Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memperkirakan pertumbuhan ekonomi global di tahun ini akan melambat menjadi 2,8 persen akibat meluasnya virus Corona. Angka ini lebih rendah dari perkiraan International Monetary Fund (IMF) yang sebesar 3,3 persen di tahun ini.
"Dengan terjangkitnya virus Corona pertumbuhan ekonomi dunia diperkirakan akan melambat menjadi 2,8 persen dan pertumbuhan ini akan sama atau seperti terjadi pada 2008 dan 2009 dimana terjadi krisis keuangan global," kata Sri Mulyani di Kantornya, Jakarta, Senin (2/3/2020).
Baca Juga
Sri Mulyani mengatakan, memburuknya kondisi perekonomian global tentu akan mempengaruhi perekonomian Indonesia. Oleh karena itu, untuk meminimalisir dampak tersebut pemerintah akan terus melakukan berbagai bauran kebijakan bersama otoritas moneter baik di OJK dan di sektor riil.
Advertisement
"Ini dilakukan untuk terus menjaga momentum pertumbuhan ekonomi Indonesia," imbuh dia.
Menurutnya APBN dan APBD dan APBDes adalah instrumen yang terus gunakan di dalam menjaga perekonomian Indonesia. Sesuai dengan arahan Presiden Joko Widodo, ini adalah instrumen yang harus efektif berjalan di dalam melindungi perekonomian.
"Di samping itu kita juga terus mewujudkan tujuan tujuan pembangunan yang telah digariskan terutama pada 5 prioritas penting pembangunan sumber daya manusia, pembangunan infrastruktur, transformasi ekonomi, perbaikan regulasi, dan simplifikasi dari birokrasi," tandas dia.
Reporter: Dwi Aditya Putra
Sumber: Merdeka.com
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Bank of America: Ekonomi Global Menuju Tahun Terburuk Sejak Krisis Keuangan
Sebelumnya, Bank of America memprediksi kondisi pertumbuhan ekonomi global menjadi yang terburuk tahun ini sejak terjadinya Resesi yang berakhir pada 2009. Pemicunya kembali soal wabah Virus Corona dan berbagai faktor lain.
Pertumbuhan Produk Domestik Bruto di seluruh dunia diproyeksikan melambat menjadi 2,8 persen untuk tahun 2020. Menurut BofA Global Research ini menjadi akan menjadi sub-3 persen pertama sejak resesi dan krisis keuangan berakhir pada pertengahan 2009.
BACA JUGA
Melansir laman CNBC, Jumat (28/2/2020), bobot terbesar yang mempengaruhi ekonomi global adalah wabah Virus Corona, yang telah menghantam aktivitas ekonomi di China saat penyakit ini menyebar.
Ekonom BofA mengatakan perang perdagangan AS-Cina, ketidakpastian politik, dan kelemahan di Jepang dan beberapa wilayah Amerika Selatan juga merupakan bagian dari "efek limpahan besar" yang membebani output.
“Gangguan yang berkepanjangan di Tiongkok seharusnya merusak rantai pasokan global. Arus wisata yang lemah akan menjadi angin bagi Asia,” ujar ekonom BofA, Aditya Bhave dalam sebuah catatan.
Sebagai bagian dari perlambatan, BofA juga memprediksi ekonomi China hanya tumbuh 5,2 persen pada tahun 2020, turun dari tahun lalu sebesar 5,9 persen. PDB global tidak termasuk China diperkirakan akan naik hanya 2,2 persen, juga yang terendah sejak resesi.
Advertisement
Belum Resesi
Namun ekonom belum melihat Virus Corona berubah menjadi pandemi global, ataupun mengarah akan terjadinya resesi. Sebaliknya, mereka melihatnya sebagai bagian dari tren perlambatan yang lebih besar didorong banyak faktor.
Kemudian dapat diperburuk berlangsungnya Pemilihan Presiden AS tahun ini. Serta kemungkinan efek lanjutan dari ketegangan perdagangan dengan China.
"Pemilihan Presiden mendatang menambah lapisan kompleksitas, karena kebijakan perdagangan AS mungkin akan berubah secara signifikan di bawah Presiden dari Partai Demokrat," tulis Bhave.
Investasi dan atus bisnis diprediksi kemungkinan akan tetap mendatar sampai ada kejelasan yang lebih besar pada aturan permainan.
Bhave menyebut, guncangan ketidakpastian seperti itu cenderung berdampak pada posisi tertinggal, besar, dan tahan lama.
Kebijakan bank sentral yang lebih ketat dan dampak lanjutan dari pertumbuhan yang hangat di 2019 juga membebani pertumbuhan.