Pengusaha Ritel Minta Pemda DKI Kaji Ulang Jatah 20 Persen untuk UMKM

Pengusaha etail modern di bawah Aprindo mengaku telah menyediakan ruang khusus untuk produk-produk UMKM.

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 13 Des 2019, 20:16 WIB
Diterbitkan 13 Des 2019, 20:16 WIB
20151217-Kemendag Wajibkan Peraturan SNI Kepada Pengusaha Ritel
Suasana di pusat perbelanjaan di Tangerang, Banten.(Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) berharap Pemerintah Daerah (Pemda) DKI Jakarta mengkaji ulang aturan bahwa pengusaha retail wajib memberikan ruang efektif sebesar 20 persen secara gratis untuk pelaku Usaha Mikro, Kecil dan Menengah atau UMKM.

Adapun peraturan dimaksud tercantum dalam Peraturan Daerah (Perda) DKI Jakarta Nomor 2 Tahun 2018 tentang Perpasaran.

"Kami ingin perspektif dari pengusaha ritel diperhatikan pula menyoal ruang khusus 20 persen bagi UMKM ini," ujar Ketua Umum Aprindo Roy Mandey dalam sesi bincang-bincang di kantornya, Jakarta, Jumat (13/12/2019).

Menurutnya, retail modern di bawah Aprindo telah menyediakan ruang khusus untuk produk-produk UMKM. Bahkan sebelum Perda tersebut terbit.

"Sebenarnya peritel modern anggota Aprindo sudah memasarkan produk UMKM dan menyediakan ruang khusus seperti rak UMKM atau pojok UMKM. Beberapa memang tidak sebesar 20 persen. Tapi di pusat perbelanjaan level kecil menengah sudah lebih dari 20 persen," terangnya.

Roy coba memahami bahwa itikad baik melalui Perda tersebut sebenarnya merupakan pintu masuk bagi produk UMKM untuk lebih dikenal, yang kemudian dapat meningkatkan porsi penjualan.

Namun, ia menilai, seyogyanya semua pihak yang terlibat dalam kebijakan tersebut bisa duduk bersama merumuskan formula yang terbaik. Sebab porsi 20 persen untuk UMKM ini dianggap akan menyulitkan pengusaha retail dan bakal berdampak multiplayer effect.

"Hukum bisnis, pasti apabila produk tersebut berkualitas baik hingga banyak diminati dan laku keras, maka semakin luas space yang kita berikan untuk mereka. Jadi bukan bergantung pada kewajiban memberikan ruang seperti yang dimaksud pada Perda itu," tegas Roy.

 

APPBI Sebut Perda Perpasaran Matikan UMKM

(Foto: Liputan6.com/Pramita T)
Ketua Umum DPP APPBI, Stefanus Ridwan (Foto:Liputan6.com/Pramita T)

Ketua Umum Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) Stefanus Ridwan mengatakan, pihaknya mengapresiasi Program Usaha Mikro, Kecil, Menengah (UMKM) Naik Kelas yang dicanangkan Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Kemenkop UKM).

Sebab, menurutnya, program tersebut berbanding terbalik dengan kebijakan yang diterapkan Pemprov DKI Jakarta terkait UMKM melalui kebijakan Perdanya.

"Jangan seperti yang tercantum dalam Perda No 2 Tahun 2018 tentang Perpasaran. Perda ini mewajibkan Pengelola Pusat Belanja untuk menyediakan ruang usaha sebesar 20 persen untuk UMKM dengan gratis. Bagi APPBI, aturan ini tidak mungkin untuk diterapkan," tegas Stefanus di Jakarta, Selasa (10/12/2019).

“Kalau itu (perda Perpasaran) bukan naik tingkat, tapi malah membunuh UMKM yang ada,” lanjut dia.

Keharusan bagi para pengelola pusat belanja untuk menyediakan ruang usaha 20 persen dan diberikan secara gratis, justru menurutnya, persaingan antar UMKM nantinya jadi tidak sehat.

"Saat ini sudah ada 50 ribu lebih UMKM yang beroperasi di pusat-pusat belanja," ungkapnya.

Untuk diketahui, terang dia, mal yang ramai saja saat ini jangka waktu untuk bisa balik modal atau Break Event Point (BEP) sekitar 10-11 tahun, bahkan bisa 15-17 tahun.

"Itu artinya jika ditambah kewajiban untuk memberikan ruang usaha 20 persen, BEP-nya menjadi tak terhingga. Para owner bilang, kalau begini kita tutup aja semua. Kalau tutup saya kira, yang dirugikan banyak,” tandas Ridwan.

Yang jelas, kata dia, aturan tersebut juga sulit untuk diterapkan. Sebab untuk pusat perbelanjaan strata title, semua kios sudah laku terjual. Adapun untuk leased mall, pengelola memiliki kontrak dengan penyewa dari 5 hingga 10 tahun.

"Walaupun sewa digratiskan dan service charge-nya kecil, gaji karyawan mereka juga mahal. Apalagi kalau mengikuti jam operasional mall, harus ada tiga shift. Satu kios (UMKM) enggak akan sanggup bayar. Ujung-ujungnya satu orang jaga lima sampai sepuluh counter. Kalau begini bagaimana jualannya?” ungkapnya.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya