Berkaca dari Kasus Vincent, IPI Minta Pilot Bijak Pakai Medsos

Ikatan Pilot Indonesia mengingatkan bijak menggunakan media sosial karena dunia online cepat menyebar.

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 25 Jun 2019, 20:21 WIB
Diterbitkan 25 Jun 2019, 20:21 WIB
Vincent Raditya
Pilot sekaligus vlogger, Vincent Raditya. (Daniel Kampua/Fimela.com)

Liputan6.com, Jakarta - Pencabutan izin terbang Capt Vincent Raditya pasca membuat video prank dengan pesulap Limbad yang diunggah di media sosial (medsos) beberapa waktu lalu terus menuai sorotan. 

Bersandar pada kasus ini, Ikatan Pilot Indonesia (IPI) meminta kepada seluruh juru kemudi pesawat agar bijak dalam bermedsos demi menjaga nama baik diri dan dunia penerbangan Tanah Air.

"Pesan saya adalah, berhati-hatilah berinteraksi dengan medsos. Karena jejak digital itu tidak bisa dihilangkan," imbuh Ketua IPI Capt Iwan Setyawan di Jakarta, Selasa (25/6/2019).

Iwan pun memperingatkan itu lantaran segala sesuatu yang tersebar di dunia online kini bisa dengan cepat menyebar hingga ke wilayah lain di luar Indonesia.

"Sekali kita flip, doing something, ya itu akan bisa berdampak kepada diri kita sendiri yang menggunakan uniform ini. Juga kepada perusahaan tempat kita bekerja, mungkin juga bisa kepada pemerintah juga," ujar dia.

Oleh sebab itu, ia menyatakan, hal tersebut dapat turut berimbas terhadap nama baik Indonesia di mata dunia jika seorang WNI salah menyuguhkan sajian di media sosial (medsos) kepada publik.

"Makanya reminder-nya adalah kalau kita enggak berhati-hati, ada dua point yaitu trade sama distortion dalam menyikapi masalah medsos ini," ujar dia.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

Ikatan Pilot Buka Suara soal Pencabutan Izin Terbang Capt Vincent Raditya

Profil Kapten Vincent Raditya
Profil Kapten Vincent Raditya (Sumber: Instagram/vincentraditya)

Sebelumnya, Ikatan Pilot Indonesia (IPI) sepakat dengan regulator, dalam hal ini Kementerian Perhubungan (Kemenhub), terkait pencabutan izin terbang pilot sekaligus Youtuber Vincent Raditya untuk pesawat single engine.

"Kalau itu kami sepakat bahwa itu semuanya diserahkan kepada regulator. Apapun kebijakan regulator, karena dia authority. Jadi kita tidak akan membahas apapun soal kebijakannya," ungkap Ketua IPI Capt Iwan Setyawan di Jakarta, Selasa, 25 Juni 2019.

"Itu sudah final, apapun yang terjadi. Jadi kita tidak ingin membahas hal-hal seperti itu lagi karena sudah selesai, dan itu regulasi," Iwan menambahkan.

Adapun pangkal permasalahan pencabutan izin terbang Vincent Raditya bermula ketika dirinya membuat video prank dengan pesulap Limbad yang diunggahnya beberapa waktu lalu.

Dari video tersebut, Kemenhub menyatakan Capt Vincent Raditya melakukan beberapa kesalahan. Seperti membawa penumpang duduk di samping pilot (hot seat) dengan kondisi pilot dan penumpang tidak menggunakan shoulder harness sesuai ketentuan CSAR 91.105 dan CSAR 91,107.

Selain itu, Capt Vincent juga memberikan kendali terbang kepada orang yang tidak berwenang dan dengan sengaja melakukan manuver zero gravity (G Force), sementara dirinya bukan pemegang otorisasi flight instructor.

Akan tetapi, Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kemenhub masih memberikan kesempatan bagi Capt Vincent Raditya untuk mengajukan banding apabila menginginkan kembali kemampuan Single Engine Land Class Rating yang telah dicabut.

"Saya kira hal itu bawa saja ke DKPPU (Direktorat Kelaikudaraan dan Pengoperasian Pesawat Udara). Kalau memang ada evidence-nya, saya kira di DKPPU juga akan melakukan tugasnya. Kalau itu ada report-nya, silakan," ujar Capt Iwan.

Kemenhub: Manuver G Force Capt Vincent Raditya Tak Lazim di Penerbangan Sipil

Vincent Raditya dan Limbad
Vincent Raditya berkolaborasi dengan Limbad (Dok.YouTube/Vincent Raditya)

Sebelumnya, Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan (Kemenhub) telah memanggil Capt. Vincent Raditya untuk menghadiri rapat pembahasan indikasi pelanggaran. Pemanggilan tersebut dilakukan usai beredar video aktivitas penerbangan Capt. Vincent Raditya pada saat mengoperasikan pesawat Cessna 172 registrasi PK-SUY yang berpenumpang Limbad.

Dari hasil rekaman terlihat Capt. Vincent Raditya pada saat mengoperasikan pesawat terbang terdapat beberapa kesalahan yang dilakukan yaitu membawa penumpang duduk disamping Pilot (Hot Seat), baik pilot maupun penumpang tidak menggunakan shoulder harness sesuaai ketentuan CASR 91.105 dan CASR 91.107.

Selain itu Capt. Vincent Raditya juga memberikan kendali terbang kepada orang yang tidak berwenang dan dengan sengaja melakukan manuver zero gravity (G Force) kepada penumpang umum padahal Capt. Vincent Raditya bukan pemegang otorisasi Flight Instructor.

Manuver zero gravity (G Force) bukan manuver yang normal atau lazim dilakukan dalam penerbangan sipil, karena manuver tersebut dapat menimbulkan ketidaknyamanan pada penumpang, membahayakan dan berpotensi mengakibatkan kecelakaan.

Manuver tersebut apabila dilakukan oleh seseorang yang tidak menguasai dengan baik aspek-aspek terbang aerobatik dan batasan performance pesawat terbang dapat membuat pesawat terbang mengalami stres berlebih pada airframe atau flight control karena overload. 

Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kemenhub Polana B. Pramesti menjelaskan, Kemenhub mengambil langkah terkait indikasi pelanggaran yang dilakukan oleh Capt. Vincent Raditya.

“Direktorat Jenderal Perhubungan Udara mengambil tindakan tegas dengan mengambil langkah Cancellation Single Engine Land Class Rating didalam ATPL 6702 atas nama Capt. Vincent Raditya,” jelas Polana dikutip dari keterangan tertulis, Rabu, 29 Mei 2019.

Namun demikian, Ditjen Hubud akan memberikan kesempatan kepada Capt. Vincent Raditya apabila menginginkan kembali kemampuan Single Engine Land Class Rating, maka dapat mengajukan kembali sesuai ketentuan CASR Part 61.

Langkah ini diambil oleh Ditjen Hubud, untuk mengingatkan kepada para operator penerbangan, bahwa keselamatan dan keamanan penerbangan adalah prioritas utama.

“Kami menghimbau kepada seluruh penerbang pesawat udara sipil untuk tidak melakukan aksi manuver zero gravity (G Force) kepada penumpang umum, karena dapat menimbulkan ketidaknyamanan pada penumpang, dan membahayakan keselamatan dan keamanan penerbangan,” tutup Polana.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya