Liputan6.com, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, Luhut Binsar Pandjaitan angkat suara terkait kasus laporan keuangan milik PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (GIAA) tahun buku 2018.
Luhut Binsar Pandjaitan menekankan di era sekarang ini sudah tidak bisa lagi memanipulasi data, sebab semua sudah termonitoring.
"Ya zaman sekarang tidak bisa lagi bohong-bohong. Karena semuanya nampak termonitor dengan baik. Pasti ketahuan kalau ada kecurangan," kata Luhut dalam acara coffee morning di Kantornya, Jakarta, Selasa (2/7/2019).
Advertisement
Baca Juga
"Jadi saya titip semua, zaman sekarang banyak orang orang yang maaf ya senior-senior itu yang menganggap bahwa kalau zaman sekarang Menteri nya itu bisa tipu tipu, enggak bisa lah, karena semua itu termonitor dengan baik, itu membuat sekarang pemerintah itu jauh lebih transparan," sambungnya.
Luhut mengatakan, sebetulnya kasus laporan keuangan yang ada pada perusahaan berpelat merah ini menjadi satu dari masalah lain yang ada di tubuh Garuda Indonesia. Seperti misalnya masalah harga tiket pesawat yang dianggap tidak benar, serta efisiensi dari harga minyak atau avtur.
"Jadi kembali masalah Garuda ini memang sudah ada masalah dari masa lalu," imbuhnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, laporan ini menjadi janggal lantaran kontrak kerja sama antara Mahata dengan Garuda Indonesia selama 15 tahun senilai USD 241 juta dibukukan sebagai pendapatan Garuda dalam laporan keuangan 2018.
Padahal manajemen Garuda Indonesia belum menerima pembayaran dari Mahata, sehingga berujung pada penolakan terhadap dua komisarisnya.
Atas kasus ini, Kementerian Keuangan pun menjatuhkan sanksi kepada Akuntan Publik (AP) Kasner Sirumapea dan Kantor Akuntan Publik (KAP) Tanubrata, Sutanto, Fahmi, Bambang & Rekan. Keduanya adalah auditor laporan keuangan PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk dan Entitas Anak Tahun Buku 2018.
Sekretaris Jenderal Kementerian Keuangan, Hadiyanto, mengatakan sanksi diberikan setelah Kementerian Keuangan (Kemenkeu) c.q. Pusat Pembinaan Profesi Keuangan (PPPK) memeriksa AP/KAP tersebut terkait permasalahan laporan keuangan Garuda Indonesia tahun buku 2018.
"Khususnya pengakuan pendapatan atas perjanjian kerjasama dengan PT Mahata Aero Teknologi yang diindikasikan tidak sesuai dengan standard akuntansi," ujar dia.
Selain sanksi tersebut, Garuda Indonesia juga dikenakan denda hingga Rp 1,25 miliar yang harus dibayarkan ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan PT Bursa Efek Indonesia (BEI). "Total semua sekitar Rp 1 miliar dibayarkan kepada OJK, dan Rp 250 juta ke BEI," tutur Direktur Utama Garuda Indonesia I Gusti Ngurah Askhara Danadiputra atau yang akrab dipanggil Ari Askhara di Jakarta, Minggu, 30 Juni 2019.
Reporter: Dwi Aditya Putra
Sumber: Merdeka.com
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini
Garuda Janji Revisi Laporan Keuangan 2018 Maksimal 14 Hari
Sebelumnya, PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk berjanji akan merevisi laporan keuangan pada 2018 lalu dalam waktu maksimal 14 hari sejak Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menetapkan sanksi pada Jumat, 28 Juni 2019.
Direktur Utama Garuda Indonesia I Gusti Ngurah Askhara Danadiputra atau yang dikenal sebagai Ari Askhara mengatakan, pihaknya akan menaati ketentuan tersebut meski bersikukuh tak ada pelanggaran terhadap rasio antara utang dan modal (debt to equity ratio).
