Liputan6.com, Jakarta - Penyaluran Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) akan menggunakan alat khusus sehingga bisa pencatat jumlah BBM bersubsidi yang telah disalurkan. Alat tersebut akan dipasang di kran penyaluran BBM (nozzle).
Kepala Badan Pengatur Kegiatan Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) Fanshurullah Asa mengatakan, pencatatan penyaluran BBM bersubsidi akan dibuat detail. Caranya dengan memanfaatkan teknologi informasi yang terhubung dengan BPH Migas dan Kementerian Keuangan.
Alat tersebut akan dipasang setiap nozzle penyalur BBM bersubsidi. Hal ini sesuai dengan kesepakatan antara Menteri Keuangan Sri Mulyani dengan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan.
Advertisement
"Di setiap nozzle Pertamina ada pemasangan alat IT sehingga bisa terkonek ke BPH Migas, ke Kementerian Keuangan," kata Fanshurullah, di Kantor BPH Migas, Jakarta, Rabu (16/5/2018).
Baca Juga
Pemasangan alat pencatat penyaluran BBM tersebut bertujuan untuk menghitung detail subsidi BBM yang dikeluarkan. Penggunaan teknologi informasi sempat dilakukan pada penyaluran BBM ke kendaraan, dengan memasangkan sistem Radio Frequency Identification (RFID).
Untuk diketahui, saat itu RFID membatasi konsumsi BBM bersubsidi, namun penerapannya gagal karena pemerintah telah mencabut subsidi BBM jenis Premium dan subsidi Solar tetap. "Kita ingin ini mengulang kembali RFID, yang batal," tuturnya.
Pela‎ksana tugas Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati menambahakan, untuk menerapkan sistem pencatatan penyaluran BBM subsidi tersebut, Pertamina akan membangun sistem terlebih dahulu. Namun sebelum diterapkan akan dimatangkan bersama Kementerian ESDM, BPH Migas dan BUMN lain yang sudah berpengalaman menggunakan sistem tersebut.
"Ini sangat diperlukan mengingat tugas pemerintah dan Pertamina operator itu menyalurkan. Lalu untuk verifikasi data untuk subsidi. Dengan kebutuhan ini kami sepakat Pertamina bangun sistem ini," tandasnya.
BPH Migas Perketat Pengawasan Penyaluran Premium
Sebelumnya, Fanshurullah mengatakan, walau Premium bukan jenis BBM bersubsidi, tetapi pengawasan tetap dilakukan. BPH Migas selaku regulator yang bertugas mengawasi penyaluran BBM telah berkoordinasi dengan PT Pertamina (Persero) untuk memantau lembaga penyalur agar tidak terjadi penyelewengan.
"Kami mengawasi dan koordinasi Pertamina yang melakukan penugasan mengawasi penyalurnya ini tidak boleh nakal," kata Fanshurullah, di Jakarta, Rabu (16/5/2018).
Dia menuturkan, jika penambahan kuota Premium sudah diterapkan, pengawasan penyalurannya akan semakin diperketat. Dia pun telah meminta pihak Kepolisian, untuk membantu  mengawasi penyaluran ‎Premium agar tidak terjadi penyimpangan.
"Dan meminta bantuan sama Polri ikut membantu bukan hanya BBM satu harga, tapi kami minta membantu mengawasi. Ini hak rakyat kita, pengawasan harus diperketat," tutur dia.
Penambahan kuota Premium dilatarbelakangi oleh perubahan status Premium di Jawa, Madura dan Bali (Jamali) menjadi penugasan, dengan begitu Premium menjadi barang wajib yang disalurkan di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) yang bermitra dengan Pertamina.
Perubahan status ‎Premium di Jamali menjadi penugasan, akan tertuang dalam revisi Peraturan Presiden Nomor 191Tahun Tahun 2014 tentang penyaluran Bahan Bakar Minyak (BBM) telah memasuki tahap final.
Fashurullah mengungkapkan, dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) 2018 ditetapkan Premium untuk luar wilayah Jamali sebesar 7,5 juta kilo liter (kl).
Jika wilayah Jamali masuk dalam penugasan, kuota Premium ditambah sekitar 5,1 juta kl. Volume tersebut akan ditambah dengan mempertimbangkan pertumbuhan ekonomi, penambahan jumlah kendaraan dan migarasi dari Pertalite ke Premium.
‎"Minimal 7,5 juta kl plus 5,1 juta kl begitu, belum kami melihat akibat penambahan kendaraan, pertumbuhan ekonomi. Ditambah lagi dampak Pertalite naik Rp 200 ini berdampak bergeser kembali awal Pertalite ke Premium," ujar dia.
Advertisement