MRT Jakarta Bakal Tersambung LRT dan Bus

Kemenhub membuka wacana baru untuk mengintegrasikan MRT dengan kendaraan atau angkutan pengumpang (feeder) seperti bus hingga LRT.

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 23 Sep 2018, 11:20 WIB
Diterbitkan 23 Sep 2018, 11:20 WIB
Fase 1 MRT Mencapai 96 Persen
Kereta mass rapid transit (MRT) terparkir di depo MRT Lebak Bulus, Jakarta, Selasa (28/8). Progres konstruksi moda transportasi MRT Jakarta fase I rute Lebak Bulus-Bundaran HI kini mencapai hampir 96 persen. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Perhubungan (Kemenhub) terus giat mempersiapkan Mass Rapid Transit (MRT) sebagai sarana transportasi publik baru di Jakarta yang terhubung dari Kampung Bandan menuju Lebak Bulus.

Tidak hanya MRT, ke depannya Kemenhub membuka wacana baru untuk mengintegrasikannya dengan kendaraan atau angkutan pengumpang (feeder) seperti bus hingga Light Rail Transit (LRT).

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi berharap, keberadaan transportasi umum seperti MRT nantinya bisa mengurai kemacetan hingga meredakan tingkat polusi di Ibu Kota yang kian parah.

Namun begitu, ia menekankan, kesiapan yang pemerintah secara Anggaran dan Pendapatan Belanja Negara (APBN) terbatas. Oleh karenanya, ia ingin mengajak pengembang swasta untuk ikut menyumbangkan bantuan dalam pembangunan MRT.

"Jangan hanya mengandalkan pemerintah. Karena selain uangnya terbatas, kita punya kebijakan untuk membangun di daerah-daerah pinggiran. Kami minta mereka (swasta) membuat proposal, dilaksanakan swasta melakukan itu. Kalau pun ada pemerintah, pemerintah jangan banyak (peran) di sana," urainya di Jakarta, Minggu (23/9/2018).

Dia pun menyatakan adanya sebuah ide baru, yakni pembangunan MRT beserta stasiunnya nanti akan terintegrasi dengan angkutan feeder. "Feeder-nya macam-macam. Dari yang paling canggih namanya LRT, terus kita bisa buat people mover, bisa juga bikin kereta kapsul. Tapi yang paling sederhana kita bisa buat bus," kata dia.

Menhub Budi juga mengimbau pihak pengembang swasta yang mau ikut serta dalam proyek ini agar mengutamakan kepentingan masyarakat selaku pengguna MRT dibanding keuntungan perseroan semata. Dengan adanya kerjasama dengan pengembang swasta, ia optimistis nilai investasi yang tergolong besar bisa tertutupi.

"Oleh karenanya kita akan membuat masterplan yang sudah dibuat BPTJ (Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek) dengan detail yang lebih konkret. Dan saat membahas detail, para pengembang kita ajak bicara," sambungnya.

Terkait besaran investasi tersebut, dia menyebutkan, sebagai angkutan pengumpan memakan biaya terendah, yakni sekitar Rp 160 miliar. Sementara LRT menjadi yang paling mahal.

"Bus guided itu yang paling murah, per km sekitar Rp 160 miliar. Kalau 5 km kali lima ya Rp 800 miliar. Kalau yang di atasnya, Rp 200-250 miliar itu kereta kapsul. Kalau people mover Rp 300 miliar, LRT kira-kira Rp 500 miliar per km," tuturnya.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya