Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menghadiri rapat kerja dengan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono mengenai Badan Pengelola (BP) Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera). Dalam rapat tersebut, pemerintah mengingatkan agara BP Tapera tidak mengikuti cara kerja Jiwasraya dan Asabri.
"Seperti Asabri, Jiwasraya yang itu. Model bisnis kita kan tabungan investasi. Jadi benar-benar komite menyoroti tolong jagain belajar dari itu. Jadi kita harus membuat framework nya kita harus membuat semuanyalah supaya nggak kejadian seperti itu," ujar Komisionel BP Tapera Adi Setianto di Kantor Kementerian PUPR, Jakarta, Rabu (12/2).
Dengan adanya permintaan tersebut, BP Tapera sudah menyiapkan beberapa langkah antisipasi berupa monitoring dana nasabah secara sistem dan manual. Selain itu untuk investasi, BP Tapera juga melakukan koordinasi dengan Manajer Investasi (MI) agar investasi yang dilakukan tidak merugikan nasabah dan perusahaan.
Advertisement
"Jadi governance kita jagain, kemudian monitoringnya jangan by sistem tetapi kita aktif melakukan monitoring. Jangan semua di set up lalu ditinggalkan. Ada supervisinya. Dan memang di UU seperti itu kami mensupervisi terkait dengan arahan 'investasi' kami melalui kustodian yang dilakukan oleh MI. Jadi MI itu benar benar menjalankan fungsinya seperti yang kita inginkan," papar Adi.
Dia menambahkan sejauh ini pemerintah sudah mengalokasikan dana sebesar Rp2,5 triliun kepada BP Tapera. Dana tersebut sebagian diinvestasikan dalam bentuk deposito sementara sebagian lainnya diperuntukkan bagi operasional perusahaan seperti penyewaan dan pembangunan gedung serta membayar gaji karyawan.
"Kami investasi dalam bentuk deposito. Paling simpel itu. Lalu untuk operasional, seperti bayar gaji, sewa gedung kayak gitu. Dan itu Rp 2,5 triliun nggak boleh habis sampai nanti benar benar beroperasi. Beroperasinya menunggu PP (Peraturan Pemerintah) dan PMK (Peraturan Menteri Keuangan) selesai," tandasnya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Asabri Butuh Rp 7,2 Triliun untuk Selamatkan Keuangan Perusahaan
PT Asabri (Persero) mengaku tengah membutuhkan dana segar sebesar Rp7,2 triliun untuk menambal keuangan perusahaan. Di mana, risk based capital (RBC) atau rasio kecukupan modal perusahaan tercatat minus 571,17 persen pada 2019.
Direktur Keuangan dan Investasi Rony Hanityo Apriyan mengatakan RBC untuk tahun ini bakal naik menjadi minus 643,49 persen. Sedangkan ketentuan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) modal minimum yang harus dipenuhi oleh perusahaan asuransi baik umum atau jiwa adalah 120 persen.
"Penyehatannya itu untuk mencapai RBC 120 persen harus diperlukan peningkatan aset Rp 7,2 triliun," kata dia di DPR, Jakarta, Rabu (29/1).
Berdasarkan laporannya, RBC minus dikarenakan liabilitas lebih besar dari aset. Hal itu disebabkan akumulasi cadangan Liabilitas Manfaat Polis Masa Depan (LMPMD) tiap tahun, sementara nilai aset turun karena nilai investasi saham.
Sebelumnya, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Erick Thohir, menemui Menko Polhukam, Mahfud MD. Keduanya melakukan rapat tertutup membahas sejumlah hal termasuk masalah keuangan PT Asabri. Â
Pantauan di lokasi, Erick tiba kurang lebih pukul 15.00 Wib. Pertemuan dilakukan lebih kurang 30 menit.
Mahfud menyebut akan membahas sejumlah hal dengan Erick. "Saya baru bicara dengan Menteri BUMN banyak hal. Kerjaan kami banyak tapi yang sekarang sering ditanyakan soal Asabri," kata Mahfud di kantor usai pertemuan. Jakarta, Kamis (16/1).
Ditambahkan Erick, keuangan PT Asabri dalam kondisi stabil. Tetapi, memang ada penurunan aset.
"Kondisi keuangan dalam keadaan stabil. Tapi apa ada penyelewengan daripada penurunan aset karena salah investasi. (Untuk hal ini) kan ada prosesnya sendiri," jelas Erick.
Erick menambahkan, terkait kemungkinan adanya penyelewengan itu, sebagai kelanjutannya dia menyerahkan pada proses hukum.
"Biar itu berjalan sesuai dengan aturannya. Dan tentu domain hukum, bukan di Kementerian BUMN. Kalau kami kan lebih ke korporasinya," ungkap Erick.
Reporter: Dwi Aditya Putra
Sumber: Merdeka.comÂ
Advertisement