MRT Jakarta Usul Tarif Rute Terjauh Rp 13 Ribu

Pengerjaan MRT sudah mencapai 96,53 persen. Akhir 2018 akan uji coba dan mulai beroperasi pada 2019.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 04 Okt 2018, 19:00 WIB
Diterbitkan 04 Okt 2018, 19:00 WIB
Fase 1 MRT Mencapai 96 Persen
Kereta mass rapid transit (MRT) terparkir di depo MRT Lebak Bulus, Jakarta, Selasa (28/8). Progres konstruksi moda transportasi MRT Jakarta fase I rute Lebak Bulus-Bundaran HI kini mencapai hampir 96 persen. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Liputan6.com, Jakarta - PT MRT Jakarta telah mengajukan tarif sebesar Rp 13 ribu untuk jarak terjauh saat ini, yaitu Stasiun Lebak Bulus - Bundaran Hotel Indonesia.

Direktur Operasi dan Pemeliharaan PT MRT Jakarta, Agung Wicaksono, mengatakan pihaknya sudah mengkaji terhadap tarif MRT dengan panjang litasan tahap pertama 16 kilo meter (km). Hasil kajian tersebut telah di ajukan ke Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sebagai regulator.

"Tarif sudah lakukan kajiannya, dan sudah studi. Dan sudah sampaikan usulannya ke pemerintah," kata Agung, di Jakarta, Kamis (4/10/2018).

Agung menyebutkan, besaran nominal harga tiket MRT untuk 10 kilo meter (km) pertama Rp 8.500, kemudian ditambah Rp 700 setelah penumpang melewati 10 km pertama.

Dia pun memperkirakan total tarif MRT dengan rute tahap pertama Lebak Bulus - Bundaran Hotel Indonesia atau sebaliknya mencapai Rp13 ribu. Besaran harga tersebut sudah termasuk disubsidi Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.

"Dihitung saja, Rp 8.500 10 km kalau sampai ujung 16 km rata-rata 13 ribu. Dari ujung ke ujung ya, ini tergantung, dari Lebak Bulus turun di mana," tutur dia.

Rencananya MRT diuji coba pada akhir 2018 kemudian beroperasi Maret 2019. Saat ini pengerjaannya sudah mencapai 96,53 persen. Moda transportasi masal tersebut bisa mengangkut 130 ribu sampai 170 ribu penumpang per hari.

"Pada hari ini kami berada di konstruksi. 96,53 persen ya bisa dibilang kurang dari 4 persen lagi," ujar dia.

 

MRT Jakarta Bakal Tersambung LRT dan Bus

Kereta mass rapid transit (MRT) terparkir di depo MRT Lebak Bulus, Jakarta, Selasa (28/8). Progres konstruksi moda transportasi MRT Jakarta fase I rute Lebak Bulus-Bundaran HI kini mencapai hampir 96 persen. (Liputan6.com/Herman Zakharia)
Kereta mass rapid transit (MRT) terparkir di depo MRT Lebak Bulus, Jakarta, Selasa (28/8). Progres konstruksi moda transportasi MRT Jakarta fase I rute Lebak Bulus-Bundaran HI kini mencapai hampir 96 persen. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Sebelumnya, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) terus giat mempersiapkan Mass Rapid Transit (MRT) sebagai sarana transportasi publik baru di Jakarta yang terhubung dari Kampung Bandan menuju Lebak Bulus.

Tidak hanya MRT, ke depannya Kemenhub membuka wacana baru untuk mengintegrasikannya dengan kendaraan atau angkutan pengumpang (feeder) seperti bus hingga Light Rail Transit(LRT).

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi berharap, keberadaan transportasi umum seperti MRT nantinya bisa mengurai kemacetan hingga meredakan tingkat polusi di Ibu Kota yang kian parah.

Namun begitu, ia menekankan, kesiapan yang pemerintah secara Anggaran dan Pendapatan Belanja Negara (APBN) terbatas. Oleh karenanya, ia ingin mengajak pengembang swasta untuk ikut menyumbangkan bantuan dalam pembangunan MRT.

"Jangan hanya mengandalkan pemerintah. Karena selain uangnya terbatas, kita punya kebijakan untuk membangun di daerah-daerah pinggiran. Kami minta mereka (swasta) membuat proposal, dilaksanakan swasta melakukan itu. Kalau pun ada pemerintah, pemerintah jangan banyak (peran) di sana," urainya di Jakarta, Minggu (23/9/2018).

Dia pun menyatakan adanya sebuah ide baru, yakni pembangunan MRT beserta stasiunnya nanti akan terintegrasi dengan angkutan feeder. "Feeder-nya macam-macam. Dari yang paling canggih namanya LRT, terus kita bisa buat people mover, bisa juga bikin kereta kapsul. Tapi yang paling sederhana kita bisa buat bus," kata dia.

Menhub Budi juga mengimbau pihak pengembang swasta yang mau ikut serta dalam proyek ini agar mengutamakan kepentingan masyarakat selaku pengguna MRT dibanding keuntungan perseroan semata. Dengan adanya kerjasama dengan pengembang swasta, ia optimistis nilai investasi yang tergolong besar bisa tertutupi.

"Oleh karenanya kita akan membuat masterplan yang sudah dibuat BPTJ (Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek) dengan detail yang lebih konkret. Dan saat membahas detail, para pengembang kita ajak bicara," sambungnya.

Terkait besaran investasi tersebut, dia menyebutkan, sebagai angkutan pengumpan memakan biaya terendah, yakni sekitar Rp 160 miliar. Sementara LRT menjadi yang paling mahal.

"Bus guided itu yang paling murah, per km sekitar Rp 160 miliar. Kalau 5 km kali lima ya Rp 800 miliar. Kalau yang di atasnya, Rp 200-250 miliar itu kereta kapsul. Kalau people mover Rp 300 miliar, LRT kira-kira Rp 500 miliar per km," tuturnya.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya