Jaga Defisit Transaksi Berjalan, Indef Dukung Penundaan Proyek Infrastruktur

Penyetopan pembangunan infrastruktur sebaiknya untuk proyek yang masih masuk dalam tahap rencana.

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 30 Jul 2018, 10:45 WIB
Diterbitkan 30 Jul 2018, 10:45 WIB
Ditinggal Mudik Pekerja, Pembangunan Infrastruktur Dihentikan Sementara
Suasana sepi terlihat di proyek Light Rail Transit (LRT) Jabodebek lintas pelayanan dua rute Cawang-Dukuh Atas di kawasan Kuningan, Jakarta, Senin (18/6). Seluruh proyek infrastruktur masih ditinggal mudik para pekerja. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Institute for Development of Economics and Finance (Indef) mendukung langkah pemerintah yang akan menunda sejumlah proyek infrastruktur. Penundaan tersebut untuuk menjaga defisit transaksi berjalan atau Current Account Deficit (CAD) pada 2018.

Ekonom Indef Bhima Yudhistira mengungkapkan, pengendalian impor bisa dimulai dengan menahan proyek infrastruktur pemerintah yang masih dalam tahap perencanaan atau yang tidak sesuai target.

"Misalnya, proyek pembangkit listrik 35 ribu MW (Mega Watt) yang awalnya didasarkan pada asumsi pertumbuhan ekonomi 7 persen. Saat ini ekonomi cuma tumbuh 5 persen, maka proyek pembangkit wajib dirasionalisasi," jelas dia kepada Liputan6.com, seperti dikutip Senin (30/7/2018).

Dia mengibaratkan, menunda pembangunan infrastruktur itu ibarat sekali tepuk tiga nyamuk kena semua. Pertama, ia menyampaikan, menahan pembangunan proyek beberapa infrastruktur artinya menyelamatkan rupiah.

"Pelemahan rupiah disumbang oleh naiknya impor besi baja hingga 39 persen dari Januari-Mei 2018. Nilainya enggak tanggung-tanggung, yaitu USD 4,2 miliar. Belum ditambah impor mesin peralatan listrik naik 28 persen nilainya USD 8,9 miliar. Itu sebagian digunakan untuk proyek infrastruktur," katanya.

Kedua, Bhima menambahkan, proyek infrastruktur didanai melalui utang dalam bentu valas. Menurut dia, kewajiban cicilan dan pembayaran bunga utang tiap tahunnya turut menguras devisa, sehingga harus direm dalam kondisi ekonomi melemah.

Adapun hal ketiga, ucapnya, yakni soal devisa tenaga kerja dari Tenaga Kerja Asing (TKA) yang bekerja di proyek infrastruktur. "Mereka mendapatkan uang yang akan dikonversi ke mata uang negara asalnya. Jadi, ada capital flight dari devisa TKA. Itu pun bisa dikurangi," katanya.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Menunggu Rupiah Stabil

Ditinggal Mudik Pekerja, Pembangunan Infrastruktur Dihentikan Sementara
Pemandangan proyek Light Rail Transit (LRT) Jabodebek lintas pelayanan dua rute Cawang-Dukuh Atas di kawasan Kuningan, Jakarta, Senin (18/6). Diperkirakan pengerjaan proyek akan kembali dimulai usai libur cuti bersama Lebaran. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Lebih lanjut, dia kembali menggarisbawahi penyetopan pembangunan infrastruktur untuk proyek yang masih masuk dalam tahap rencana. Menurutnya, proyek yang sudah rampung saat ini baru di bawah 10 persen dari total 225 Proyek Strategis Nasional (PSN).

"Yang belum groundbreaking bisa ditunda dulu sampai rupiah stabil. Atau jalan tengahnya proyek tetap jalan, asalkan aturan minimum TKDN (Tingkat Komponen Dalam Negeri) 30 persen harus ditambah jadi 60 persen bahan baku wajib dalam negeri," dia menguraikan.

Bhima pun menganggap pemberhentian sementara proyek yang belum masuk tahap groundbreaking tersebut idealnya dapat diberlakukan sampai nilai rupiah kembali stabil.

"Itu bisa diterapkan sampai rupiah menemukan titik keseimbangan baru. Maksudnya enggak terlalu volatile kayak sekarang. Jadi sekitar dua-tiga tahun lagi," tukas Bhima.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya