Kami melakukan percakapan sangat intens dengan mereka,” ujar dia.

Mnuchin juga memperingatkan bila tidak ada kesepakatan yang dapat diterima, AS akan terus maju dengan tarif impor barang China. Adapun tokoh China yang berdiskusi dengan pemerintahan AS, yaitu Liu He, lulusan Harbard yang merupakan Penasihat Presiden China Xi Jinping yang paling terpercaya.Liu berada di Washington berdiskusi dengan pejabat AS pada pekan lalu.

Pembicaraan dengan para pejabat AS tersebut juga soal tarif impor pada baja dan aluminium serta penunjukan diri Liu sebagai wakil perdana menteri.

“Sekretaris Mnuchin memanggil Liu He untuk memberi selamat kepadanya atas pengumuman resmi dari peran barunya,” ujar Juru Bicara Departemen Keuangan.

“Mereka juga bahas defisit perdagangan antara kedua negara dan berkomitmen untuk melanjutkan dialog bagaimana menemukan cara yang disetujui bersama untuk mengurangi,” kata dia.

Kantor berita China Xinhua juga melaporkan soal pembicaraan tersebut. Liu juga kritik dugaan AS soal pencurian kekayaan intelektual China. Liu juga memperingatkan Mnuchin soal China memiliki kemampuan untuk melindungi kepentingan nasionalnya.

 

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya