Liputan6.com, Jakarta - PT PLN (Persero) menjanjikan tarif listrik di Indonesia semakin kompetitif setelah 2019. Tentunya didukung beroperasinya pembangkit listrik 35 ribu MegaWatt (MW) dengan biaya pokok produksinya rendah.
Direktur Regional Jawa Bagian Barat, Haryanto WS mengatakan, saat ini PLN dan pemerintah telah berkomitmen, untuk tidak menaikan tarif listrik semua golongan hingga 2019. Hal ini untuk menjaga daya beli masyarakat dan daya saing industri.
Advertisement
Baca Juga
"Tarif sesuai dengan arahan pemerintah. Alhamdulillah sampai 2019 tidak ada kenaikan tarif," kata Haryanto dalam sebuah pertemuan, di Jakarta, Senin (14/5/2018).
Haryanto melanjutkan, setelah 2019, tarif listrik di Indonesia akan semakin kompetitif, seiring dengan beroperasinya pembangkit listrik bagian dari program 35 ribu MW yang sudah dimulai pada 2015.
Dia mengungkapkan, tarif listrik semakin rendah, karena teknologi yang digunakan pembangkit semakin canggih. Dengan begitu, biaya produksi listrik bisa semakin murah. Haryanto mencontohkan, seperti Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) rata-rata USD 4 sen per kilo Watt hour (kWh).
"Insya Allah setelah 2019 beroperasinya pembangkit besar tarif listrik PLN lebih kompetitif lagi," ujarnya.
Menurut Haryanto, beroperasinya pembangkit listrik maka akan meningkatkan ketersediaan pasokan listrik, sehingga sektor industri akan tumbuh karena kebutuhan listriknya bisa dipenuhi. Hal ini akan mendorong peningkatan pertumbuhan ekonomi.
"Ini akan mendorong tumbuhnya industri di dalam negeri. Kami mohon dapat dukungan stakeholder agar infastruktur listrik dimanfaatkan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi di Jawa Bali," tandasnya.
Jonan Pastikan Proyek Kelistrikan 35 Ribu MW Jalan Terus
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan menyatakan bahwa tidak akan ada revisi investasi pada bidang ketenagalistrikan. Program 35 ribu megawatt (MW) akan selesai sesuai dengan kebutuhan listrik dari waktu ke waktu.
Jonan menjelaskan, pemerintah terus berupaya mendorong pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan, sesuai dengan pertumbuhan ekonomi dan konsumsi listrik. Sebab itu, tidak ada revisi investasi pada ketenagalistrikan.
Jonan mengungkapkan, yang terjadi hanyalah pergeseran waktu penyelesaian atau Commercial Operation Date (COD) sebagian pembangkit listrik menjadi tahun 2024-2025. Pergeseran tersebut sesuai dengan Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) Tahun 2018-2027.
“Yang terjadi hanyalah pergeseran waktu penyelesaian atau COD sebagian pembangkit listrik menjadi tahun 2024-2025 sesuai RUPTL, yang mana hal ini dibuat atas dasar estimasi pertumbuhan kebutuhan listrik sekitar 7 hingga 8 persen per tahun,” kata Jonan, di Jakarta, Rabu (2/5/2018).
Dengan demikian, program 35 ribu MW tetap diselesaikan sesuai dengan kebutuhan listrik dari tahun ke tahun. Pemerintah juga menjaga keseimbangan pasokan dan kebutuhan, untuk mencukupi kebutuhan seluruh masyarakat Indonesia dengan harga terjangkau.
"Program 35 ribu MW tetap akan diselesaikan sesuai dengan estimasi kebutuhan listrik dari waktu ke waktu," ucap Jonan.
Sebagaimana diketahui bahwa elektrifikasi menjadi salah satu program prioritas nasional, seluruh masyarakat di seluruh pelosok tanah air harus dapat menikmati listrik dengan harga yang terjangkau.
Pemerintah menargetkan rasio elektrifikasi nasional tahun 2019 mencapai lebih dari 99 persen. Pada 2017, rasio elektrifikasi berhasil mencapai 95,35 persen jauh melampaui targetnya yaitu 92,75 persen.
Advertisement
Realisasi Program
Kepala Satuan Komunikasi Korporat PT PLN (Persero), I Made Suprateka mengatakan, hingga Maret 2018, pembangkit listrik bagian dari 35 ribu MW yang sudah beroperasi memasok listrik mencapai 1.504 MW. Sedangkan yang telah masuk tahap konstruksi proyek pembangkit mencapai 48 persen atau setara dengan 16.994 MW.
Sementara itu, untuk tahapan kontrak telah mencapai 35 persen atau setara dengan 12.693 MW. Tahapan pengadaan tinggal 10 persen atau setara dengan 3.414 MW, dan tahapan perencanaan hanya menyisakan 3 persen saja.
"Dari data tersebut, terlihat bahwa kemajuan kontrak dan konstruksi melejit, dengan angka yang cukup signifikan di mana sebagian besar merupakan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) yang memang membutuhkan waktu konstruksi kurang lebih 3 sampai 5 tahun," kata Made pada 22 Maret 2018.
Selain pembangunan pembangkit, proyek listrik 35 ribu MW juga membangun jaringan transmisi dan Gardu Induk (GI) yang berfungsi untuk menyalurkan listrik ke pelanggan. Hingga akhir Februari 2018, sebanyak 9.617 kilometer sirkit (kms) jaringan transmisi telah beroperasi. Sisanya 20.620 kms sedang dalam tahap konstruksi, dan 16.553 dalam tahap prakonstruksi.
“Capaian transmisi yang beroperasi mencapai 21 persen dari total 46 ribu kilometer yang harus dibangun. Dan 44 persen dalam tahap pengerjaan. Ini menggembirakan karena begitu pembangkit siap operasi, transmisi sudah siap terlebih dahulu,” terang Made.
Untuk Gardu Induk (GI), dari 109.459 Mega Volt Amper (MVA) yang ditargetkan, PLN telah mengoperasikan 37.628 MVA. Kemudian 38.289 MVA masih dalam tahap konstruksi, dan 33.542 dalam tahap pra konstruksi.
“Ini lebih bagus lagi, karena sudah lebih dari 30 persen beroperasi. Sama seperti transmisi, GI ini juga penting dalam proses mengalirkan listrik dari pembangkit-pembangkit listrik 35 ribu MW nanti,” tutur Made.