Liputan6.com, Jakarta Direktur Eksekutif Indef, Tauhid Ahmad menilai perlu adanya perubahan direksi baru di tubuh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Mengingat, selama 5 tahun ke belakang, BPJS Kesehatan belum mampu menunjukan catatan positif, melainkan masalah defisit yang terjadi secara terus menerus.
"Kalau dari sisi keuangan saja defisit berarti ada masalah dalam strategi tata kelola keuangan. Menurut saya akan lebih baik apabila ada wajah-wajah baru menawarkan strategi baru untuk mengurangi masalah defisit ini," kata dia dalam sebuah diskusi yang digelar di Kawasan Cikini, Jakarta, Minggu (17/11/2019).
Dia menekankan sebaiknya BPJS Kesehatan tidak bergantung kepada keputusan menteri keuangan saja. Sebab, di dalam internal sendiri sebetulnya bisa melakukan perubahan secara inisiatif.
Advertisement
"Dia harus berkoordinasi dengan Kemenkes untuk menyelesaikan masalahnya," imbuh dia.
Dari perkiraannya, defisit di tubuh perusahaan akan terus terjadi di 2020 bahkan 2021. Indikasinya, pertama adalah ada shifting atau perpindahan dari golongan I ke golongan II, kemudian golongan II ke III.
"Karena shifting itu artinya perkiraan penerimaan dari pendapatan golongan I ke II akan lebih rendah dari yang diperkiraan awal," kata dia.
Otomatis adanya perpindahan kelas tersebut maka target pendapatan akan jadi turun. Sementara bebannya cenderung tetap dan meningkat sehingga masih akan defisit
"Kedua, masalah tadi itu gak akan selesai dalam waktu 1 tahun. Ada masalah suplay yang tidak selesai dalam 1-2 tahun dan beban biayanya besar, sehingga defisit masih terjadi," tandas dia.
Reporter:Ā Dwi Aditya Putra
Sumber: Merdeka.com
Peserta Bukan Penerima Upah Bisa Pindah Kelas Iuran BPJS Kesehatan, Begini Caranya
Deputi Direksi Bidang Riset dan Pengembangan BPJS Pusat, Andi Afdal Abdullah membuka peluang bagi Peserta PBPU (Peserta Bukan Penerima Upah) dan peserta bukan pekerja untuk pindah kelas iuran BPJS Kesehatan. Hal itu diberikan sebagai upaya menekan beban masyarakat tergolong tak mampu.
"Jadi kalau kita miskin kelas tiga Rp 42.000 tidak mampu, ada kuota penerima bantuan iuran kalau betul betul tidak mampu. Agar supaya sistem ini bisa berjalan dengan baik," katanya dalam diskusi yang digelar di Cikini, Jakarta, Minggu (17/11/2019).
Baca Juga
Bagi peserta PBPU yang merasa keberatan dan memang tidak mampu, bisa mengajukan diri sebegai peserta bantuan iuran (PBI). Caranya adalah dengan mengurus surat keterangan miskin yang diajukan ke dinas sosial.
Adapun kuota pemerintah dalam membiayai PBI di luar dari kewajiban sebagai pemberi kerja yakni mencapai 96,8 juta melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Sementara 37,3 juta dibiayai melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
"PBI naik menjadi Rp42.000, tapi dibayar oleh pemerintah. Begitu dengan pemda untuk peserta yang didaftarkan oleh pemda. Jumlahnya hampir setengah yang didampingi oleh pemerintah," jelas dia.
Seperti diketahui, Presiden Joko Widodo atau Jokowi telah menandatangani Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan. Dengan demikian, kenaikan iuran BPJS Kesehatan hingga 100 persen mulai berlaku 1 Januari 2020.
Kenaikan iuran bagi Peserta PBPU (Peserta Bukan Penerima Upah) dan Peserta BP (Bukan Pekerja) yaitu sebesar:
a. Rp 42.000 per orang per bulan dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas III
b. Rp 110.000 per orang per bulan dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas II
c. Rp 160.000 per orang per bulan dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas I.
Reporter: Dwi Aditya Putra
Sumber: Merdeka.com
Advertisement