Manfaat yang Didapat dari BPJS Kesehatan Lebih Tinggi Dibanding Jumlah Iuran

Penyesuaian iuran BPJS Kesehatan yang tertuang dalam Perpres Nomor 64 Tahun 2020 masih bersifat wajar dan terjangkau.

oleh Liputan6.com diperbarui 19 Mei 2020, 15:45 WIB
Diterbitkan 19 Mei 2020, 15:40 WIB
Iuran BPJS Kesehatan Naik
Suasana pelayanan BPJS Kesehatan di Jakarta, Rabu (28/8/2019). Sedangkan, peserta kelas mandiri III dinaikkan dari iuran awal sebesar Rp 25.500 menjadi Rp 42.000 per bulan. Hal itu dilakukan agar BPJS Kesehatan tidak mengalami defisit hingga 2021. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta - Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) mendukung langkah pemerintah melakukan penyesuaian iuran BPJS Kesehatan yang tertuang di dalam Perpres Nomor 64 Tahun 2020 tentang Jaminan Kesehatan. Dalam aturan ini, pemerintah memutuskan menaikkan iuran untuk kelas I dan II, sementara iuran kelas III akan naik pada 2021.

Anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), Paulus Agung Pambudhi mengatakan, penyesuaian iuran yang tertuang dalam Perpres tersebut masih bersifat wajar dan terjangkau. Menurutnya, besaran tersebut juga masih jauh daripada manfaat yang diterima peserta jaminan kesehatan nasional (JKN).

"Iuran yang diterima saat ini masih lebih rendah daripada manfaat yang diterima. Saya ingin menyatakan dari penjelasan itu ternyata iuran ini masih wajar dan terjangkau. Iuran yang menjadi polemik berkepanjangan itu iuran yang wajar dan masih terjangkau," kata dia dalam video conference di Jakarta, Selasa (19/5).

Dia manambahkan, penyesuaian iuran BPJS Kesehatan dibutuhkan untuk menjaga kualitas dan keberlangsungan LProgram JKN. Penyesuaian iuran juga merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari upaya perbaikan sistemik JKN (restrukturisasi komprehensif JKN).

"Penyesuaian iuran memerlukan dukungan dari publik sebagai bentuk perwujudan dari gotong-royong dan tanggung jawab bersama dalam penyelenggaraan JKN dalam rangka pengamalan sila kelima Pancasila," kata dia.

Dia mencontohkan, wujud gotong royong juga dilakukan oleh peserta penerima upah yang bekerja di perusahaan dan membayar iurannya. Saat ini mereka sudah mengikuti ketentuan yang ada. Bahkan ketika akhir tahun lalu ada kenaikan iuran meskipun dengan segala kondisi tantangan bisnis mereka tetap melaksanakan.

"Dunia usaha ini menerapkan prinsip utama itu gotong royong. Jika melihat terhadap rasio pengguna manfaat dari ini sangat kecil masih memanfaatkan dari iuran yang diberikan dan lebih banyak digunakan untuk unsur yang non pekerja atau disebut sebagai peserta mandiri," jelas dia

Reporter: Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com

KPK Harap Jokowi Kaji Ulang Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan

Iuran BPJS Kesehatan
Pegawai melayani warga di Kantor BPJS Kesehatan Cabang Jakarta Selatan, Jumat (15/5/2020). Pemerintah akan menaikkan iuran BPJS Kesehatan pada 1 Juli 2020 dengan rincian kelas I naik menjadi Rp150.000, kelas II menjadi Rp100.000 dan kelas III menjadi 42.000. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron meminta Presiden Joko Widodo atau Jokowi meninjau ulang keputusannya menaikkan iuaran BPJS Kesehatan.

Ghufron menyebut, berdasarkan kajian tata kelola Dana Jaminan Sosial (DJS) Kesehatan yang dilakukan lembaga antirasuah pada 2019, akar masalah yang ditemukan terkait tata kelola yang cenderung inefisien dan tidak tepat yang mengakibatkan defisit BPJS Kesehatan.

"Sehingga kami berpendapat bahwa solusi menaikkan iuran BPJS sebelum ada perbaikan sebagaimana rekomendasi kami, tidak menjawab permasalahan mendasar dalam pengelolaan dana jaminan sosial kesehatan," ujar Ghufron dalam keterangannya, Jumat (15/5/2020).

Menurut Ghufron, naiknya iuran BPJS Kesehatan dipastikan akan memupus tercapainya tujuan Jaminan sosial sebagaimana UU No 40 tahun 2004 bahwa jaminan sosial adalah bentuk perlindungan sosial untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak.

"Dengan menaikkan iuran di kala kemampuan ekonomi rakyat menurun, dipastikan akan menurunkan tingkat kepesertaan seluruh rakyat dalam BPJS," kata Ghufron.

Ghufron kembali mengingatkan sejumlah rekomendasi yang sempat diberikan KPK agar anggaran BPJS Kesehatan tak mengalami defisit.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya