Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Keuangan melalui Direktorat Jenderal Bea Cukai merilis daftar penindakan terhadap 10 komoditas tertinggi sepanjang 2019. Adapun pelanggaran terbanyak terdapat pada komoditas rokok dan pornografi.
Direktur Jenderal Bea Cukai Kementerian Keuangan Heru Pambudi mengatakan, hasil tembakau seperti rokok tahun ini terdapat 5.598 kasus. Ribuan pelanggaran produksi dan persebaran rokok ilegal terdapat di berbagai tempat.
"Ini yang kita lakukan untuk rokok konvensional khususnya di Jawa Timur itu Sidoarjo, Malang, Pasuruan, Madura. Di Jawa Tengah sumber produksi ilegal itu di Pati, Kudus, dan Jepara," ujarnya di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur, Rabu (13/11).
Advertisement
Rokok konvensional ilegal tersebut juga banyak dipasarkan di Sulawesi Selatan, Jambi, Kalimantan Timur, dan Banjarmasin. Untuk hasil tembakau dalam bentuk rokok non konvensional seperti juul juga ditindak.
Baca Juga
Ditjen Bea Cukai juga menindak rokok impor yang biasanya diperdagangkan di e-commerce dengan permintaan tingginya. Perdagangan sektor tersebut bahkan ada yang mencapai omzet penjualan mencapai Rp 18 miliar.
"Kita sudah tahan 2 tersangka soal ini," jelas Heru.
Komoditas kedua terbanyak kasus penindakan Ditjen Bea Cukai sepanjang tahun ini adalah barang pornografi yang mencapai 1.998 kasus. Barang-barang ilegal pornografi ini didatangkan melalui pembelian di e-commerce, lalu dikirim melalui PT Pos Indonesia.
"Tangkapan terbanyak di kantor Pos. Untuk bisa impor ada kan ada beberapa jembatan penyambungnya. Salah satunya Pos. Apa saja barangnya? Tidak bisa saya urai satu per satu disini," katanya.
Sementara itu, kasus penindakan lain yang tak kalah mencengangkan adalah kosmetik, obat-obatan, dan bahan kimia mencapai 660 kasus. Komestik banyak yang ditindak untuk mengontrol penyebarannya yang terlalu banyak seperti jasa titip dari luar negeri.
"Kosmetik ini juga kami lakukan kontrol yang ketat karena barang kiriman itu hanya boleh maksimal 10 pieces. Saat ini sedang review 10 ini terlalu banyak atau tidak. Banyaknya barang impor dari Korea," ungkapnya.
Penindakan lain adalah untuk barang teknologi canggih seperti HP, gadget, dan ACC mencapai 602 kasus. Lalu komoditas elektronik mencapai 524 kasus.Tekstil dan produk tekstil mencapai 507 kasus. Bibit dan benih tanaman mencapai 492 kasus. Kendaraan, part, dan acc mencapai 437 kasus dan alat kesehatan mencapai 367 kasus.
Reporter: Anggun P. Situmorang
Sumber: Merdeka.com
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Bea Cukai Minta Konsumen Tak Beli Ponsel Lewat Jastip Ilegal
Pemerintah meneken aturan blokir ponsel black market (ponsel BM) via International Mobile Equipment Identity (IMEI). Aturan tersebut diteken oleh tiga kementerian, yakni Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, dan Kementerian Komunikasi dan Informatika.
Pasca diteken, Pemerintah memiliki enam bulan untuk melakukan berbagai langkah sebelum aturan ini diterapkan. Salah satu upaya yang dijalankan pemerintah, yakni melakukan sosialisasi.
Dirjen Bea Cukai Kementerian Keuangan Heru Pambudi menitip pesan kepada masyarakat yang kerap menggunakan jasa penitipan (jastip) untuk membeli keperluan, termasuk ponsel.
"Kami juga menghimbau yang selama ini juga mulai mengalihkan pemasukan ilegalnya melalui jastip-jastip yang tidak benar," kata dia, di Kementerian Perindustrian, Jakarta, Jumat (18/10).
Dia mengharapkan masyarakat mulai sadar dan menggunakan jalur resmi untuk mendapatkan ponsel yang diinginkan. "Kami juga menghimbau supaya melalui jalur yang resmi saja sehingga memberikan ruang bagi industri dalam negeri," imbuhnya.
Aturan terkait IMEI, kata dia, sangat membantu kerja Bea Cukai dalam mengatasi masuknya ponsel black market. Bahkan bisa memberantas penyelundupan.
"Saya kira yang paling bahagia adalah Kemenkeu khususnya Ditjen Bea Cukai. Karena dengan kebijakan ini, praktis penyelundupan tidak akan ada lagi. Karena percuma. Boleh saja mereka menyelundup tapi mereka tidak akan bisa menggunakan," tegasnya.
"Sehingga mudah-mudahan ini memberikan satu dampak yang luar biasa," tandasnya.
Reporter:Â Wilfridus Setu Embu
Sumber: Merdeka.com
Advertisement