"Dengan adanya penyajian kembali, nanti tentunya akan berubah. Memang kita sedang menyampaikan bahwa bila pun itu disajikan kembali, tidak ada rasio-rasio yang dilanggar. Khususnya untuk debt to equity ratio-nya. Itu di bawah 2,5 persen," tegasnya di Jakarta, Minggu, 30 Juni 2019.
Sebagai catatan, laporan keuangan Garuda Indonesia pada tahun lalu memang terbilang mengejutkan. Pasalnya, perseroan melaporkan adanya perolehan laba bersih sebesar USD 809,84 ribu.
Secar perhitungan, Garuda Indonesia semestinya menanggung kerugian. Itu lantaran total beban usaha yang dibukukan perusahaan pada 2018 mencapai USD 4,58 miliar, atau lebih besar USD 206,08 juta lebih besar dibanding total pendapatan di tahun sebelumnya.
Adapun kejanggalan pada laporan keuangan ini berawal dari perolehan laba bersih 2018 yang diselamatkan dari perjanjian kerjasama dengan PT Mahata Aero Teknologi senilai USD 239,94 juta.
Ke depan, Ari Askhara menyatakan, Garuda Indonesia menghormati keputusan pemberian sanksi oleh OJK dan Kemenkeu, dan akan menindaklanjuti keputusan itu dengan sebaik-baiknya.
"Garuda Indonesia juga akan terbuka, berkomunikasi lebih lanjut dan meminta advise kepada regulator, dalam hal ini terkait dengan pemenuhan kewajiban perusahaan atas hasil putusan tersebut," pungkasnya.
Advertisement
Sanksi OJK ke Garuda untuk Jaga Kepercayaan Masyarakat
Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah memutuskan bahwa PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk melakukan kesalahan terkait kasus penyajian Laporan Keuangan Tahunan per 31 Desember 2018.
Atas temuan ini, OJK memberi tenggat waktu selama 14 hari atau dua minggu kepada Garuda Indonesia untuk melakukan perbaikan dan menyajikan kembali Laporan Keuangan Tahunan per 31 Desember 2018.
Temuan OJK ini merupakan hasil investigasi terkait penyajian Laporan Keuangan Tahunan (LKT) PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk per 31 Desember 2018 setelah melakukan koordinasi bersama Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Pusat Pembinaan Profesi Keuangan, PT Bursa Efek Indonesia, dan pihak terkait lainnya.
Pihak OJK yang diwakili oleh Deputi Komisioner Hubungan Masyarakat dan Manajemen Strategis, Anto Prabowo, mengungkapkan bahwa Garuda Indonesia telah terbukti melanggar Pasal 69 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (UU PM) jis. Peraturan Bapepam dan LK Nomor VIII.G.7 tentang Penyajian dan Pengungkapan Laporan Keuangan Emiten dan Perusahaan Publik, Interpretasi Standar Akuntansi Keuangan (ISAK) 8 tentang Penentuan Apakah Suatu Perjanjian Mengandung Sewa, dan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 30 tentang Sewa.
“Pengenaan sanksi dan atau Perintah Tertulis terhadap PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk, Direksi dan atau Dewan Komisaris, AP, dan KAP oleh OJK diberikan sebagai langkah tegas OJK untuk menjaga kepercayaan masyarakat terhadap industri Pasar Modal Indonesia,” ujar Anto Prabowo, dalam keterangan resminya Jumat, 28 Juni 2019.
Di samping itu, OJK juga mengenakan Sanksi Administratif berupa denda sebesar Rp 100 juta kepada PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk atas pelanggaran Peraturan OJK Nomor 29/POJK.04/2016 tentang Laporan Tahunan Emiten atau Perusahaan Publik.
Tak hanya perseroan, sanksi denda juga dijatuhkan masing-masing sebesar Rp 100 juta kepada seluruh anggota Direksi PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk atas pelanggaran Peraturan Bapepam Nomor VIII.G.11 tentang Tanggung Jawab Direksi atas Laporan Keuangan.