Dewas BPJS TK: Kami Tak Lindungi Anggota yang Diduga Lakukan Asusila

Dewan Pengawas BPJS TK baru menerima laporan atas dugaan asusila yang dilakukan oleh SAB kepada RA pada 6 Desember 2018.

oleh Bawono Yadika diperbarui 11 Jan 2019, 15:36 WIB
Diterbitkan 11 Jan 2019, 15:36 WIB
Press Conference Dewan Pengawas BPJS Ketenagakerjaan, Jumat (11/1/2019).
Press Conference Dewan Pengawas BPJS Ketenagakerjaan, Jumat (11/1/2019).

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Dewan Pengawas (Dewas) Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (BPJS TK) Guntur Witjaksono mengaku menyesalkan adanya insiden pelecehan seksual yang dolakuakn salah satu anggota dewas yaitu SAB terhadap RA. Dia menjelaskan, pihaknya baru menerima laporan atas dugaan asusila oleh korban pada 6 Desember 2018.

“Kami atas nama Dewan Pengawas BPJS Ketenagakerjaan ingin melakukan klarifikasi atas kasus yang menimpa anggota kami, saudara SAB. Kami mendapati tudingan bahwa dalam kasus ini jajaran Dewas sengaja melindungi saudara SAB atas tuduhan asusila yang dialamatkan kepadanya. Kami sampaikan bahwa itu tidak benar," ucapnya di Hotel Kartika Chandra, Jakarta Selatan, Jumat (11/1/2019).

Dia menambahkan, korban pelecehan seksual yaitu RA, mengajukan laporan Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) pada tanggal 6 Desember 2018 atas tindakan pelecehan yang dilakukan oleh SAB. BPJS TK akan tetap mengikuti dan menyerahkan proses yang tengah bergulir pada pihak yang berwenang.

”Kami mendukung pihak berwenang untuk terus melanjutkan proses penyidikan agar kebenaran yang sesungguhnya dapat segera terungkap,"  ujarnya.

Guntur pun menyayangkan pihak-pihak tertentu yang membuat kasus ini melebar atas kasus pelecehan asusila tersebut. Salah satunya seperti tuduhan yang menyebutkan tata kelola Dewas BPJS TK buruk dan adanya overlapping wewenang dalam perekrutan staf komite Dewas BPJS TK.

”Kami sampaikan bahwa hal itu tidak benar. Kegiatan operasional organ BPJS TK setiap tahun pasti dilakukan audit oleh lembaga pengawas keuangan seperti OJK, BPK, dan KAP, di samping kegiatan monitoring dan evaluasi dari DJSN yang mendapatkan predikat baik," imbuhnya.

Dia menuturkan proses rekrutmen staf juga telah mengacu pada perundangan-undangan yang berlaku.

”Sementara terkait rekrutmen, penyelenggaran FGD, seminar dan Iain sebagainya, itu semua sudah diatur dan sesuai dengan regulasi yang tertera dalam Undang undang No. 24 Tahun 2011 tentang BPJS dan Peraturan turunan yang terkait. Tidak ada hal yang menyalahi di sini," tandasnya.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Karyawati BPJS-TK Mengaku Alami Kejahatan Seksual dan Berujung PHK

Ilustrasi
Ilustrasi korban pemerkosaan. (dok. unsplash.com/Asnida Riani)

Sebelumnya, seorang pegawai kontrak di Dewan Pengawas BPJS Ketenagakerjaan(BPJS TK) mengaku menjadi korban kekerasan seksual atasan tempat dia bekerja. Selain perlakuan tersebut, pegawai tersebut juga dipecat dari pekerjaannya.

Karyawati tersebut mulai bekerja sejak April 2016 dan langsung menjadi staf anggota salah satu Dewan Pengawas BPJS TK. Secara struktur organisasi, lembaga ini terpisah dari lingkup Direksi BPJS-TK.

Pengakuan eks karyawati BPJS-TK berusia 27 tahun itu, bahwa dia mengalami kekerasan seksual sejak April 2016 atau pertama dia bekerja hingga November 2018.

"Saya menjadi korban empat kali tindakan pemaksaan hubungan seksual oleh oknum yang sama," ujar perempuan tersebut dalam keterangan pers di Cikini, Jakarta Pusat, Jumat (28/12/2018).

Dia menuturkan, kejahatan seksual tersebut dialaminya di dalam dan luar kantor. Atasannya tersebut berulangkali merayu, memintanya untuk berciuman, hingga memaksa untuk melakukan hubungan badan.

"(Ada) Ancaman psikis. Psikis saya dibuat tidak nyaman, saya dimarah-marahi saya dibentak, saya dikucilkan oleh anggota Dewan Komite. (Ancaman) fisik yang bersangkutan (terduga pelaku) ingin melampar gelas ke saya dan sempat dibatalkan oleh teman saya disitu," dia membeberkan.

Menurut dia, sejak pertama kali mengalami kekerasan seksual dirinya sudah melaporkan tindakan atasannya itu ke seorang Dewan Pengawas lainnya. Namun, ternyata para anggota Dewas tersebut tidak mengindahkan laporannya.

"Ternyata perlindungan tersebut tidak pernah diberikan sehingga saya terus menjadi korban pelecahan dan pemaksaan hubungan seksual," ucapnya.

Kemudian, dia pun memberanikan diri melaporkan kejadian tersebut kepada Ketua Dewan Pengawas BPJS Ketenagakerjan, pada awal Desember 2018. Namun, lagi-lagi, apa yang diharapkannya itu jauh dari kata adil.

"Dewan Pengawas justru membela perilaku bejat itu. Hasil Rapat Dewan Pengawas pada 4 Desember justru memutuskan untuk mengeluarkan Perjanjian Bersama yang isinya mem-PHK saya," terangnya.

Dia menuturkan, telah mengirimkan surat kepada Dewan Jaminan Sosial Negara (DJSN) yang memikiki kewenangan merekomendasian pemberhentian anggota Dewan Pengawas BPJS-TK kepada Presiden.

"Saya berdoa saya adalah perempuan terakhir yang menjadi korban kejahatan seksual di Dewan Pengawas BPJS Ketenagakerjaan ataupun di tempat kerja manapun," tandas dia.

Perjuangan eks karyawati BPJS TK itu pun tidak berhenti di situ. Dia memutuskan untuk melaporkan bekas atasannya itu ke kepoilisian.

"Kuasa hukum saya segera menangani pelaporan ini. Kkuasa hukum saya akan melaporkan kasus ini," tegas dia.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya