Penjualan Ritel Sarinah Tetap Untung Meski Daya Beli Turun, Berkah Ramadan?

Pelaku usaha ritel menyadari ada penurunan daya beli masyarakat dalam beberapa waktu belakangan ini. Direktur Utama PT Sarinah, Fetty Kwartati mengamini hal tersebut.

oleh Arief Rahman H Diperbarui 19 Mar 2025, 19:45 WIB
Diterbitkan 19 Mar 2025, 19:45 WIB
Mengisi Libur Lebaran 2022 di Pusat Perbelanjaan
Warga memanfaatkan waktu berlibur lebaran dengan mengunjungi Sarinah Jakarta, Jumat (6/5/2022). Warga Jakarta dan sekitarnya mengisi libur Idul Fitri 1443 H untuk berjalan jalan dan berekreasi bersama keluarga ke Mall dan tempat-tempat wisata di Ibu Kota. (Liputan6.com/Johan Tallo)... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta - Pelaku usaha ritel menyadari ada penurunan daya beli masyarakat dalam beberapa waktu belakangan ini. Namun, sebagian lainnya mencatatkan pertumbuhan.

Direktur Utama PT Sarinah, Fetty Kwartati mengamini ada pelemahan daya beli masyarakat ke sektor ritel. Dia melihat kondisi serupa dari survei Bank Indonesia (BI) atas penjualan ritel.

"Memang BI dan juga ini inline dengan data-data yang kami dapatkan dari ritel, dari asosiasi ritel atau asosiasi mal, memang terjadi penurunan daya beli, terutama di segmen-segmen tertentu," kata Fetty, ditemui di Sarinah, Jakarta, ditulis Rabu (19/3/2025).

Dia menjelaskan, kondisi ini cukup dialami Sarinah. Dia mencatat ada kenaikan penjualan dari tahun lalu sebesar 15 persen. Artinya, proses transaksi di Sarinah tidak terlalu terdampak penurunan daya beli masyarakat.

"Tapi memang sekali lagi, inline-nya di Sarina, kita melihat masih ada growth dari tahun lalu dibanding tahun ini. Jadi kalau kita bicara year to date, atau year on year, ini masih tumbuh sekitar 15 persen," tuturnya.

Bukan tanpa alasan, Fetty menyampaikan produk yang dijajakan Sarinah cenderung menyasar segmen tertentu dan memperkuat pada bagian UMKM.

"Karena memang yang kami tawarkan atau yang kami jual adalah produk-produk yang sangat unik. Mungkin kalau mereka mau cari khusus produk ethnic, produk lokal, atau produk UMKM, dia masih datangnya ke Sarina, karena kami menyediakan banyak sekali pilihan yang komplit, dengan kualitas yang sangat baik," terangnya.

Dia mengakui, meski ada penurunan daya beli masyarakat ke sektor ritel, Sarinah belum mencatatkan turunnya transaksi.

"Jadi saat ini masih belum ter-record di dalam penurunan penjualan di Sarinah, walaupun teman-teman semua di retail sudah pasang alarm, ‘ini turun’, tapi kami masih melihatnya masih ada growth di Sarinah," ujar dia.

Promosi 1

Daya Beli Masyarakat Melemah, THR Bisa Kerek Ekonomi RI?

FOTO: Bank Dunia Turunkan Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
Pemandangan gedung perkantoran dan pusat perbelanjaan di Jakarta, Selasa (5/4/2022). Bank Dunia menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2022 menjadi 5,1 persen pada April 2022, dari perkiraan sebelumnya 5,2 persen pada Oktober 2021. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)... Selengkapnya

Sebelumnya, daya beli masyarakat Indonesia tengah mengalami tekanan dan melemah. Sementara itu, ada secercah harapan dari momentum ramadan dan Lebaran 2025 dengan pencairan Tunjangan Hari Raya (THR).

Apakah pencairan THR Lebaran 2025 ini mampu memberikan dampak positif ke ekonomi RI?

Ekonom dari Indonesia Strategic and Economic Action Institution (ISEAI) Ronny P Sasmita menilai ada pengaruh THR terhadap daya beli masyarakat. Pasalnya, ini jadi momentum rutin tahunan yang didapat oleh masyarakat.

"Soal THR ya pastilah berpengaruh ya, karena itu kan pendapatan tambahan atau extra income yang didapat oleh masyarakat di luar 12 kali gaji yang mereka terima setiap tahun gitu," kata Ronny kepada Liputan6.com, Rabu (19/3/2025).

Tambahan pendapatan masyarakat itu diyakini akan menggerakkan ekonomi. Pos belanja akan menyasar kebutuhan masyarakat terkait ramadan, lebaran hingga keperluan untuk pulang kampung.

Hanya saja, kata Ronny, jika melihat dampaknya, THR hanya akan berpengaruh secara jangka pendek. Pasalnya, ini dipandang sebagai fenomena musiman saja.

"Tapi ini kan musiman sifatnya gitu. Jadi kalaupun terjadi peningkatan permintaan di menjelang lebaran itu tidak menggambarkan kondisi real ekonomi secara makro karena itu musiman gitu," ucapnya.

Meski begitu, Ronny masih melihat adanya pengaruh antara THR dan tingkat konsumsi masyarakat yang ujungnya berdampak ke ekonomi nasional.

"Jadi intinya kalau berpengaruh THR berpengaruh ya pasti berpengaruh karena setiap tahun selalu berpengaruh. Cuma masalahnya apakah akan sebesar tahun lalu atau dua tahun lalu, itu kita lihat nanti hasilnya seperti apa (usai lebaran)," terangnya.

 

Ketergantungan Masyarakat

Naik 6,5 Persen, Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Jadi Landasan Kuat Kenaikan Upah Minimum 2025
Sebelumnya, Menteri Ketenagakerjaan Yassierli mengusulkan kenaikan UMN sebesar 6 persen. (Liputan6.com/Angga Yuniar)... Selengkapnya

Ronny melihat ada kondisi lain ditengah pencairan THR ke para pekerja. Misalnya, tren kenaikan pinjaman online (pinjol) untuk menopang konsumsi masyarakat.

"Mungkin juga bisa dilihat terjadi peningkatan pinjol, terjadi peningkatan belanja dalam bentuk pay later," ujarnya.

Lebih lanjut, Ronny menyampaikan kondisi itu menunjukkan masyarakat yang masih bergantung pada sumber-sumber pembiayaan selain dari pendapatannya.

"Itu juga kita kan bisa jadikan indikator bahwa masyarakat semakin tergantung kepada alat bantu berupa pembiayaan-pembiayaan dalam bentuk banking dan non-banking atau fintech untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan musiman gitu yang tidak menggambarkan pendapatan mereka," jelasnya.

Hal ini bisa terjadi lantaran ada ketidakpastian pendapatan atas pekerjaan yang telah dilakukan.

"Justru karena pendapatan mereka tidak pasti mereka mencoba bergantung kepada jasa pelayanan keuangan yang dalam bentuk lain alternatif seperti fintech dan pinjaman dan sebagainya," katanya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

EnamPlus

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya