Liputan6.com, Jakarta - Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan, pihaknya tidak mempermasalahkan impor bahan baku industri dari negara Cina. Impor akan terus dilakukan selama produksi dalam negeri belum bisa memenuhi kebutuhan tersebut.
"Dampak corona suka atau tidak suka pasti ada. kita bicara satu per satu misalnya berkaitan dengan proses industri kita tidak boleh selalu melihat bahwa import itu jelek, karena memang ada kebutuhan-kebutuhan impor yang berkaitan dengan proses produksi yaitu bahan baku yang diperlukan oleh industri," kata Agus saat ditemui setelah acara kunjungan Presiden Singapura, di Kementerian Perindustrian, Jakarta, Rabu (5/2/2020).
Terkait bahan baku impor, dirinya tidak bisa menolak impor tersebut dikarenakan memang dalam negeri belum bisa memasok bahan bakunya sendiri. Oleh sebab itu, Kemenperin mendorong pengembangan industri yang berkaitan dengan subtitusi impor.
Advertisement
Menteri Agus melanjutkan, bahwa faktanya industri membutuhkan bahan baku impor. "Kita sudah mempelajari bahwa untuk seluruh industri manufaktur impor bahan baku yang ada di Indonesia. Stiap tahun impor bahan baku dari Cina sebesar 30 persen," ungkapnya.
Kendati begitu, pihaknya saat ini sedang berusaha menyiapkan pengganti pasokan bahan baku impor supaya industri manufaktur kebutuhan bahan bakunya bisa tercukupi.
"Tapi kalau tidak ada penggantinya, tentu itu juga akan menggangu proses produksi yang ada di industri itu sendiri. Kita tidak bisa berasumsi apakah kebutuhan bahan baku industri yang masih diimpor oleh Cina ini, bisa dipenuhi kebutuhannya oleh Cina? kita tidak tahu, karena kemungkinan besar ada industri-industri Cina yang menurunkan kapasitas produksinya, bahkan barang kali sedang dalam posisi tidak memproduksi," jelasnya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Bisa Jadi Peluang
Maka dari itu, pihaknya berusaha mencari jalan keluar untuk mengatasi pengganti kebutuhan bahan baku impor. Namun, ada sisi yang membuka peluang untuk Indonesia, apabila impor dihentikan.
"Tentu ini merupakan potensi bagi Indonesia, khusunya bagi industri untuk menciptakan, atau membangun industri-industri yang akan mengisi impor bahan baku, dari mana saja termasuk Cina. itu yang saat ini sedang kita dorong agar neraca perdagangan kita semakin sehat," ungkapnya.
Sementara itu, tidak hanya impor dari cina saja yang besar ke Indonesia, melainkan juga sebaliknya. Ekspor Indonesia ke Cina juga besar dalam sektor industri manufaktur.
"Jadi produk-produk Indonesia yang diekspor ke Cina itu juga besar. Untuk itu harus dikalkulasi secara tepat, secara komprehensif, kemampuan serapan dari produk-produk Indonesia yang selama ini sebelum terjadinya virus corona yang masih bisa kita ekspor ke Cina," ujarnya.
Karena menurutnya, pertimbangan tersebut sangat penting, dengan melihat kemampuan belanja dari masyarakat Cina sendiri.
Advertisement
Permintaan Ekspor ke China Menurun
Menurut Agus, hal itu menimbulkan asumsi bahwa permintaan dari Cina menurun terkait produk Indonesia.
"Nah itu kita harus secara agresif mencari pasar-pasar non konvensional lainnya, seperti pasar di Afrika, Amerika Latin, masih sebetulnya terbuka, nantinya produk-produk Indonesia di ekpor ke sana," katanya.
Menyikapi dampak virus Corona terhadap industri, Menteri Agus menegaskan kembali jangan menilai bahwa impor bukan sesuatu yang salah. Selama bahan baku impor belum sanggup diproduksi dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan industri, impor tetap dilakukan.
"Selama bahan baku impor ini belum diproduksi di Indonesia, tentu mau tidak mau kita harus impor. Itu untuk mencari solusinya agar industri tidak berhenti beroperasi, atau tidak mengurangi kapasitas produksi mereka tentu harus ada opsi-opsi untuk mencari bahan baku- bahan baku lain di luar dari Cina," pungkasnya.