Liputan6.com, Jakarta - PT Bank Rabobank International Indonesia (Rabobank Indonesia) mengumumkan operasionalnya berhenti di Indonesia.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) membenarkan ada informasi tersebut dan memastikan seluruh hak dan kewajiban perseroan akan terpenuhi dengan baik.
"Ini terkait wacana konsolidasi bisnisnya ke Singapura. Sebagai regulator, jika wacana dijalankan, kami akan memastikan bahwa seluruh hak dan kewajiban kepada pihak terkait Bank akan terjaga dan terlindungi dengan baik," tutur Jubir OJK Sekar Putih Djarot, Selasa (30/4/2019).
Advertisement
Baca Juga
Terkait rencana konsolidasi bisnis ke Singapura, OJK mengaku akan menunggu laporan rencana tersebut dari perusahaan.
"Kemudian agar pihak bank untuk segera melaporkan rencana tersebut ke kami. Demikian yang dapat kami sampaikan," terangnya.
Sebelumnya beredar surat pemberitahuan kepada para nasabah, Rabobank Indonesia pamit diri.
"Kami mengucapkan terima kasih kepada nasabah setia Rabobank Indonesia. Setelah puluhan tahun Rabobank Indonesia, sebagai bagian dari Rabobank Group telah bertumbuh dan berkembang bersama para nasabah, mitra dan seluruh karyawan. Dengan berat hati kami sampaikan bahwa pemegang saham pengendali telah memutuskan untuk menghentikan operasional Rabobank Indonesia," demikian isi surat tertanggal 22 April tersebut.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini
Cara OJK dan Pemerintah Dongkrak Penyaluran Kredit Tahun Depan
Sebelumnya, upaya mendongkrak pertumbuhan kredit tahun depan, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan pemerintah akan mendorong potensi-potensi ekonomi di Indonesia. Itu antara lain dengan menggarap sektor parawisata.
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengatakan, pada tahun depan, tantangan Indonesia bukan hanya terletak pada suku bunga acuan perbankan, melainkan menggali dan memaksimalkan potensi ekonomi lain dalam negeri.
"Tahun depan suku bunga bukan satu-satunya kendala dalam pemberian kredit. Tapi lebih banyak kepada potensi ekonomi yang kita dorong dengan pemerintah. Ini lho ada potensi sektor pariwisata, sektor mining, kelapa sawit, dan lain-lain," ujar dia di Jakarta, Senin, 3 Desember 2018.
Wimboh menjelaskan, pemerintah pada tahun depan sebaiknya cukup jeli dalam memanfaatkan peluang melalui kebijakan yang dibuat. Kebijakan menjadi krusial untuk mendorong pertumbuhan ekonomi pada 2019.
"Pemerintah harus mencari kiat untuk menggali potensi-potensi dengan kebijakan-kebijakan yang ada. Mulai dari perpajakan, apa sajalah, keuangan. Ini untuk bisa benar-benar ekonomi harus tumbuh," jelasnya.
Adapun kata Wimboh, potensi ekonomi lain harus segera dimaksimalkan manfaatnya seiring dengan pertumbuhan penduduk di tahun-tahun mendatang.
"Karena apa? Penduduk kita tambah banyak. Kalau itu (pertumbuhan ekonomi) enggak tumbuh, otomatis kebutuhan kita sandang pangan papan ini jadi tanggungjawab siapa, barangnya sama tapi yang butuh banyak. Dan kita potensinya besar, sumbernya besar," tandasnya.
Advertisement
OJK: Tak Bakal Terjadi Era Suku Bunga Tinggi
Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengklaim industri perbankan mampu menghindari era suku bunga tinggi karena perbankan mampu menipiskan biaya operasional dan cenderung memiliki likuiditas yang memadai.
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengatakan, industri perbankan mampu mengendalikan bunga meskipun Bank Indonesia menaikkan suku bunga acuan hingga 175 basis poin dalam enam bulan terakhir.
"Masih terukur, bank masih bisa tingkatkan efisiensi (operasional), sehingga kenaikan suku bunga (Bank Indonesia) tidak langsung ditransmisikan ke suku bunga bank," kata Wimboh dalam perayaan ulang tahun OJK ke-7, seperti dikutip dari Antara, Minggu, 25 November 2019.
Wimboh juga memandang industri perbankan masih menyalurkan kredit kepada nasabah secara terukur sesuai Rencana Bisnis Bank (RBB) di tengah kenaikan suku bunga acuan Bank Sentral.
Jika melihat Rencana Bisnis Bank (RBB) yang disusun awal tahun ini, industri perbankan menargetkan pertumbuhan kredit di 12,2 persen. Namun, dalam pernyataan terakhirnya Oktober 2018 lalu, Wimboh melihat agresivitas perbankan dalam menyalurkan kredit selama Januari-Oktober 2018 bisa membuat pertumbuhan kredit di akhir tahun mencapai 13 persen.
"Pertumbuhan kredit bisa 13 persen akhir 2018. Itu melebihi target yang 10 sampai 12 persen," ujar Wimboh saat itu.