Proyek PLTU Riau 1 Tetap Jalan meski Ada Kasus Suap

Kementerian ESDM memastikan penangkapan Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani oleh KPK tidak akan ganggu proyek 35 ribu MW.

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 16 Jul 2018, 17:40 WIB
Diterbitkan 16 Jul 2018, 17:40 WIB
Progress Pembangunan Pembangkit Listrik 35.000 MW untuk Indonesia
Progress sebaran pembangkit listrik dan jaringan tranmisi yang telah dibangun PT. PLN demi program 35.000 MW untuk Indonesia.

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memastikan, penangkapan Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Eni Maulani Saragih oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak akan mengganggu proyek nasional pembangunan pembangkit listrik 35 ribu Mega Watt (MW) yang dicanangkan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Sebelumnya, KPK melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) kepada politisi Partai Golkar itu lantaran diduga menerima suap sebesar Rp 4,8 miliar terkait pembangunan PLTU yang juga menjadi bagian dari proyek pembangkit listrik 35 ribu MW.

Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM Ego Syahrial menyatakan, pengerjaan PLTU Riau 1 tetap akan terus berjalan meski diterpa isu tak sedap soal kasus korupsi tersebut.

"Itu saya rasa akan tetap berjalan normal. Enggak ganggu, proyek tetap jalan," ujar dia saat ditemui di Gedung Nusantara I DPR RI, Jakarta, Senin (16/7/2018).

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi VII DPR RI dari Fraksi PKS, Tamsil Linrung sependapat dengan Ego. Tamsil mengatakan proyek akan terus dikerjakan dan percaya tindak korupsi itu tidak akan mengganggu jalannya pembangunan.

"Kenapa harus terganggu? Sistemnya sudah ada. Kalau ada yang bersalah, ganti saja yang bersalah. Yang lain tidak," ungkap dia.

Dia juga menangkis isu proyek tersebut terkesan dipaksakan lantaran area Sumatera sudah surplus listrik. Dia menuturkan, banyak tempat yang sudah berlebih aliran listriknya namun tetap diadakan pembangunan pembangkit listrik.

"Sulawesi Selatan juga surplus listriknya, 200 MW, tapi tetap (dikerjakan) dan bahkan nanti bisa surplus menjadi 750 MW. Surplus itu bukan berarti tidak boleh lagi, soalnya ada proyek-proyek bisnis ke depannya dengan mengundang investor dari luar. Apalagi kalau terkait dengan green energy, itu sangat memungkinkan," tutur dia.

 

KPK Resmi Tahan Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Saragih

Eni Maulani Saragih Resmi Ditahan KPK
Tersangka anggota Komisi VII DPR RI Eni Maulani Saragih usai menjalani pemeriksaan dan menuju mobil tahanan di Gedung KPK Jakarta, Sabtu (14/7). KPK juga menahan tersangka Johannes Budisutrisno Kotjo. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menahan Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, Eni Maulani Saragih (EMS). Eni diduga terlibat dalam kasus suap proyek pembangunan PLTU Riau-1.

Eni keluar dari Gedung Merah Putih KPK Sabtu 14 Juli 2018 sekitar pukul 21.50 WIB dan langsung dibawa menggunakan mobil tahanan KPK. Eni menolak menjawab sejumlah pertanyaan yang diajukan wartawan.

"Enggak. Enggak ada," ujarnya sembari memasuki mobil tahanan.

Juru Bicara KPK, Febri Diansyah mengatakan Eni Maulani Saragih ditahan selama 20 hari pertama di Gedung KPK lama di Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan. Di rutan yang sama KPK juga menahan bos Blackgold Natural Resources Limited, Johannes Budisutrisno Kotjo yang diduga sebagai pemberi suap kepada politikus Golkar itu.

"EMS ditahan 20 hari pertama di rutan cabang KPK di Kantor KPK Kavling K-4," kata Febri. Eni sebagai penerima suap disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.

Sebelumnya dalam konferensi pers, Wakil Ketua KPK, Basaria Pandjaitan menyampaikan Eni diduga menerima suap Rp 4,8 miliar dari Johannes. Eni ditangkap pada Jumat (13/7) sore di rumah dinas Menteri Sosial Idrus Marham. Dan di tempat yang berbeda, tim KPK mengamankan staf sekaligus keponakan Eni, Tahta Maharaya dengan barang bukti uang sebesar Rp 500 juta.

Basaria mengatakan, Tahta diperintahkan Eni mengambil uang tersebut dari sekretaris Johannes di Graha BIP di Jalan Gatot Subroto, Jakarta Selatan pada Jumat siang. Uang Rp 500 juta ini disebut merupakan penerimaan keempat sejak Desember 2017.

Eni Maulani Saragih disebut menerima uang pertama kali sebesar Rp 2 miliar. Pada Maret 2018 kembali menerima Rp 2 miliar, penerimaan ketiga sebesar Rp 300 juta pada Juni lalu dan penerimaan keempat Rp 500 juta saat OTT berlangsung.

Pemberian uang ini diduga untuk memuluskan proses penandatangan kerjasama terkait pembanguann PLTU Riau-1. Uang ini diduga sebagai komitmen fee 2,5 persen dari nilai proyek pembangunan PLTU Riau-1. Dalam kasus ini KPK juga mengamankan suami Eni, M Al Khafidz untuk dimintai keterangan.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

 

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya