Program B20 Masih Terkendala Pengangkutan

Karena biodiesel masih dalam kategori Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) maka pengangkutan harus khusus.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 27 Okt 2018, 14:37 WIB
Diterbitkan 27 Okt 2018, 14:37 WIB
Harga BBM Berbeda di Setiap Kota
Seorang petugas SPBU mengisi bahan bakar ke salah satu kendaraan di Kuningan, Jakarta, Senin (19/1/2015). (Liputan6.com/Miftahul Hayat)

Liputan6.com, Jakarta - Penerapan pencampuran 20 persen biodiesel dengan solar (B20) masih menghadapi kendala. Hal ini membuat program yang bertujuan menghemat devisa negara tersebut b‎elum optimal pelaksanaannya.

Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian Energi dan Sumber daya Mineral (ESDM) Rida Mulyana mengatakan, ‎kendala yang dihadapi dalam penerapan B20 adalah transportasi. Penyaluran Solar bercampur biodiesel ke seluruh wilayah Indonesia kerap mengalami hambatan karena tidak adanya transportasi yang mumpuni.

"Kami akui, program B20 belum optimal, tetapi  kami bisa klaim bahwa pleaksanaan sudah lebih baik. Halnya betul ada hambatan di logistik salah satunya," kata Rida, di Jakarta, Sabtu (27/2018).

Karena biodiesel masih dalam kategori Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) maka pengangkutan harus khusus. Jika menggunakan kapal tidak bisa bersamaan dengan dengan penumpang. Oleh karena itu pengangkutan harus menggunakan kapal khusus.

"Kami tidak telisik ketersediaan kapal. Ternyata tidak hanya kuantitas tapi juga spesifikasi. Mengangkut itu tidak sembarang kapal ternyata," ujarnya.

Meski sudah ada kapal khusus, tetapi biodiesel juga tidak mudah diangkut. Dia mencontohkan seperti kapal miliki Pertamina. Kapal tersebut memiliki spesifikasi yang tepat bahkan sudah tersertifikasi, tetapi tidak bisa mengangkut karena volume kapal terlalu besar untuk biodiesel yang akan dikirim sehingga tidak efisien.

"Itu menarik, kapal ada bersertifikat, tapi klien tidak memerlukan kapal volume sebesar itu. Misal untuk 20 ribu tapi yang perlu 5-10 ribu. Kalau dipaksa jadi tidak efektif," tandasnya.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Sebagian Pembangkit Listrik PLN Telah Gunakan B20

Mengunjungi PLTA Bengkok, Pembangkit Tertua RI Warisan
Aktivitas pekerja di Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Bengkok, Bandung, Jawa Barat, Jumat (19/10). PLTA Bengkok kini ditetapkan sebagai cagar warisan budaya oleh Pemda Jawa Barat. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Sebelumnya, Direktur Bisnis Regional Jawa bagian Timur, Bali dan Nusa Tenggara PLN, Djoko Abu Manan menyatakan realisasi penggunaan B20 untuk Pembangkit Listrik Tenaga Disel (PLTD) milik PLN hingga per 13 Oktober 2018 baru mencapai 47 persen atau sebanyak 142.246 kilo liter (KL).

Angka tersebut masih rendah dari target PLN hingga akhir 2018 yang diperkirakan bakal mencapai 304.773 KL. Meski demikian, Djoko optimistis hingga akhir tahun realisasi atau pelaksanaan B20 pada PLTD bisa mencapai 100 persen.

"Tapi kami yakin bisa sesuai target ya kita. Artinya kemungkijan sampai Desember 2018 bisa tercapailah. Kan tinggal penyediaanya saja," kata Djoko pada Kamis 18 Oktober 2018.

Djoko mengungkapkan, pelaksanaan B20 ini juga masih mengalami kendala khususnya di bagian penyalurannya. Sehingga secara dampak juga akan berpengaruh di sejumlah wilayah. "Timur sih (paling banyak kendala). Transportasi kan di sana masalahnya,” paparnya.

Berdasarkan data PLN penggunaan B20 di Maluku dan Papua hanya 13 persen dari target. Semestinya hingga 13 Oktober 2018, PLTD di Maluku dan Papua ralisasi B20 sebanyak 49.198 KL.

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya