Pengusaha Sayangkan Rokok Elektrik Masuk Aturan KTR

Setiap konsumen memiliki hak memperoleh informasi yang benar serta memilih berbagai produk yang di konsumsi, termasuk rokok elektrik.

oleh Liputan6.com diperbarui 13 Apr 2019, 20:37 WIB
Diterbitkan 13 Apr 2019, 20:37 WIB
Rokok Elektrik
Ilustrasi Rokok Elektrik atau Vape (iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta Pengusaha yang tergabung dalam Asosiasi Personal Vaporizer Indonesia (APVI) menyayangkan kebijakan pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya yang memasukkan rokok elektrik dalam Peraturan Daerah Kawasan Tanpa Rokok (Perda KTR).

Langkah ini dinila tidak tepat karena pemerintah menyamakan produk tembakau alternatif tersebut dengan rokok konvensional.

Ketua APVI, Aryo Andrianto menjelaskan, produk rokok elektrik tidaklah sama dengan rokok konvensional, termasuk dalam aspek risiko kesehatan.

Berdasarkan berbagai hasil riset dan bukti ilmiah, rokok elektrik memiliki aspek risiko kesehatan yang lebih rendah dari pada rokok konvensional. Oleh karena itu, peraturan bagi rokok elektrik seharusnya dibedakan dan tidak seketat rokok konvensional.

"APVI turut menyayangkan Peraturan Daerah Kawasan Tanpa Rokok di Kota Surabaya yang memasukkan rokok elektrik, vape, dan sisha ke dalam produk rokok, sebagaimana tercantum dalam Pasal 1 angka 5," kata Aryo dikutip sabtu (13/4).

Menurutnya, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 109/2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan yang menjadi rujukan dalam Perda KTR di Surabaya tidak mengatur soal produk rokok elektrik, vape, dan sisha.

Menurut Aryo, Indonesia mengenal asas lex superior derogat legi inferior, yaitu hukum yang tinggi mengesampingkan hukum yang rendah.

Ini adalah asas hierarki tatanan hukum Indonesia di mana kedudukan PP 109/2012 lebih tinggi daripada Perda KTR di Surabaya. Dengan demikian, Perda KTR di Kota Surabaya tidak boleh lebih ketat dan bertentangan dengan aturan di atasnya, sehingga berpotensi menimbulkan kebingungan di lapangan.

Dia meminta pemerintah Kota Surabaya untuk mengayomi/melibatkan seluruh pemangku kepentingan ketika membuat kebijakan soal rokok elektrik. Pemangku kepentingan ini termasuk pelaku usaha rokok elektrik, pengguna rokok elektrik, dan lainnya.

Sumber: Merdeka.com

 

Salah Persepsi

Rokok Elektrik
Ilustrasi Rokok Elektrik atau Vape (iStockphoto)

Aryo menambahkan, setiap konsumen memiliki hak memperoleh informasi yang benar serta memilih berbagai produk yang di konsumsi, termasuk rokok elektrik. Keberadaan Perda KTR yang menyamakan produk tembakau alternatif dengan rokok konvensional berpotensi memunculkan salah persepsi di masyarakat dan mempersempit ruang gerak para pelaku usaha.

Salah satu kesalahan persepsi yang muncul di masyarakat adalah bahaya zat yang dikandung dalam rokok. Selama ini, sebagian besar masyarakat mengetahui bahwa nikotin adalah zat paling berbahaya dari konsumsi rokok. Padahal, nikotin juga didapatkan pada berbagai barang lain seperti terong, kentang, dan lainnya.

Menurut Aryo, senyawa yang paling berbahaya sesungguhnya adalah TAR, zat karsinogenik yang dihasilkan dari asap pembakaran rokok. Sementara rokok elektrik tidak dibakar, sehingga tak menghasilkan asap, namun mengandung nikotin dan uap aerosol. Jadi antara vape dengan rokok konvensional itu jauh berbeda, tegas Aryo.

Sebelumnya, sidang paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Surabaya mengesahkan Perda KTR Kota Surabaya pada 4 April 2019. Ketua Panitia Khusus Rancangan Perda KTR DPRD Surabaya Junaedi mengatakan seluruh masukan pemerintah Provinsi Jawa Timur juga telah diakomodasi. Pelaksanaan Perda tersebut kini masih menunggu terbitnya peraturan wali kota Surabaya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya