Rupiah Melemah, Cadangan Devisa RI Turun Jadi USD 124,9 Miliar

Posisi cadangan devisa (cadev) Indonesia akhir April 2018 sebesar USD 124,9 miliar atau turun USD 1,1 miliar dari posisi akhir Maret 2018.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 08 Mei 2018, 18:25 WIB
Diterbitkan 08 Mei 2018, 18:25 WIB
BI
BI (Merdeka.com/Arie Basuki)

Liputan6.com, Jakarta - Bank Indonesia (BI) mencatat posisi cadangan devisa (cadev) Indonesia akhir April 2018 sebesar USD 124,9 miliar. Jumlah ini turun USD 1,1 miliar dari posisi akhir Maret yang sebesar US$ 126 miliar. 

Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI, Agusman mengungkapkan, penurunan cadangan devisa pada April ini utamanya dipengaruhi oleh penggunaan devisa untuk pembayaran utang luar negeri pemerintah.

"Serta untuk stabilisasi nilai tukar rupiah di tengah ketidakpastian pasar keuangan global yang masih tinggi," kata dia dalam keterangan resminya di Jakarta, Selasa (8/5/2018). 

Agusman menegaskan, posisi cadangan devisa di bulan keempat sebesar USD 124,9 miliar ini masih cukup tinggi, meskipun lebih rendah dibandingkan dengan posisi akhir Maret 2018 sebesar USD 126 miliar.

"Posisi cadangan devisa tersebut setara dengan pembiayaan 7,7 bulan impor atau 7,4 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor," jelasnya. 

BI menilai cadangan devisa tersebut mampu mendukung ketahanan sektor eksternal serta menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan.

"Ke depan, BI memandang cadangan devisa tetap memadai didukung terjaganya keyakinan terhadap prospek perekonomian domestik yang membaik dan kinerja ekspor yang tetap positif," tukas Agusman. 

 

 

 

BI Siap Naikkan Suku Bunga Acuan

Rupiah Melemah
Rupiah Melemah (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Bank Indonesia (BI) mempertimbangkan untuk menaikkan suku bunga acuan atau 7-day Reverse Repo Rate. Upaya ini sebagai salah satu upaya untuk mengendalikan nilai tukar rupiah terus melemah hingga tembus 14.000 per dolar Amerika Serikat (AS)

Deputi Gubernur Senior BI Mizra Adityaswara mengatakan, hal tersebut akan dibahas dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) yang digelar pada pertengahan bulan ini.

"BI kan sudah sampaikan bahwa nanti di RDG tanggal 16-17 Mei ada RDG bulanan untuk tentukan stance kebijakan moneter," ujar dia di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Selasa (8/5/2018).

Mirza mengungkapkan, dalam memutuskan kenaikan suku bunga acuan, BI akan melihat data-data yang ada, mulai dari inflasi hingga pergerakan arus modal global. Kebijakan bank sentral AS juga akan dijadikan bahan pertimbangan.

"BI akan melihat data inflasi, ekspor impor, neraca pembayaran. Tentu kita juga lihat bagaimana arus modal di dunia, kita juga lihat bagaimana arah kebijakan AS yang akan naik Juni," kata dia.

Selain itu, BI juga akan melihat bagaimana pergerakan suku bunga acuan di negara lain. Diakui Mirza, saat ini sejumlah negara telah menaikkan suku bunganya sebagai respons atas kebijakan bank sentral AS.

"Juga suku bunga negara tetangga. Malaysia naik, Korea naik, Australia naik. Nanti kita akses. Kalau memang diperlukan kenaikan suku bunga, ya kita harus melakukan adjusment," ungkap dia.

Dengan upaya yang dilakukan BI serta adanya langkah dari pemerintah, Mirza berharap nilai tukar rupiah bisa kembali menguat, di bawah 14.000 per dolar AS.

"(Rupiah bisa di bawah 14.000?) Bisa," tandas dia.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya