Liputan6.com, Jakarta - Pengusaha Sawit Indonesia mengharapkan India menurunkan tarif bea masuk minyak kelapa sawit mentah (CPO) asal Indonesia. Hal ini menyusul kebijakan kenaikan bea masuk CPO hingga 44 persen dan produk turunannya sebesar 54 persen.
Wakil Ketua Umum III Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Urusan Perdagangan dan Keberlanjutan, Togar Sitanggang mengatakan kenaikan tersebut dinilai tidak adil mengingat berbagai produk nabati lain yang tidak dikenakan kenaikan bea masuk.
Advertisement
Baca Juga
"Kita dari bisnis juga minta diturunin karena itu kenaikan terakhir hanya CPO dan turunan yang naik. Sementara soybean dan sunflower itu tidak naik. Ini kan kalau tidak salah kenaikan yang ketiga kali. Pertama dan kedua sama-sama naik, CPO, sunflower dan soybean. Dulu juga begitu, tapi yang ketiga hanya CPO yang naik," ungkapnya ketika ditemui, di Hotel Shangrila, Jakarta, Rabu (30/5).
Togar menegaskan bahwa kenaikan bea masuk CPO ini sangat merugikan. Sebab India merupakan salah satu pasar CPO yang potensial.
"Pasar terbesar itu India, karena pasar CPO mengikuti jumlah penduduk. Apalagi negara tersebut tidak mempunyai produksi minyak nabati sendiri," kata dia.
Dampak kenaikan tarif tersebut, diakui Togar sudah terlihat dalam kinerja CPO Indonesia pada kuartal I-2018 ini.
"Karena beberapa bulan terakhir sudah terlihat penurunan ekspor dari Indonesia ke India. Karena tarif impor, mulai Maret ke April sudah terlihat. April kerasa banget. Kita prediksi Mei juga turun lagi," ujarnya.
Karena itu, Togar mengharapkan bea masuk CPO asal Indonesia dapat dikenakan sama dengan produk lain, seperti minyak biiji bunga matahari (sunflower) dan minyak kedelai (soybean).
"Level sama dengan soybean kalau bisa 34 persen (around) untuk crude," tandasnya.
Reporter : Wilfridus Setu Embu
Sumber : Merdeka.com
Keluhkan Tarif Bea Masuk CPO asal RI
Presiden Jokowi meminta PM India Narendra Modi untuk memperhatikan tingginya tarif bea masuk atas produk kelapa sawit Indonesia.
“Beliau tadi menyanggupi untuk melihat dari masalah-masalah yang tadi kita sampaikan,” kata Presiden Jokowi seperti dikutip dari laman resmi Setkab, Jakarta, Rabu ini.
Sebelumnya Jokowi menyampaikan, bahwa India adalah mitra strategis Indonesia di bidang ekonomi.
India, katanya, adalah mitra dagang ekspor terbesar Indonesia di Asia Selatan dan Asia Tengah dengan nilai hampir USD 15 miliar. Wisatawan India juga meningkat tajam naik 28 persen dengan jumlah hampir 500 ribu wisatawan di 2017.
Sementara penerbangan Indonesia-India dalam kurun waktu dua tahun ini meningkat, dari tidak ada menjadi 28 kali per minggu.
“Saya menyambut baik penerbangan langsung Garuda Indonesia dari Bali ke Mumbai yang dimulai April 2018,” ucap Jokowi.
Menurutnya, potensi konektivitas udara sangatlah besar, karenanya dia berharap dapat dipertimbangkan kembali penambahan jumlah hak angkut sehingga mencerminkan perkembangan interaksi ekonomi.
Ditambahkan Jokowi, Indonesia dan India sepakat untuk terus menjadikan ekonomi kedua negara terbuka. Untuk itu, Presiden berharap negoisasi regional Comprehensive Economic Partnership dapat diselesaikan pada tahun ini.
Dalam kesempatan itu, Jokowi juga mengundang investasi India di bidang infrastruktur, seperti pelabuhan, dan bandara, serta industri farmasi, khususnya obat yang belum dapat diproduksi di Indonesia.
Advertisement