Incar Pasar Eropa, RI Tingkatkan Kerja Sama Dagang dengan Tunisia dan Maroko

Tunisia telah menandatangani perjanjian perdagangan bebas (Free Trade Agreement) dengan Uni Eropa sejak 2008. Sehingga tarif bea masuk dari Tunisia ke Eropa menjadi 0 persen.

oleh Septian Deny diperbarui 24 Jun 2018, 15:33 WIB
Diterbitkan 24 Jun 2018, 15:33 WIB
Capaian Ekspor - Impor 2018 Masih Tergolong Sehat
Aktivitas bongkar muat peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Jumat (25/5). Ekspor April sebesar 14,47 miliar dolar AS lebih rendah ketimbang Maret 2018 yang mencapai 15,59 miliar dolar AS. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta Kementerian Perdagangan (Kemendag) berkomitmen untuk terus menggarap pasar potensial di kawasan Afrika. Kali ini, dengan menyasar kawasan Afrika Utara, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita memimpin secara langsung rangkaian misi dagang ke Tunisia dan Maroko pada 24-28 Juni 2018.

"Afrika merupakan pasar potensial bagi produk Indonesia dan Kemendag berkomitmen untuk menggarap pasar tersebut dengan maksimal. Tunisia dan Maroko diharapkan dapat menjadi hub bagi produk Indonesia di kawasan Afrika, khususnya Afrika bagian Utara dan Uni Eropa," ujar Enggar dalam keterangan tertulis di Jakarta, Minggu (24/6/2018).

Dia mengungkapkan, Tunisia telah menandatangani perjanjian perdagangan bebas (Free Trade Agreement) dengan Uni Eropa sejak 2008. Sehingga tarif bea masuk dari Tunisia ke Eropa menjadi 0 persen.

"Hal ini dapat dimanfaatkan Indonesia untuk mengekspor produknya ke Eropa melalui Tunisia. Dengan demikian, produk kita akan menjadi lebih kompetitif," lanjut dia.

Misi dagang Indonesia ke Tunisia diikuti 21 pelaku bisnis dari 11 perusahaan dan lembaga dari berbagai sektor usaha. Sedangkan misi dagang ke Maroko diikuti sebanyak 35 pelaku usaha dari 18 perusahaan dan pemerintah daerah Sumatra Barat.

Sektor usaha tersebut antara lain minyak kelapa sawit, kelapa, kakao, kopi, makanan dan minuman, rempah-rempah (pala, lada, cengkeh), peralatan medis, perhiasan, furnitur, bahan bangunan, produk-produk militer, ban, dan karet.

Menurut Enggar, misi dagang adalah salah satu cara penetrasi pasar ekspor yang dapat meningkatkan volume perdagangan lebih cepat karena para pelaku usaha dapat bertemu dengan mitranya secara langsung.

Pada rangkaian misi dagang ke Tunisia, Mendag Enggar akan diterima Perdana Menteri Tunisia Youssef Chahed pada 25 Juni 2018. Selanjutnya, Mendag dijadwalkan bertemu dengan beberapa Menteri Tunisia yaitu Menteri Perdagangan Tunisia Omar Behi, Menteri Industri dan SMEs Slim El Feriyani, Menteri Luar Negeri Khemaies Jhinaoui, serta Menteri Pengembangan, Investasi, dan Kerja Sama Internasional Zied Ladhari.

Di Tunisia, Kemendag juga akan melakukan perundingan bilateral terkait kesepakatan tarif preferensi (Preferential Tariff Agreement/PTA). Tarif bea masuk yang masih relatif tinggi dinilai sebagai salah satu kendala untuk masuk ke pasar Tunisia. Padahal produk-produk Indonesia cukup kompetitif di pasar Tunisia.

Sementara itu, Direktur Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional Kemendag, Arlinda menyampaikan masih belum cukup banyak produk Indonesia yang masuk ke pasar Tunisia, meskipun Tunisia merupakan pasar tujuan ekspor yang potensial bagi Indonesia di kawasan Afrika bagian Utara.

“Dengan misi dagang ini diharapakan dapat diperoleh hasil yang maksimal sehingga ekspor Indonesia ke Tunisia dapat terus meningkat," ungkap dia. ‎

Perdagangan bilateral antara Indonesia dan Tunisia yang terjadi selama ini yaitu di sektor nonmigas dan belum ada perdagangan untuk sektor migas. Pada 2017, tercatat ekspor produk nonmigas Indonesia ke Tunisia sebesar US$ 55,19 juta. Sedangkan impor produk nonmigas dari Tunisia pada tahun yang sama mencapai US$ 32,77 juta.

 

Surplus Perdagangan

Kinerja Ekspor dan Impor RI
Aktivitas bongkar muat barang ekspor impor di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Senin (17/7). Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan kinerja ekspor dan impor Indonesia mengalami susut signifikan di Juni 2017. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Untuk itu, Indonesia mencatat surplus perdagangan dengan Tunisia sebesar US$ 22,42 juta. Produk ekspor utama Indonesia ke Tunisia antara lain minyak kelapa sawit dan turunannya (58,27 persen); minyak kelapa dan turunannya/kopra (5,3 persen); palm kernel (10,57 persen); benang filamen sitetis (2,42 persen); serat benang sintetis (2,75 persen); lysine (3,34 persen).

Sedangkan impor Indonesia dari Tunisia antara lain kurma (59,47 persen); calcium hydrogenorthophosphate (5,63 persen); calcium phosphates (9,83 persen); electrical switches (7,17 persen); serta kulit domba (2,51 persen).

Sedangkan perdagangan bilateral antara Indonesia dan Maroko pada periode Januari-Maret 2018 tercata sebesar US$ 43,20 juta. Nilai ini meningkat 22 persen dibandingkan periode yang sama pada 2017 yang tercatat sebesar US$ 35,30 juta. Peningkatan ini merupakan hal yang positif setelah total perdagangan sebelumnya mengalami penurunan.

Total perdagangan kedua negara di 2017 sebesar US$154 juta, atau turun 2 persen dibandingkan 2016 yang tercatat sebesar US$ 157 juta. Pada 2017, ekspor Indonesia ke Maroko tercatat sebesar US$ 85 juta. Sedangkan impor Indonesia dari Maroko tercata sebesar US$ 68 juta. Ini memberikan surplus bagi Indonesia sebesar US$ 17 juta.

Produk-produk utama Indonesia yang diekspor ke Maroko yaitu benang serat stapel sintetik, kopi, kendaraan bermotor, minyak hewani dan nabati, serta lisina. Sementara produk impor utama Indonesia dari Maroko termasuk fosfat, pakaian, tembaga, transistor, dan alas kaki.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya