Liputan6.com, Jakarta - Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti dan Jaksa Agung M Prasetyo menandatangani berita acara serah terima Kapal MV Silver Sea 2 dari Kejaksaan Agung (Kejagung) kepada Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Kamis (14/2), di Kantor Kejagung, Jakarta Selatan. Silver Sea 2 adalah kapal angkut berbendera Thailand yang terbukti melakukan illegal fishing di perairan Indonesia. Kapal berukuran 2.285 Gross Ton (GT) ini ditangkap oleh TNI AL di perairan Sabang, Banda Aceh pada 2015 lalu.
Setelah bertahun-tahun upaya yang dilakukan oleh penyidik dan jaksa, pada Oktober 2017, Pengadilan Negeri (PN) Sabang menjatuhkan putusan bersalah terhadap Nakhoda Kapal Silver Sea 2, Yotin Kuarabia. Ia dikenakan pidana denda sejumlah Rp 250 juta subsider 6 bulan kurungan atas dasar pelanggaran mematikan Automatic Identification System (AIS) dan Vessel Monitoring System (VMS).
Pengadilan Negeri Sabang juga memutuskan kapal Silver Sea 2 dirampas untuk negara dan ikan sebanyak 1.930 ton dengan nilai lelang sebesar Rp 20,57 miliar dirampas untuk negara.
Advertisement
Susi menyampaikan apresiasi terhadap Kejagung yang dinilai telah menerapkan sistem peradilan pidana pelanggaran kelautan dengan baiK. Menurutnya, kemenangan atas kasus Silver Sea 2 ini menunjukkan sinergitas yang baik yang berhasil dilakukan institusi negara dalam menegakkan kedaulatan hukum dan sumber daya alam Indonesia.
Baca Juga
“Tentunya kita melihat bagaimana Kejaksaan dengan gigih untuk mendukung KKP menjaga kedaulatan perikanan Indonesia, sumber daya alam Indonesia ini dengan kecerdasan dan ketegasannya, sehingga kapal ini bisa disita oleh negara,” ungkapnya seperti dikutip daari keterangan tertulis, Jumat (15/2/2019).
“Cukup lama menunggu dan bersabar. Namun hari ini, akhirnya bisa ditandatangani. Saya ingin segera melayarkan kapal ini untuk memperlihatkan betapa besarnya kapal yang melakukan pelanggaran di perairan Indonesia,” lanjutnya.
Ia mengatakan, kapal ini akan digunakan sebagai sarana pendidikan bagi masyarakat. Kapal ini akan dilayarkan mengelilingi pelabuhan-pelabuhan Indonesia sebagai pendidikan pengenalan kejahatan Illegal, Unreported, and Unregulated Fishing (IUUF) bagi masyarakat.
Kapal Silver Sea 2 juga akan digunakan untuk mengangkut hasil tangkapan nelayan Indonesia. “Sekarang yang menangkap ikan di Indonesia itu harus nelayan Indonesia, harus kapal Indonesia, harus pengusaha Indonesia yang punya kapalnya. Jadi untuk memastikan usaha anak bangsa ini bisa diangkut, bisa dibawa dari produksi ke pemasaran, kapal ini akan dipakai untuk membangun konektivitas angkutan Sistem Logistik Ikan Nasional (SLIN).”
Tujuan utamanya adalah untuk mendorong perekonomian dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia utamanya stakeholder kelautan dan perikanan.
Menteri Susi berharap, penanganan kasus kapal Silver Sea 2 ini dapat membawa Indonesia menuju dua visi pemerintah yaitu menjadikan laut masa depan bangsa dan Indonesia sebagai poros maritim dunia.
“Kita perlihatkan kepada dunia kita tidak main-main lho (dalam menjaga kedaulatan) dan kepada anak bangsa bagaimana kerja institusi pemerintah bahu membahu,” pungkasnya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Follow The Money
Sementara itu, Jaksa Agung M. Prasetyo, dalam kesempatan yang sama menyampaikan terima kasih dan apresiasi kepada Menteri Keuangan atas persetujuan Kementerian Keuangan menyerahkan Silver Sea 2 beserta isi dan kelengkapan dokumennya untuk dimanfaatkan oleh KKP.
“Ibu Susi sangat senang hari ini menerima kapal itu. Saya lihat tadi jingkrak-jingkrak. Saya juga senang karena bisa mendukung kelengkapan sarana prasarana bagi Menteri Kelautan dan Perikanan dalam menjalankan visi dan misinya untuk bagaimana kita meningkatkan kewibawaan kita di laut dan bagaimana meningkatkan aset bangsa berupa kekayaan sumber daya laut ikan yang jumlahnya luar biasa, yang selama ini justru lebih banyak dinikmati dicuri oleh nelayan asing,” kata Prasetyo.
Ia mengatakan, penegak hukum tidak lagi berupaya untuk mengejar lalu menghukum pelaku secara konvensional dengan cara menerapkan pidana penjara melalui pendekatan follow the suspect semata, melainkan juga diarahkan pada pendekatan follow the money dan follow the asset.
Menurutnya, hukuman harus dapat melucuti dan memotong aliran dan akses pelaku ke aset-asetnya yang merupakan “urat nadi” bagi pelaku kejahatan melalui upaya pelacakan, pembekuan, penyitaan, dan pada gilirannya bermuara pada upaya merampas aset atau properti milik pelaku, baik aset yang digunakan sebagai alat untuk melakukan tindak pidana maupun aset yang dihasilkan dan diperoleh dari tindak pidana yang dilakukannya.
Ia menambahkan, melalui kombinasi pendekatan ini, setidaknya ada dua hal positif yang dapat kita peroleh. Pertama, instrumen perampasan aset ingin memberikan pesan yang kuat kepada pelaku, bahwa sesungguhnya melakukan tindak pidana adalah merupakan perbuatan yang tidak memberikan keuntungan, justru merugikan karena aset akan dirampas. Sehingga diharapkan ada efek jera sehingga mereka enggan melakukan tindak pidana.
Kedua, perampasan akan dipandang penting, karena itu menjadi bagian yang utuh dari penanganan tindak pidana. Langkah itu menginisiasi setiap tahapan penegakan hukum untuk menjaga dan mempertahankan nilai aset yang berasal dari tindak pidana tidak berkurang dan dapat dikelola dengan baik untuk pemulihan kekayaan negara.
“Jangan coba-coba lagi mencuri ikan di laut kita. Ini pesan yang tentunya sangat-sangat dibutuhkan untuk membuat para pencuri ikan, khususnya kapal asing ini menjadi jera,” ujarnya.
Advertisement