BI Tahan Suku Bunga, IHSG Berpotensi Menguat Terbatas

IHSG berpeluang menguat terbatas pada hari ini.

oleh Bawono Yadika diperbarui 25 Mar 2019, 06:15 WIB
Diterbitkan 25 Mar 2019, 06:15 WIB
Akhir tahun 2017, IHSG Ditutup di Level 6.355,65 poin
Pekerja tengah melintas di bawah papan pergerakan IHSG di BEI, Jakarta, Jumat (29/12). Karena hal tersebut, Jokowi memberi apresiasi kepada seluruh pelaku industri maupun otoritas pasar modal. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berpeluang menguat terbatas dengan diperdagangkan pada level support dan resistance di 6.502-6.536

Meski dinilai dapat menembus ke level 6.500, penguatan IHSG di bursa saham dipandang masih akan bersifat terbatas. Itu ditopang beberapa saham perbankan yang naik didukung oleh keputusan Bank Indonesia (BI) menahan suku bunga.

"Selain itu, pergerakaan saat ini sudah mendekati resistance upper Bollinger band. Jadi dalam jangka pendek IHSG memang berpeluang terbatas di kisaran 6.502-6.536," ujar Analis PT Artha Sekuritas Dennies Christoper Jordan di Jakarta, Senin (25/3/2019).

Dia pun menambahkan, saham konstruksi maupun perbankan laik untuk dibeli pada perdagangan saham hari ini.

Tetapi, Analis PT Binaartha Parama Sekuritas Muhammad Nafan Aji menyanggah kemungkinan IHSG untuk melaju positif.

Katanya, indikator stochastic sudah mendekati area overbought (jenuh beli) sehingga IHSG berpeluang terkoreksi wajar. Menurutnya, IHSG bakal tertekan wajar di rentang 6.480-6.574.

Adapun saham anjuran menurut dia ialah saham PT Aneka Tambang Tbk (ANTM), PT Vale Indonesia Tbk (INCO), serta PT Garuda Maintanance Facility AeroAsia Tbk (GMFI).

Sedangkan Dennies merekomendasikan saham PT Wijaya Karya Tbk (WIKA), PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI), dan PT Indah Kiat Pulp and Paper Tbk (INKP).

 

Keputusan The Fed Topang IHSG Sepekan

Pembukaan-Saham
Pengunjung tengah melintasi layar pergerakan saham di BEI, Jakarta, Senin (13/2). Pembukaan perdagangan bursa hari ini, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tercatat menguat 0,57% atau 30,45 poin ke level 5.402,44. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mampu menguat selama sepekan. Hal ini didorong langkah bank sentral Amerika Serikat (AS) atau the Federal Reserve memutuskan kurang agresif atau dovish dan beri sinyal tak naikkan suku bunga pada 2019.

Mengutip laporan PT Ashmore Asset Management Indonesia, Sabtu (23/3/2019), IHSG menguat 0,99 persen dari posisi 6.461 ke posisi 6.525 pada 22 Maret 2019.  IHSG menguat juga didukung saham kapitalisasi besar masuk LQ45 naik 1,1 persen selama sepekan.

Penguatan IHSG tersebut juga didorong the Federal Reserve memberikan sinyal tak menaikkan suku bunga pada 2019 dan kurang agresif. Investor asing beli saham USD 74 juta atau sekitar Rp 1,04 triliun (asumsi kurs Rp 14.177 per dolar AS).

Sementara itu, indeks obligasi naik 1,1 persen selama sepekan. Imbal hasil obligasi pemerintah bertenor 10 tahun berada di posisi 7,61 persen. Posisi dolar AS di kisaran Rp 14.163. Investor asing beli obligasi mencapai USD 803 juta atau sekitar Rp 11,38 triliun hingga perdagangan Rabu.

Sejumlah sentimen baik eksternal dan internal pengaruhi pasar keuangan global termasuk IHSG. Dari sentimen eksternal, perang dagang Amerika Serikat (AS) dan China mempengaruhi pelaku pasar.

Presiden AS Donald Trump memperingatkan AS mungkin menetapkan tarif pada barang-barang China untuk "periode substansial" sehingga memastikan pemerintahan China mematuhi perjanjian perdagangan apa pun. Donald Trump juga ingin mencapai kesepakatan perdagangan. Pembicaraan perdagangan akan dilanjutkan pekan depan.

Kemudian, bank sentral AS juga memutuskan mempertahankan suku bunga acuan usai gelar pertemuan dalam dua hari. Hal ini seiring ekonomi AS melambat lebih dari yang diperkirakan sebelumnya dan melukiskan gambaran ekonomi jauh lebih lemah dari pada yang disampaikan pemerintah AS.

Pimpinan bank sentral AS, Jerome Powell menuturkan, ekonomi "berada di tempat yang baik". Akan tetapi, dia mengatakan, pertumbuhan tampaknya melambat dari tahun lalu di bawah tekanan perang dagang antara AS dan China.

Selain itu, perlambatan ekonomi di Eropa dan China dan memudarnya stimulus dari pemotongan pajak dari partai Republik pada 2017.

Bank sentral AS saat ini mengharapkan pertumbuhan ekonomi 2,1 persen dari perkiraan pada Desember sebesar 2,3 persen. Sedangkan pertumbuhan ekonomi 2020, bank sentral AS perkirakan pertumbuhan ekonomi hanya 1,9 persen.

Bank sentral AS atau the Federal Reserve (the Fed) melihat tanda-tanda kelemahan antara lain pengeluaran konsumen dan investasi. Powell menilai, pertumbuhan agak melambat dari yang diharapkan.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Live Streaming

Powered by

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya