Liputan6.com, Jakarta Majelis Ulama Indonesia (MUI) menegaskan bahwa penggunaan gas LPG 3 kg dan BBM bersubsidi seperti Pertalite oleh orang kaya hukumnya haram. Sekretaris Komisi Fatwa MUI, KH Miftahul Huda, menjelaskan bahwa subsidi LPG 3 kg dan BBM diberikan untuk kelompok masyarakat tertentu yang membutuhkan.
Jika orang kaya menggunakannya, itu berarti mengambil hak mereka yang lebih berhak.
Advertisement
Baca Juga
Mengapa Haram?
Menurut Kiai Miftah, ada beberapa alasan utama mengapa orang kaya dilarang menggunakan LPG 3 kg dan BBM bersubsidi menurut MUI:
Advertisement
- Melanggar Prinsip Keadilan
Islam menekankan keadilan dalam distribusi sumber daya. Allah SWT berfirman dalam Surat An-Nahl ayat 90:
"Sesungguhnya Allah menyuruh berlaku adil dan berbuat kebajikan …"
Mengambil subsidi yang diperuntukkan bagi masyarakat kurang mampu berarti melanggar prinsip keadilan.
- Penyelewengan Amanah Subsidi
Subsidi adalah amanah dari pemerintah yang harus digunakan oleh mereka yang benar-benar membutuhkan. Menggunakannya tanpa hak adalah bentuk penyelewengan.
Dalam Surat Al-Baqarah ayat 188, Allah memperingatkan:
"Janganlah kamu makan harta di antara kamu dengan jalan yang batil …"
Orang kaya yang menggunakan subsidi berarti telah mengambil hak orang lain secara tidak sah.
- Termasuk Perbuatan Ghasab
Ghasab dalam fikih Islam berarti mengambil atau menggunakan sesuatu yang bukan haknya tanpa izin. Orang kaya yang memakai BBM dan gas bersubsidi merampas hak fakir miskin.
“Perbuatan ini termasuk dosa besar,” tegas Kiai Miftah.
Subsidi Hanya untuk yang Berhak
Kiai Miftah menegaskan bahwa pemerintah telah mengatur distribusi LPG 3 kg dan BBM bersubsidi untuk kelompok tertentu, seperti transportasi umum, nelayan, usaha mikro, dan rumah tangga miskin.
Jika ada orang kaya yang tetap menggunakannya, mereka telah berbuat zalim dan melanggar aturan agama serta negara.
Dengan fatwa ini, MUI mengimbau masyarakat agar lebih bijak dalam menggunakan subsidi dan memastikan bahwa bantuan pemerintah benar-benar diterima oleh mereka yang berhak.
Advertisement
Ada Penimbun LPG 3 Kg, Wamen ESDM: Jangan Ambil Kesempatan!
Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Yuliot Tanjung mengamini adanya praktik penimbunan LPG 3 kilogram di beberapa titik. Dia mewanti-wanti agar tidak ada pihak yang mengambil kesempatan di tengah polemik LPG 3 kg bersubsidi ini.
Yuliot mengatakan, perkara tersebut menjadi perhatian Kementerian ESDM bersama aparat kepolisian. Dia mengakui adanya indikasi penimbunan di beberapa titik.
"Jadi untuk penimbunan, kita kan juga bekerja sama dengan kepolisian. Jadi kan indikasinya ada terjadi penimbunan di beberapa titik," kata Yuliot Tanjung di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, dikutip Sabtu (8/2/2025).
Dia menegaskan tidak boleh ada pihak yang menimbun gas LPG 3 kg. Pasalnya, pada akhirnya yang dirugikan adalah masyarakat karena kesulitan mendapatkan 'gas melon' tersebut. Belum lagi jika harganya melambung tinggi akibat terbatasnya stok.
"Jadi kita menghendaki itu jangan terjadi penimbunan. Itu justru kebutuhan masyarakat, jadi jangan ada yang berspekulasi. Jangan ada yang mengambil kesempatan juga di situ," tuturnya.
Yuliot menyebut pihaknya akan melakukan evaluasi bersama merespons dugaan penimbunan tersebut.
"Ya, ini kita juga melakukan evaluasi bersama-sama dengan Kementerian/Lembaga, termasuk dengan aparat hukum," tandasnya.
Temuan Penimbunan LPG
Diberitakan sebelumnya, Anggota Komisi III DPR RI Fraksi Partai Golkar, Soedeson Tandra, mendesak aparat kepolisian bertindak tegas terhadap pihak-pihak yang menimbun gas 3 kg.
Soedeson mengaku menerima laporan bahwa ada individu yang membeli hingga 20 tabung elpiji 3 kg. Akibatnya, masyarakat kesulitan mendapatkan gas subsidi dengan harga resmi, yakni Rp18.000 per tabung.
"Ada yang kemudian menemukan satu orang bisa beli sampai 20 tabung. Sehingga itu menyebabkan kelangkaan. Harga resmi Rp18.000 bisa naik berlipat," kata Soedeson dalam keterangannya, Rabu (5/2/2025).
Selain penimbunan, Soedeson juga menyoroti praktik pemindahan isi tabung elpiji 3 kg ke tabung yang lebih besar. Gas yang seharusnya disubsidi untuk masyarakat kecil itu kemudian dijual secara komersial tanpa subsidi.
"Ada yang membeli beberapa tabung terus ditransmisikan ke tabung yang lebih besar untuk dijual secara komersial tanpa subsidi. Itu kan merugikan masyarakat dan merugikan negara," ucap Soedeson.
Advertisement
![Loading](https://cdn-production-assets-kly.akamaized.net/assets/images/articles/loadingbox-liputan6.gif)