BI Siap Kerek Suku Bunga Acuan, Ini Reaksi Bos BTN

Dirut Bank BTN Maryono menanggapi kesiapan BI untuk mengerek suku bunga acuan dalam rangka meredam pelemahan rupiah.

oleh Liputan6.com diperbarui 14 Mei 2018, 17:45 WIB
Diterbitkan 14 Mei 2018, 17:45 WIB
Direktur Utama PT Bank Tabungan Negara Tbk (BTN) Maryono
Direktur Utama PT Bank Tabungan Negara Tbk. (BTN) Maryono (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Rencana Bank Indonesia (BI) menaikkan suku bunga acuan atau BI 7-Day Reverse Repo Rate dinilai dapat meredam pelemahan rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Namun demikian, hal tersebut dinilai merupakan opsi terakhir dari bank sentral. 

"Kalau menurut kami itu adalah satu-satunya, andai cara yang lain belum bisa dilakukan. Ya saya kira pasti akan ke arah meningkatnya suku bunga," ujar Direktur Utama Bank Tabungan Negara (BTN) Maryono di Gedung BTN, Jakarta, Senin (14/5/2018).

Kurs rupiah sempat menyentuh level Rp 14.000 per dolar AS. BI pun telah melakukan berbagai intervensi, salah satunya dengan menggelontorkan cadangan devisa (cadev) ke pasar. 

Maryono belum dapat memprediksi berapa besaran basis poin kenaikan suku bunga yang harus dilakukan agar rupiah kembali normal. Dia mengatakan, BI pasti memiliki pertimbangan nilai yang tepat.

"Iya itukan policy yang akan di lakukan BI. Banyak cara yang akan dilakukan di dalam membuat suatu policy untuk antisipasi pelemahan rupiah, antara lain menaikkan suku bunga acuan. Tapi itu (besarannya) BI nanti yang tentukan," jelasnya.

 

 

Reporter : Anggun P. Situmorang

Sumber : Merdeka.com

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


BI Siap Naikkan Suku Bunga

Gubernur BI, Agus Martowardojo
Gubernur BI, Agus Martowardojo (Liputan6.com/Immanuel Antonius)

Bank Indonesia (BI) tengah dan akan mengambil langkah strategis untuk menciptakan stabilitas perekonomian nasional. Langkah tersebut untuk mengantisipasi peningkatan tantangan global.

Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo menjelaskan, ada beberapa risiko global yang dihadapi Indonesia saat ini yaitu kenaikan suku bunga Amerika Serikat (AS), meningkatnya harga minyak dunia, menguatnya risiko geopolitik sebagai akibat meningkatnya sengketa dagang AS-China dan pembatalan kesepakatan nuklir AS-Iran. 

Risiko tersebut mengakibatkan menguatnya dolar AS terhadap seluruh mata uang dunia, termasuk rupiah.

Untuk periode 1-9 Mei 2018 (month to date), rupiah telah melemah 1,2 persen, baht Thailand tertekan 1,76 persen, dan lira turki anjlok 5,27 persen.

Sementara sepanjang 2018 (year to date) rupiah melemah 3,67 persen, peso Pilipina turun 4,04 persen, Rupe India tertekan 5,6 persen, real Brazil Real anjlok 7,9 persen, rubel Russian melemah 8,84 persen, dan lira Turki anjlok 11,42 persen.

Melemahnya nilai tukar rupiah dalam beberapa pekan terakhir sudah tidak lagi sejalan dengan kondisi fundamental ekonomi Indonesia saat ini.

Terkait hal tersebut, dan melihat masih besarnya potensi tantangan dari kondisi global yang dapat berpotensi menganggu kesinambungan pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam jangka menengah panjang, BI akan secara tegas dan konsisten mengarahkan dan memprioritaskan kebijakan moneter pada terciptanya stabilitas.

"BI memiliki ruang yang cukup besar untuk menyesuaikan suku bunga kebijakan (7 Days Reverse Repo). Respons kebijakan tersebut akan dijalankan secara konsisten dan pre-emptive untuk memastikan keberlangsungan stabilitas," jelas Agus dikutip dari keterangan tertulis, Jumat (11/5/2018). 

Agus melanjutkan, di pihak lain, BI juga akan konsisten mendorong berjalannya mekanisme pasar secara efektif dan efisien, sehingga ketersediaan likuiditas baik di pasar valuta asing dan pasar uang tetap terjaga dengan baik.

Operasi moneter di pasar valuta asing tetap akan dilakukan untuk meminimalkan volatilitas nilai tukar agar keyakinan pelaku ekonomi dapat dipastikan tetap terjaga.

Operasi moneter di pasar uang akan terus dilakukan untuk memastikan ketersediaan likuiditas rupiah yang memadai dan terjaganya stabilitas suku bunga di pasar uang, dalam koridor yang sejalan dengan stance kebijakan moneter Bank Indonesia.

Kolaborasi dengan otoritas terkait dan industri keuangan terutama asosiasi, akan semakin diperkuat untuk memperdalam dan mengefisienkan price discovery di pasar valuta asing dan pasar uang, termasuk melalui penambahan variasi instrumen, penguatan infrastruktur pasar keuangan, dan memperkuat kredibilitas suku bunga acuan pasar (market reference rate).

Koordinasi dengan pemerintah akan semakin diperkuat untuk memastikan terjaganya inflasi sesuai sasaran, memastikan berjalannya reformasi struktural secara efektif untuk memperkuat struktur neraca transaksi berjalan dan neraca modal, serta berbagai kebijakan struktural lainnya untuk meningkatkan daya saing perekonomian.

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya