Liputan6.com, Jakarta - Bank Indonesia (BI) mendukung rencana pemerintah untuk membatasi transaksi uang kartal atau uang tunai. Pembatasan tersebut dalam upaya pencegahan penyuapan, korupsi, politik uang atau money politic, pencucian uang dan tindak pidana lainnya
Direktur Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran BI Erwin Haryono mengatakan, BI secara prinsip sangat mendukung kebijakan yang tengah digodok tersebut.
"Kami sependapat. Saya kira itu himbauan yang baik mungkin konteksnya dengan pemilu dan politik," kata Erwin, di Kantor BI, Kamis (19/4/2018).
Advertisement
Baca Juga
Selain itu, Erwin menilai pembatasan transaksi tunai sejalan dengan BI yang tengah gencar mengkampanyekan gerakan non tunai. "Itu juga sejalan sekali dengan kampanye yang terus digaungkan BI untuk transaksi nontunai," ujarnya.
Selain itu, lanjutnya, tren global saat ini juga sudah mulai meninggalkan transaksi tunai. Dimana hampir di seluruh negara di dunia sudah mulai menerapkan transaksi nontunai.
"Lebih jauh dari itu, sesuai dengan tren global sejauh ini penggunaan transaksi nontunai. Jadi saya kira himbauan PPATK terkait pembatasan transaki dengan uang kartal, kami sependapat baik dari kepentingan bank sentral maupun dengan kondisi global." jelas dia.
Kendati demikian, Erwin mengaku belum mau berkomentar banyak soal kebijakan tersebut. Sebab, aturannya masih dalam pembahasan di DPR. "Ini masih berjalam di DPR, jadi belum bisa banyak komentar." tutup dia.
Reporter: Yayu Agustini Rahayu Achmud
Sumber: Merdeka.com
Usul PPATK
Sebelumnya, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) merencanakan pembatasan terhadap penggunaan uang tunai dalam bertransaksi. Hal itu guna memperkuat upaya pencegahan penyuapan, korupsi, politik uang atau money politic, pencucian uang dan tindak pidana lainnya yang kian waktu terus membengkak.
Kepala PPATK Kiagus Ahmad Badaruddin mengatakan, pihaknya mencatat trend korupsi, penyuapan, dan kejahatan lainnya mengalami kenaikan secara signifikan. Hingga per Januari tahun 2018 ini, PPATK telah menyampaikan 4.155 Hasil Analisis (HA) kepada penyidik.
1.958 HA di antaranya terindikasi tindak pidana korupsi dan 113 HA terindikasi penyuapan dengan modus menggunakan uang tunai dalam bentuk rupiah, uang tunai dalam bentuk mata uang asing, dan cek perjalanan.
"Pemerintah berencana untuk membatasi transaksi tunai maksimal Rp 100 juta. Langkah tersebut perlu dilakukan untuk mempersempit ruang gerak pelaku melakukan tindak pidana," tutur Kiagus Ahmad pada Selasa kemarin.
Menurut Kiagus Ahmad, pelaku tindak pidana memilih untuk menggunakan transaksi tunai untuk mempersulit pelacakan sumber dana. Cara ini bisa memutus penelusuran aliran dana kepada pihak penerima.
"Operasi Tangkap Tangan yang digelar oleh penegak hukum, hampir seluruhnya melibatkan uang tunai dalam kejahatan yang dilakukan," jelas dia.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Advertisement