Papua Nugini Blokir Facebook: Uji Coba Atasi Pornografi dan Misinformasi yang Menuai Kritik

Pemerintah Papua Nugini memblokir Facebook sebagai uji coba untuk membatasi konten berbahaya.

oleh Tanti Yulianingsih Diperbarui 26 Mar 2025, 13:00 WIB
Diterbitkan 26 Mar 2025, 13:00 WIB
Facebook
Ilustrasi logo Facebook sebagai salah satu platform layanan Meta. (Sumber foto: Pexels.com).... Selengkapnya

Liputan6.com, Port Moresby - Pemerintah Papua Nugini (PNG) mengejutkan publik dengan langkah kontroversialnya: pemblokiran Facebook, dimulai pada Senin 24 Maret 2025. Pemblokiran ini, diklaim sebagai uji coba, bertujuan membatasi penyebaran konten berbahaya seperti pornografi, ujaran kebencian, misinformasi, dan konten yang menghasut kekerasan.

Larangan perihal blokir Facebook mendadak yang diterapkan mulai Senin (24/3), telah menuai kritik dari anggota parlemen oposisi dan kritikus politik yang menyebutnya sebagai pelanggaran hak asasi manusia.

Membela tindakan tersebut, Menteri Kepolisian Peter Tsiamalili Jr mengatakan pemerintah tidak berusaha untuk menekan kebebasan berbicara, tetapi memiliki "tanggung jawab untuk melindungi warga negara dari konten yang berbahaya".

Neville Choi, presiden dewan media Papua Nugini, mengatakan tindakan tersebut "berbatasan dengan otokrasi politik, dan pelanggaran hak asasi manusia".

Yang lebih memprihatinkan adalah fakta bahwa sedikitnya dua badan pemerintah yang mengawasi komunikasi dan teknologi mengatakan mereka tidak mengetahui rencana pemerintah, kata Choi, meskipun polisi mengatakan "uji coba" itu dilakukan dalam kemitraan dengan badan-badan tersebut.

"Kita sekarang menuju ke wilayah berbahaya dan semua orang tidak berdaya untuk menghentikan tirani ini," tulis anggota parlemen oposisi Allan Bird di Facebook.

Sebagai informasi, Facebook adalah platform media sosial terpopuler di Papua Nugini, dengan perkiraan 1,3 juta pengguna - termasuk banyak bisnis kecil yang mengandalkannya untuk penjualan.

Media sosial juga telah menjadi kunci dalam memfasilitasi wacana publik di tengah menurunnya kebebasan pers di negara tersebut.

Promosi 1

Dampak Pemblokiran Facebook di Papua Nugini

Ilustrasi Meta dan Facebook. (Unsplash/Dima Solomin)
Ilustrasi Meta dan Facebook. (Unsplash/Dima Solomin)... Selengkapnya

Larangan hari Senin (24/3) itu terjadi beberapa bulan setelah disahkannya undang-undang antiterorisme baru, yang memberi pemerintah kewenangan untuk memantau dan membatasi komunikasi daring, antara lain.

"Itu adalah undang-undang kejam yang dirancang untuk merampas kebebasan kita," tulis anggota parlemen oposisi Allan Bird di Facebook, seraya menambahkan bahwa pemblokiran Facebook "hanya langkah pertama".

Meskipun ada larangan, banyak pengguna masih dapat mengakses Facebook menggunakan jaringan privat virtual, atau VPN.

John Pora, yang mengepalai Small and Medium Enterprises Corporation, lebih mengkhawatirkan ribuan pengecer yang mencari nafkah di Facebook. "Kami memiliki beberapa ratus ribu orang di sektor informal dan mereka akan merasa tidak pasti, jadi saya berharap sistem segera kembali online untuk memungkinkan mereka berdagang," katanya.

Pemerintah Papua Nugini telah lama mengancam akan mengambil tindakan terhadap Facebook. Pada tahun 2018, negara tersebut melarang platform tersebut selama sebulan sementara pemerintah berusaha membasmi profil palsu. Saat itu, pemerintah mengusulkan gagasan alternatif yang dijalankan negara.

Pada tahun 2023, Papua Nugini pernah meluncurkan penyelidikan parlementer terhadap "berita palsu, pelaporan berita buruk, dan [platform] media sosial" di negara tersebut.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Produksi Liputan6.com

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya