Gubernur BI Ungkap Penyebab Defisit Transaksi Berjalan Membengkak

Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo proyeksi defisit transaksi berjalan dapat capai lebih dari USD 25 miliar.

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 25 Jul 2018, 21:42 WIB
Diterbitkan 25 Jul 2018, 21:42 WIB
Rapat Dewan Gubernur BI Memutuskan Kenaikan Suku Bunga Acuan
Gubernur BI, Perry Warjiyo (kedua kiri) saat jumpa pers di Gedung BI, Jakarta, Jumat (29/06). Pada Rapat Dewan Gubernur BI, suku bunga Lending Facility (LF) sebesar 50 bps menjadi 6%, berlaku efektif sejak 29 Juni 2018. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Liputan6.com, Jakarta - Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menyebutkan, defisit transaksi berjalan (Current Account Defisit/CAD) pada 2018 akan melonjak tajam dibanding 2017. Hal itu disebabkan kenaikan angka impor yang bertambah tinggi.

"Kalau kita lihat transaksi berjalan, terus terang berat. Tekornya tambah gede," ucap dia di Gedung BI, Jakarta, Rabu (25/7/2018).

Dia menyatakan, proyeksi itu terjadi lantaran negara lebih giat melakukan kegiatan impor dibanding mendistribusikan barang ke luar dalam bentuk ekspor.

"Ekspornya sebenarnya baik, cukup meningkat, tapi kenaikan impornya jauh lebih besar. Sehingga defisit dari transaksi berjalannya tahun ini akan lebih besar," dia menguraikan.

Perry mengatakan, CAD 2017 adalah sebesar USD 17,5 miliar. Sementara itu, dia memproyeksikan defisit transaksi berjalan tahun ini kemungkinan dapat melebihi USD 25 miliar.

"Masalahnya, pembiayaan dari kekurangan devisa ini kalau tahun lalu disamping PMA (Pendanaan Modal Asing) lebih baik USD 17 miliar, tapi tahun lalu masuk modal asing dalam bentuk pembelian surat-surat berharga saham yang cukup besar, bisa sekitar USD 20 miliar," ujar dia.

Sedangkan pada 2018, ia menambahkan, gonjang-ganjing global terkait perang dagang Amerika Serikat (AS) dan China serta kenaikan suku bunga di AS sangat mempengaruhi lonjakan defisit transaksi berjalan negara.

Agar kenaikan defisit transaksi berjalan ini bisa teratasi, dia menyampaikan ada beberapa langkah yang harus ditempuh, antara lain kerja sama pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk mendorong sektor pariwisata.

"Kita harus bisa mengendalikan defisit transaksi berjalan. Antara lain, koordinasi pemerintah pusat dan daerah untuk mendorong pariwisata, meningkatkan ekspor dan mengurangi impor, itu jadi sangat penting," ujar Perry.

 

BI: Defisit Neraca Transaksi Berjalan Lebih dari USD 25 Miliar

Bank Indonesia
Bank Indonesia (ROMEO GACAD / AFP)

Sebelumnya, defisit neraca transaksi berjalan (current account defisit/CAD) Indonesia diperkirakan melebar pada 2018 dibandingkan 2017. Melebarnya neraca transaksi berjalan ini tidak terlepas dari berbagai sentimen global yang terus muncul pada 2018.

Bank Indonesia (BI) menjelaskan, defisit neraca transaksi berjalan ini sebesar USD 20 miliar pada 2017. Meski defisit, angka itu masih tidak lebih dari tiga persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia.

"Defisit tahun lalu USD 20 miliar dan tahun ini mungkin lebih dari USD 25 miliar. Itu juga di bawah 3 persen (PDB)," ujar Deputi Gubernur Bank Indonesia Mirza Adityaswara di DPR RI, Rabu 25 Juli 2018.

Untuk membiayai defisit neraca transaksi berjalan ini, Mirza menuturkan, butuh modal masuk. Perhatian BI untuk jangka pendek ini adalah modal masuk terutama ke portofolio. Itulah, menurut Mirza, yang menjadi alasan BI mereaktivasi Sertifikat Bank Indonesia (SBI) yang sudah dilelang pada Senin lalu.

"Selama ini bank pakai SDBI, sekarang BI buka SBI. SBI ini boleh dibeli asing sementara SDBI tidak boleh. Jadi, harapannya dengan begitu seminggu kemudian bank itu jual ke investor asing. Ada instrumen lain yang kami sediakan untuk investor masuk ke Indonesia," ujar dia.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya